23 Pemilik Angkot di Surabaya Keluar dari Organda, Deklarasikan KAKS
Rabu, 10 Februari 2016 23:01 WIB
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Penghasilan makin terpuruk akibat aturan pemerintah yang tak berpihak, membuat pemilik dan sopir angkutan umum (angkot) di Surabaya, Jawa Timur menyatakan keluar dari induk organisasi yaitu Organisasi Angkutan Darat (Organda). Mereka menilai, Organda tidak bisa memperjuangkan nasib para sopir angkot.
Karena ingin mandiri memperjungkan nasibnya, 23 angkot berkumpul di Gedung Nasional Indonesia, Jalan Bubutan, Surabaya. Mereka sepakat keluar dari Organda. Mereka mendeklarasikan Komunitas Angkutan Kota Surabaya (KAKS), Rabu (10/2).
BACA JUGA:
Terkait Jumlah Kuota Taksi Online, Pemprov Jatim Konsisten Rencana Awal
Penandatanganan MoU Trayek Lyn DP Disaksikan Langsung Kasatlantas Polrestabes Surabaya
Kapolrestabes Surabaya Pastikan Besok Tidak Ada Demo dari Sopir Taksi Online
Dewan Surabaya Usulkan Perda Inisiatif Taksi dan Ojek Online
"Tujuan kami keluar dari Organda dan mendeklarasikan KAKS, adalah untuk sejahtera. Karena selama ini, Organda tidak bisa memperjuangkan nasib kami. Advokasi terhadap aturan pemerintah yang memberatkan sopir angkot hanya sebatas formalitas," terang Ketua KAKS, Yanto di sela deklarasinya.
Dia melanjutkan, "Kami tidak ingin melawan aturan, kami di sini tidak untuk melawan pemerintah, tapi kita ingin menyejahterakan diri secara mandiri, melalui KAKS. Kami akan bersama-sama memperjuangkan nasib kami sendiri, melalui advokasi-advokasi kami sendiri," tegasnya.
Senada, Penasehat KAKS Edy Hasibuan, juga mengatakan, pengemudi angkot, oleh Organda hanya temporer. Sehingga tidak ada pembelaan yang signifikan untuk memperjuangkankan nasib para pengemudi angkot yang kian terpuruk. Advokasi oleh Organda, hanya bersifat formalitas.
"Organda itu kan asosiasi, anggota sepenuhnya itu ya pengusaha. Kalau pengemudinya hanya temporer. Di KAKS ini, pemilik adalah pengusaha, mitranya ya pengemudi. Jadi ada kebersamaan, untuk memperjuangkan nasib para sopir angkot," ungkap Edy.
Edy menyontohkan, aturan pemerintah yang melegalkan ojek, misalnya. Aturan melegalkan angkutan roda dua di jalur-jalur padat, membuat angkot makin ditinggalkan penumpang.
"Makin banyaknya ojek di Surabaya, penghasilan angkot makin berkurang. Penumpang banyak beralih ke roda dua. Yang menjadi masalah, kita terpuruk dari sisi penghasilan. Keterpurukan ini, imbas dari aturan-aturan pemerintah, yang tidak berpihak pada sopir angkot."
Simak berita selengkapnya ...