Sumamburat: Debat Sebatas Imaji Don Quixote | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Debat Sebatas Imaji Don Quixote

Editor: Redaksi
Wartawan: --
Rabu, 20 Februari 2019 12:01 WIB

Suparto Wijoyo

Oleh: Suparto Wijoyo*

DEBAT capres kedua telah digelar dengan segala kehormatannya pada 17 Februari 2019. Riuh tepuk tangan dan sorakan terdengar di setiap kerumunan sebagai lahan hiburan politik yang sangat komunalistik. Saya sendiri menepikan diri dari hingar nan membingar perdebatan itu secara sadar melalui langkah memilih mundur sebagai panelis agenda KPU tersebut. Bukan, bukan, bukan karena tidak hendak mendapatkan sorot kamera atau selaksa ucapan selamat dari para kolega, tetapi sekadar ingin berdiri di pojok sudut sebuah halaman agar lebih jernih melihat lalu lalang orang. Kata yang bersemliwer tentang energi, pangan, SDA, lingkungan dan infrastruktur tampak terekam dengan penuh buncahan. Para capres saling melambungkan ucapan dengan segala konsekuensinya.

Saya menyaksikan sambil memperhatikan persyaratan yang menuntun jalannya debat. Pada sisi ini terlihat ada yang merasa jumawah dan menampilkan diri seolah juara yang melenggang pada panggung kekuasaan, untuk kesekian lama lagi. Data diunggah dengan diksi yang meyakinkan bagi umum, tetapi tidak bagi saya. Data yang dipaparkan terlihat seperti arahan kepada bawahan hingga seluruh anak buah harus mencatat apa yang dikatakan adalah kebenaran walaupun itu bukan benar-benar data.

Itulah data yang dianggitkan benar bagi dirinya, bukan bagi pemirsa. Pengucapnya berimajinasi tentang data dan inilah sebuah penanda bahwa dia menang karena mengucap penuh gaya yang meyakin saja bagi dirinya. Publik juga punya data lain mengenai hal yang sama, tetapi ini jangan dianggap sebagai wujud yang menandakan dia sedang berbohong. Data publik itu bukan bentuk kebohongan bagi si dia yang telah menggambarkan data miliknya. Data dia benar sebagaimana yang dirinya sendiri mengimajinasikannya dan data publik itu pun kebenaran yang faktanya ada dalam deret rasa khalayak. Sampai di sini ada batas-batas kebenaran yang yang semburat untuk siapa saja. Dia benar dalam dirinya sendiri sehingga mengolok yang lain bukanlah kesalahan, termasuk bagaimana orang-orang yang mengerubutinya selama ini mengusai lahan dalam hitungan hektar yang tidak terbayangkan.

Debat pada derajat tertentu telah menjadi panggung panjang dusta atau pengingkaran atas janji-janjinya. Kaedah hukum yang menuntun diri bagaimana “balasan bagi pembohong” tidaklah penting, sebab dirinya sudah merasa di atas hukum siapa pun sambil menonjol-nonjolkan diri hanya berketakutan kepada-Nya. Padahal yang dianggitkan mengenai-Nya itu selama ini telah pula diselimuti “janji yang tidak sampai diisi”. Atas kondisi ini saya menikmati saja novel A Confession karya Leo Tolstoy yang terbit 1882 yang merilis: “Menjadi jelas untuk mengatakan, di ruang dan waktu tanpa batas, semuanya berkembang menjadi lebih sempurna dan semakin sempurna adalah berbeda”. Ya beda antara yang dikatakan dengan yang ada di ranah lainnya. Beda antara janji dan realisasi.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

 Tag:   Opini debat publik

Berita Terkait

Bangsaonline Video