Oleh: M Mas’ud Adnan---Sekilas pertanyaan itu terasa aneh. Adakah korelasinya, antara buzzer dengan radikalisme. Tapi mari kita cermati secara seksama. Terutama konten buzzer.
Konten para buzzer dewasa ini tidak hanya terpolarisasi pada dua kubu politik: membela atau mengkritik pemerintah. Tapi secara kejam menyasar agama. Terutama antara buzzer Kristen dan buzzer Islam. Sehingga di media sosial muncul istilah “radikalis Kristen vs radikalis Islam”.
BACA JUGA:
- Polda Jatim Kolaborasi dengan Ponpes Wali Barokah Bentengi Santri dari Pengaruh Radikalisme
- Densus 88 Gelar Sosialisasi Kebangsaan di Lamongan
- Peringati Dhammasanti Waisak 2568 BE, Pj. Gubernur Adhy Ajak Umat Buddha Perkuat Moderasi
- Dharma Santi Nyepi 1946 Saka, Bupati Kediri Fasilitasi Kebutuhan Umat Hindu
Mereka tiap hari saling umpat. Konten mereka bukan saja tidak beretika, tapi sangat keji. Parahnya lagi, mereka mencela secara membabi buta. Contoh, artikel soal wanita Islam yang tak ada hubungan dengan agama lain – karena pembahasan internal– tapi dihujat habis-habisan. Mereka melecehkan poligami dan seterusnya.
Karena itu tak aneh, jika muncul kasus Appolinaris Darmawan yang puluhan tahun memprovokasi dan menghina Islam. Di media sosial banyak sekali ‘Appolinaris-Appolinaris’ lain dengan penuh kebencian menyebar narasi Islam agama sesat dan kadrun (kadal gurun).
Begitu juga sebaliknya. Agama Kristen disebut agama tiang jemuran dan agama tak masuk akal. Kristen agama tak berdaya karena tuhannya digantung. Apalagi jika muncul peristiwa pendeta atau pastor terlibat hubungan seks seperti kasus di Surabaya. Marak sekali umpatan kepada agama Kristen seperti: dasar agama sesat, agama menyalahi kodrat. Nikah dilarang, tapi memperkosa.
Hujatan-hujatan seperti ini terus berlangsung. Sehingga - diakui atau tidak - mempengaruhi alam bawah sadar kita, seolah menghujat itu lumrah.
Konsekuensinya, kohesivitas sosial dan solidaritas sosial makin terganggu. Bahkan para tokoh agama yang semula sangat toleran pun mulai tersinggung. Bagaimana tak tersinggung, jika Nabi Muhammad yang berakhlak mulia dan agung, tiap hari dilecehkan sebagai pedofil. Bagaimana tak tersinggung, jika Yesus yang oleh umat kristiani dihormati, disebut porno, hanya pakai celana dalam. Anak tuhan tak berdaya bergelantungan di tiang salib.
Nah, pada titik inilah kerukunan antarumat beragama yang semula dibangun dengan susah payah kini tampak memudar. Apalagi lembaga-lembaga formal seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang dulu didirikan pemerintah kini sudah tak populer. Polarisasi sosial makin menajam. Bahkan solidalitas dan kohesitas sosial ambyar.
Konsekuensinya, muncul perasaan survival struggle di masing-masing pihak, diakui atau tidak. Muncul sikap dendam, dirasakan atau tidak. Bahkan juga muncul benih-benih radikalisme, termasuk di kalangan penganut agama yang moderat dan toleran sekalipun.