Penangkal Infeksi Ginjal dari Mahasiswa Ubaya | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Penangkal Infeksi Ginjal dari Mahasiswa Ubaya

Kamis, 01 Oktober 2015 01:37 WIB

Lidya Karina saat menjelaskan penangkal infeksi ginjal. foto: devi fitri/BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSANOLINE.com - Lidya Karina, Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya) menciptakan panduan penangkal infeksi ginjal akut ketika sang pasien berada di Intensive Care Unit (ICU) dengan terapi cuci darah. Panduan ini ditujukan bagi para pekerja farmasis di rumah sakit, ketika pemberian obat pencegah infeksi ketika pasien membutuhkan terapi cuci darah.

"Ide awal bermula dari banyak temuan pasien di Intensive Care Unit (ICU) yang sedang menjalani terapi cuci darah terkena infeksi. Biasanya Pasien di ICU mengalami kondisi kritis dan seperti gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut merupakan kondisi dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara mendadak," terang Lidya kepada saat di temui di gedung International Village Kampus Ubaya Tenggilis. Rabu (30/9/2015).

Untuk membantu ginjal melakukan tugasnya kembali, maka dibutuhkanlah alat bantu dari luar tubuh untuk membersihkan racun atau obat yang telah menumpuk pada tubuh manusia. Pada pasien ICU yang kondisinya kritis dan cenderung tidak stabil dibutuhkan cuci darah dengan waktu pencucian yang lebih panjang. Metode ini disebut cuci darah 24 jam atau dalam istilah lain Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT).

"Di sisi lain, daya tahan tubuh pada pasien di ICU yang mengalami kondisi kritis sangatlah lemah. Kondisi ini menyebabkan pasien ICU rentan terserang oleh kuman-kuman dari lingkungan rumah sakit yang umumnya kebal dan tidak bisa dilawan dengan terapi antibiotika biasa. Untuk melawan kuman-kuman bandel tersebut biasanya dokter harus meresepkan antibiotika yang lebih kuat yang disebut Vancomycin," ujar wisudawan dengan IPK 3,944 dan berpredikat cumlaude ini.

Ia melanjutkan, Sayangnya saat ini badan pengendali infeksi dunia yang disebut CDC melaporkan bahwa sudah ada kuman-kuman yang bisa mengalahkan vancomycin dan menyebabkan kegagalan terapi vancomycin.

"Setelah diteliti lebih lanjut ternyata penyebab kegagalan tersebut adalah jumlah vancomycin yang kurang ketika untuk melawan bakteri dalam tubuh. Dalam Hal ini dapat mengakibatkan pasien yang menggunakan cuci darah 24 jam atau CRRT dapat terjangkit infeksi," lanjutnya.

Pada pasien yang menggunakan cuci darah 24 jam atau CRRT, pembersihan vancomycin dari dalam tubuh tidak hanya dilakukan oleh ginjal saja namun juga oleh alat cuci darah.

Peningkatan jumlah vancomycin yang terbuang dari tubuh menyebabkan penurunan jumlah vancomycin yang bisa melawan kuman dalam tubuh. Oleh sebab itu menurut gadis yang genap berusia 23 tahun ini perlu dilakukan penyesuaian jumlah atau dosis vancomycin yang diberikan pada pasien yang mengalami cuci darah.

Selama ini dokter di rumah sakit memang sudah mengacu pada literatur dan pengalaman klinis, namun dengan dilaporkannya banyaknya kegagalan terapi vancomycin oleh badan pengendali infeksi dunia maka dibutuhkan penelitian untuk menentukan dosis yang tepat dan waktu yang tepat untuk pemantauan jumlah obat dalam darah.

“Obat yang sudah masuk ke pasien harus terus dipantau. Hasil pantauan ini untuk melihat apakah jumlah vancomycin dalam darah sudah cukup untuk melawan kuman,” ungkap putri tunggal pasangan alm Agus Jaya Kartawibawa dan Lilis Suryani ini.

Untuk mendapatkan formula pemberian vancomycin, Lidya Karina terbang ke Negeri Kincir, Belanda. Selama 5 bulan, pada bulan Februari – July 2015 silam di University of Groningen, Lidya melakukan penelitian.

Pada penelitiannya ini, penentuan dosis vancomycin dan waktu pemantauan vancomycin di dalam darah dilakukan dengan pendekatan farmakokinetika (perjalanan obat dalam tubuh termasuk pembuangan oleh ginjal dan alat cuci darah) populasi.

Data sejumlah pasien dimasukkan ke dalam software yang mampu melakukan simulasi untuk dapat mempredikisi profil farmakokinetika vancomycin pada populasi. Software yang digunakan Lidya sementara waktu tidak ada di Indonesia.

Dari keluaran data yang telah dimasukkan di software berupa profil. Profil yang didapat tersebut digunakan untuk menentukan dosis yang tepat dan waktu pemantauan kadar vancomycin. Hasil penelitian ini dilaporkan dalam bentuk skema dosis dan waktu pemantauan vancomycin.

“Harapan saya dengan adanya panduan ini menjadi salah satu wujud nyata kontribusi farmasi klinis dan apoteker di bidang kesehatan, yaitu dalam membantu optimalisasi terapi antibiotika Vancomycin pada pasien ICU yang mengalami gagal ginjal akut dan membutuhkan cuci darah 24 jam,” tandasnya. (sby2/rev)

 

 Tag:   Kesehatan ubaya

Berita Terkait

Bangsaonline Video