Warga Eks Gafatar Cemas Hartanya, DPR Panggil Kapolri | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Warga Eks Gafatar Cemas Hartanya, DPR Panggil Kapolri

Sabtu, 23 Januari 2016 23:40 WIB

SEMENTARA: Seorang bocah eks Gafatar asal Jawa Timur tampak bermain-main di penampungan sementara Asrama Transito Distranpenduk Jawa Timur, di Jalan Margorejo, Surabaya, Sabtu (23/1). foto: ANTARA

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Warga eks pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) asal Jawa Timur mengaku cemas dengan nasib harta benda mereka di Menpawah, Kalimantan Barat. Mereka meminta pemerintah untuk bisa mengembalikan harta yang mereka tinggal mengungsi karena kamp mereka dibakar.

Diketahui, sebanyak 389 warga eks Gafatar asal Jawa Timur itu, kini ditampung sementara di Asmara Transito Dinas Transmigrasi dan Kependudukan Jawa Timur, di Jalan Margorejo Nomor 7 Surabaya, setelah mereka dipulangkan melalui Pontianak dan tiba di Bandara Juanda, Sidoarjo, Sabtu (23/1) pukul 04.01 WIB.

Kecemasan soal harta bendanya itu mereka ungkapkan kala mereka disambangi Gubernur Jatim H Soekarwo (Pakde Karwo), pukul 08.10 WIB. Kala diberi kesempatan bertanya, seorang lelaki bernama Imam Mansyur, mengaku asal Surabaya, berdiri. Mendekat ke Pakde Karwo dan meminta pemerintah juga memikirkan harta benda mereka di Kalimantan bisa kembali ke tangan mereka.

"Saya usul, bagaimana caranya kendaraan para saudara-saudara saya ini, ada sepeda motor juga mobil bisa kembali, tolong saya diberi jawaban secepatnya," ucap lelaki tersebut disambut tepuk tangan dan teriakan menyetujui warga lainnya, yang duduk di lantai aula pertemuan.

"Durong-durong wes mekso (belum-belum sudah memaksa). Pemerintah tahu, pokok'e sak iki wareg disek lan sing penting atine ditoto sek (Pemerintah tahu, pokoknya sekarang kenyang dulu, dan yang penting hatinya ditata dulu)," jawab Pakde Karwo menimpali.

Yang penting, dia melanjutkan, semua bisa sampai di Surabaya dengan selamat. Dia juga mempersilahkan para warga eks Gafatar beristirahat. "Silakan merenung, pemerintah pasti akan bantu, dan sampeyan semua yakin dan harus berubah. Biar ketemu jalan keluarnya," tutur Pakde Karwo.

Selanjutnya, secara simbolis, Soekarwo memberikan bantuan dari provinsi berupa uang tunai, kepada semua warga dari Kalimantan ini. "Ini sekadar untuk pegangan dulu, Rp 500 ribu per keluarga. Selanjutnya, kita akan lakukan yang terbaik untuk bapak-ibu sekalian," katanya.

Pakde Karwo mengatakan, mengatakan, semua harus sabar dan berpikir untuk jalan keluarnya. "Ayo, semuanya kita berpikir kenapa seperti ini, ayo kita cari jalan keluar. Yakinlah pemerintah akan membantu. Kemudian kalau ada yang usul, silakan," kata Soekarwo mengawali pembicaraan.

Selanjutnya, secara simbolis, Soekarwo memberikan bantuan dari provinsi berupa uang tunai, kepada semua warga dari Kalimantan ini. "Ini sekadar untuk pegangan dulu, Rp500 ribu per keluarga. Selanjutnya, kita akan lakukan yang terbaik untuk bapak-ibu sekalian," katanya.

Hal senada dikatakan Fatkhul Koir Ham, 36, salah satu warga eks pengikut Gafatar, mengatakan saat ini tidak memiliki apa-apa lagi. Tanah dan lahan yang ada di desa asalnya di Desa Dalegan, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, telah dijual. Praktis mereka tak memiliki apapun saat kembali ke Surabaya.

"Mau tahu uang saya, Mas? Ini cuma ada Rp17 ribu," kata Fatkhul sambil menunjukkan isi dompetnya dikutip dari metrotvnews.com, di asrama Transito, Disnakertransduk, Surabaya, Sabtu (23/1).

Fatkhul mengatakan, saat hendak berangkat ke Kalimantan, rumah dan tanahnya di desa telah dijual. Itu pun aset yang dijual milik orang tua. Hasil jual aset itu kemudian dibagi dengan saudara-saudaranya. Lalu dibuat untuk bekal ke Kalimantan.

Menurut Fatkhul, dirinya di Kalimantan telah membeli tanah dengan warga lainnya. Tanah seluas 43 hektare dibeli dengan uang hasil iuran bersama warga lain. Selanjutnya, lahan tersebut digarap bersama dan hasilnya juga dinikmati bersama.

"Saya lupa berapa anggotanya satu kelompok. Tapi, yang pasti tanah itu resmi kami beli dan ada sertifikatnya. Kami meminta pemerintah mengganti lahan kami yang ada di sana," kata bapak satu anak ini.

Pakde Karwo menambahkan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur siap mengarahkan mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) untuk kembali ke ajaran yang benar, dan tidak ada cap sebagai organisasi radikal yang harus dimusuhi. "Ini kewajiban kita bersama untuk membawa ke ajaran mereka masing-masing secara benar, dan tidak memusuhi," kata Pakde Karwo.

Terkait itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur membentuk tim untuk menyadarkan dan mengajak ke ajaran yang benar, terdiri atas Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, tokoh agama, serta sejumlah pihak terkait.Soekarwo mengakui, tidak mudah melakukan itu (penyadaran untuk kembali ke jalan yang benar), ?tetapi itu harus dilakukan. Karena, mereka juga bagian dari warga negara Indonesia.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Pemprov Jawa Timur, hingga saat ini, di penampungan, ada sebanyak 387 orang mantan Gafatar yang diungsikan.

Mereka berasal dari berbagai kota/kabupaten di Jawa Timur, yakni Kota Surabaya, Kabupaten Blitar, Gresik, Jombang, Jember, Kediri, Lamongan, Malang, Madiun, Magetan, Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo, Trenggalek, Ponorogo, dan Pacitan. "Jumlah tersebut terdiri atas 114 perempuan, 90 orang laki-laki, anak-anak ada 151, serta 32 bayi," kata Soekarwo.

Terpisah Komisi III DPR bakal memanggil Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti untuk membicarakan seputar pembubaran kelompok Gafatar) di Kalimantan Barat, pada Senin 25 Januari 2016.

“Rapat kerja dengan polri, dan di dalam itu sejumlah isu akan kita angkat di antaranya kami akan mempertanyakan soal Gafatar ini. Karena bagi kami ini sangat misterius, selain masalah-masalah lain. Kenapa Gafatar ini kalau memang betul setelah bertahun-tahun sekarang baru diidentifikasi sebagai sebuah aliran kepercayaan yang sesat, kenapa tidak sebelum-sebelumnya?” kata Anggota Komisi III Teuku Taufiq Hadi dalam sebuah diskusi di Bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1) okezone.com.

Selain itu, hal yang tak kalah penting untuk dikonfirmasi adalah seputar pengamanan pihak kepolisian yang lengang sehingga tindakan semacam itu terjadi. “Kami ingin mempertanyakan kepada pihak kepolisian apakah di sini pihak kepolisian ada faktor lalai, di dalam konteks mengamankan warga masyarakat sehingga terjadi kekerasan seperti yang terjadi di kemarin di Kalbar,” ujarnya.

Tak menutup kemungkinan, sambung Taufiq, untuk memanggil pihak-pihak lain khususnya organisasi masyarakat Islam dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dimintai pandangan. Berbagai pandangan dari banyak sudut pandang ini yang akan menjadi pertimbangan DPR dalam menyikapi dan merekomendasikan kepada pemerintah terhadap persoalan tersebut.

Sebelumnya, Selasa, 19 Januari 2016 lalu, massa membakar pemukiman warga eks Gafatar seluas 43 hektar di Moton Panjang, Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Akibatnya, kurang lebih 796 warga eks Gafatar dievakuasi Pemerintah Daerah setempat dan kini telah dipulangkan ke daerah masing-masing. (yul/dtc/mtrv/mer/rev)

 

 Tag:   gafatar

Berita Terkait

Bangsaonline Video