Warga Amerika Kulit Putih Rasialis, Inilah Alasan Muhammad Ali Masuk Islam | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Warga Amerika Kulit Putih Rasialis, Inilah Alasan Muhammad Ali Masuk Islam

Wartawan: -
Minggu, 05 Juni 2016 20:09 WIB

Muhammad Ali bersama dengan kedua putrinya Laila dan Hana saat berada di sebuah hotel di London, 19 Desember 1978. Mandatory Credit: Action Images / MSI/File Photo/tempo

Kemudian di Miami (pada tahun 1961), ketika saya latihan, saya bertemu dengan pengikut Elijah Muhammad bernama Kapten Sam. Ia mengundang saya ke pertemuan, dan setelah itu hidup saya berubah. Selama tiga tahun, sampai saya bertarung melawan Sonny Liston, saya sering menyelinap ke pertemuan Nation of lewat pintu belakang. Saya tak mau orang tahu bahwa saya di sana. Saya takut bila mereka tahu. Bisa-bisa saya tak diizinkan bertarung untuk merebut gelar juara. Belakangan saya belajar berani berdiri di atas keyakinan saya sendiri.

Waktu itu keyakinan saya telah berubah. Saya tidak percaya pada Tuan Yakub dan pesawat ruang angkasa lagi. Nurani dan jiwa tidak berwarna. Saya tahu itu juga. Elijah Muhammad orang baik, meskipun ia bukan utusan Tuhan, kami anggap ia seorang utusan. Jika kamu lihat persoalan kelompok kami saat itu, kebanyakan dari kami tidak punya rasa percaya diri. Kami tidak punya bank dan toko. Kami tidak punya apa-apa meski telah tinggal di Amerika ratusan tahun. Elijah mencoba mengangkat kami dari got.

Ia mengajari orang berpakaian yang pantas, hingga tidak kelihatan seperti pelacur atau germo. Ia mengajari cara makan yang baik, dan bagaimana menjauhi alkohol dan obat bius. Saya rasa ia salah ketika bicara tentang iblis putih, tapi sebagian yang dilakukannya membuat kami merasa nyaman sebagai kulit hitam. Jadi, saya tak menyesali yang saya yakini sekarang ini. Saya lebih bijaksana kini, tapi juga banyak orang lain."

Selama tahun 1961, Kapten Sam Saxon menjadi pemain tetap di tempat latihan Fifth Street. Ia tampak mendampingi Clay dalam perjalanan ke luar kota. Kemudian, awal tahun 1962, Jeremiah Shabazz menyediakan koki muslim untuk memastikan bahwa makanan si pe sesuai dengan aturan makan Nation of . Di penghujung tahun itu, tanpa diketahui oleh pers, untuk pertama kalinya Clay pergi dari Miami ke Detroit untuk mendengarkan pidato Elijah Muhammad dalam sebuah pertemuan massa. Perjalanan itu bertambah penting karena di Detroit Clay bertemu dengan Malcolm X.

***

Sebelum 25 Februari 1964, tampaknya hampir segala yang dilakukan Cassius Clay sesuai dengan konteks membangun nilai-nilai kulit putih. Ia bukan kulit putih, tapi ia "yang terbaik setelah itu". Tinggi, ganteng, jenaka, menarik: seorang pemuda baik-baik yang punya ambisi kuat dalam hidupnya untuk menjadi orang kaya dan juara kelas berat dunia. Beberapa orang menduga jika Clay melihat wajahnya sendiri di kaca ia akan bergumam "I'm so pretty," seperti syair permulaan sebuah lagu yang temanya adalah "hitam itu indah". Memang, pada awal Maret 1963, majalah Ebony menyatakan bahwa "Cassius Marcellus Clay adalah sebuah ledakan kebanggaan rasial. Dia adalah kebanggaan itu sendiri yang tak pernah mengenakan topeng kulit yang diputihkan dan rambut palsu. Kebanggaan yang hangus oleh kenangan berjuta anak-anak berwarna."

Namun, Ebony adalah majalah orang kulit hitam dengan pembaca terbatas, dan pendapatnya segera tenggelam dari cakrawala Amerika. Bagi orang Amerika kulit putih, Clay bagaikan mainan yang agaknya bisa diapkir segera setelah nilai hiburannya memudar. Tapi kemudian persoalan mulai menjadi rumit. Suatu pagi, setelah kemenangannya melawan Sonny Liston, juara baru itu muncul di konperensi pers di pantai Miami.

Ya, ia gembira menjadi juara kelas berat. Tapi tidak, ia tidak terkejut muncul sebagai pemenang. Ia mencundangi Liston semata karena ia pe yang lebih baik. Untuk pertama kali dalam sejarahnya sebagai pe, suaranya melunak. "Saya akan berterus terang," katanya pada pendengarnya. "Yang harus saya lakukan adalah menjadi seorang lelaki baik yang bersih." Kemudian muncul pertanyaan ini: "Apakah Anda pemegang kartu anggota Black Muslims?"

"Pemegang kartu? Apa maksudnya?" sahut Clay. "Saya percaya pada Allah dan perdamaian. Saya tidak mencoba melangkah masuk ke rumah tetangga yang kulit putih. Saya tidak ingin kawin dengan wanita kulit putih. Saya dibaptis ketika berumur 12 tahun, tapi saya tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Saya bukan Kristen lagi. Saya tahu ke mana tujuan saya, dan saya tahu kebenaran, dan saya tidak harus menjadi seperti yang kalian inginkan. Saya bebas melakukan yang saya kehendaki."

Pernyataan tegas itu sempat membuat orang bungkam. Tapi tampaknya pernyataan itu masih meragukan bagi sementara orang. Maka, pagi berikutnya, di pertemuan pers kedua, Clay berpidato, berusaha menghilangkan keraguan itu: "Sebutan Black Muslims itu datang dari pers. Itu bukan nama yang sah. Nama yang betul adalah . artinya damai. adalah agama, dan 750 juta orang pemeluknya di seluruh dunia. Saya adalah salah satu di antara mereka. Saya bukan seorang Kristen. Saya tidak bisa menjadi Kristen, jika melihat semua orang kulit berwarna yang berjuang untuk menggalang persatuan akhirnya hancur lebur.

Mereka dilempari batu dan digigiti anjing. Gereja mereka diledakkan, dan pelakunya tidak pernah ditemukan. Saya ditelepon setiap hari. Mereka menginginkan saya memberi isyarat. Mereka menginginkan saya masuk ke garis depan. Mereka mengatakan supaya saya mengawini perempuan kulit putih untuk menggalang persaudaraan. Saya tak mau dihancurkan. Saya tak mau hanyut dalam selokan kotor.

Saya hanya ingin bahagia menurut cara saya sendiri. Orang mencap kami sebagai kelompok yang dibenci. Mereka mengatakan kami mau mengambil alih negeri. Mereka mengatakan kami komunis. Itu tidak betul. Pengikut-pengikut Allah adalah orang terbaik di dunia. Mereka tidak membawa-bawa pisau. Mereka tidak memikul senjata. Mereka salat lima kali sehari. Wanita-wanitanya berpakaian yang menutup sampai menyapu lantai dan mereka tidak berzinah. Yang mereka inginkan hanya hidup dalam damai."

Sumber: Tempo edisi 1 Agustus 1992

 

sumber : Tempo edisi 1 Agustus 1992

Berita Terkait

Bangsaonline Video