​Di Jepang Adzan Tak Boleh Terdengar di Luar Masjid, Kiai Cholil Nafis Jadi Khatib Salat Id | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Di Jepang Adzan Tak Boleh Terdengar di Luar Masjid, Kiai Cholil Nafis Jadi Khatib Salat Id

Selasa, 05 Juli 2016 21:50 WIB

KH Cholil Nafis bersama warga Indonesia di Jepang dengan latar belakang pembangunan Masjid Indonesia di Jepang. Foto: istimewa

TOKYO, BANGSAONLINE.com - Intelektual muda NU KH Cholil Nafis yang kini berada di Tokyo untuk menjadi narasumber kajian tematik sekaligus jadi imam dan khatib salat Idul Fitri kembali melaporkan seputar kehidupan keagamaan di . Dosen ekonomi syariah UI ini banyak menginformasikan kebiasaaan unik orang yang tak suka bising sehingga adzan pun tak boleh terdengar di luar masjid. Inilah laporannya secara lengkap:

Selama beberapa hari saya berada di Tokyo tak pernah mendengar suara adzan melalui pengeras suara di tempat umum. Maklum, Pemerintah tidak memiliki masjid resmi milik Negara. Di samping itu orang paling tidak suka dengan suara keras dan berisik. Tak segan-segan orang melaporkan tetangganya kepada polisi karena suara gaduh atau suara anak yang berisik. Bahkan jalanan tol yang berpotensi bising dengan suara kendaraan diberi benteng kedap suara. Masyarakat senang hidup dalam suasana sepi dan hening.

Adzan di masjid warga muslim asing dan beberapa musalla hanya didengar oleh jamaah yang ada dalam masjid dan tak terdengar di luar. Hal ini demi menjaga suasana nyaman bertetangga. Maklum, masyarakat mayoritas non muslim sehingga merasa asing dengan suara adzan. di umumnya dianut oleh orang Turki, Arab, Melayu, dan Indonesia yang melakukan studi atau bekerja di .

Hubungan dengan masih terbilang belia jika dibandingkan dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Hubungan antara agama dengan hanya diketahui dari hubungan tersembunyi antara penduduk-penduduk dengan orang-orang Muslim dari negara lain sebelum tahun 1868. Agama diketahui untuk kali pertama oleh penduduk pada tahun 1877 sebagai pemikiran agama. Pada sekitar tahun itu, kehidupan Nabi Muhammad diterjemahkan dalam bahasa .

Dua orang Muslim pertama yang diketahui ialah Mitsutaro Takaoka yang memeluk pada tahun 1909 dan mengganti nama menjadi Omar Yamaoka setelah menunaikan haji, dan Bumpachiro Ariga yang pada tahun yang sama pergi ke India untuk berdagang yang kemudian memeluk . Sampai sekarang populasi umat muslim tidak banyak di .

Manurut data statistik, sekitar 80% dari jumlah penduduk penganut Shinto. Sedangkan penduduk muslim di hanya 0,095%, terdiri dari para pelajar dan berbagai jenis pekerjaan di kota-kota besar.

Masjid Muslim Kobe adalah masjid pertama di yang pembangunannya didanai oleh sumbangan dari Komite Kobe sejak tahun 1928 dan diresmikan pada tahun 1935. Masjid ini terletak di distrik Kitano, Kobe. Arsitekturnya dibangun dalam gaya Turki tradisional oleh arsitek Ceko Jan Josef Švagr (1885-1969), seorang arsitek yang juga membangun sejumlah bangunan peribadatan Barat di seluruh .

Masjid ini pernah ditutup oleh Angkatan Laut Kekaisaran pada tahun 1943, tetapi sekarang sudah aktif dipakai kembali sebagai masjid. Karena memiliki ruang bawah tanah dan struktur bangunan yang kuat, masjid ini selamat dari bencana gempa bumi besar Hanshin pada tahun 1995.

Ada juga masjid terbesar di pusat kota , yaitu Tokyo Camii. Masjid ini dibangun dengan gaya Ottoman bernuansa modern yang mengesankan. Arsitekturnya mirip Masjid Biru yang tersohor di Istambul karena material Masjid Camii memang didatangkan langsung dari Turki. Sekitar seratus pengrajin Turki bekerja selama satu tahun untuk membangun lantai dua masjid sedangkan pusat budaya terletak di lantai bawah. Bangunan ini adalah sebuah karya seni yang mempunyai pesona menakjubkan sebagai tempat suci.

Umat muslim Indonesia yang tinggal di Tokyo baru memulai membangun masjid sebagai sarana ibada umat muslim Indonesia yang jumlahnya sekitar tiga puluh ribu orang di dan sekitar sepuluh ribu tinggal di Tokyo. Selama ini kegiatan sosial keagamaan warga Indonesia di Tokyo dilakukan di Balai Indonesia yang tak banyak menampung jamaah. Bahkan saat salat Idul Fitri atau Idul Adha pun dilakukan dengan dua gelombang.

Idul Fitri tahun 1437 H ini saya menjadi Imam dan Khatib di gelombang pertama.
Pembangunan Masjid Indonesia Tokyo sejak lama direncanakan, namun baru bisa direalisasikan tahun lalu dan mulai peletakan batu pertama pertanda mulai dibangunnya masjid pada bulan Ramadan 1437 H ini. Desain bangunan dan proses izin mendirikan bangunan memakan waktu satu tahun.

Desain bangunan tidak boleh mengganggu tetangga, baik dari aspek desain atau jarak antar bangunan. Bangunan harus ada jarak agar tidak sulit untuk mengatasi jika terjadi kecelakaan atau kebakaran. Saat dilakukan pembangunan pun akan dikontrol tiga kali oleh pihak berwenang untuk memastikan kesesuaian pembangunan dengan desainnya.

Masjid Indonesia Tokyo akan dibangun di atas tanah seluas dua ratus meter milik Pemerintah Indonesia dan berlantai tiga. Masjid ini akan menampung sekitar delapan ratus Jemaah. Bahkan jika dipakai dengan halamannya akan bisa menampung seribu lebih jamaah salat. Bangunan masjid ini akan menyambung dengan Balai Indonesia yang berada disamping Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT).

Pembangunan Masjid Indonesia Tokyo akan menelan biaya sebesar 160.000.000 Yen setara dengan Rp 18 milyar. Pembangunan ini tetap dimulai meskipun dana yang terkumpul baru lima belas milyar. Insyaallah melalui tangan dermawan warga negara Indonesia masjid ini akan terus dibangun dan ditargetkan selesai pada 2016 ini.

Sebagai anak bangsa Indonesia, saya ikut bangga dengan gairah ke-islam-an saudara-saudara kita yang hidup di , khususnya di Tokyo. Mereka kompak dan guyub dalam wadah Keluarga Masyarakat Indonesia (KMII) . Mereka adalah motor seluruh kegiatan sosial keagamaan dan gotong royong di dan didukung oleh seluruh jajaran Kedutaan Besar Republik Indonesia () di Tokyo. Kita berdoa mudah-mudahan pembangunan Masjid Indonesia Tokyo berjalan lancar. Amin.  

 

 Tag:   Islam Jepang tokyo KBRI

Berita Terkait

Bangsaonline Video