KH Hasyim Muzadi: Demokrasi Bisa Berbelot Jadi Oligarki karena Kekuasaan dan Uang
Sabtu, 27 Agustus 2016 20:08 WIB
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KHA Hasyim Muzadi menegaskan bahwa Mukadimah UUD 1945 termasuk yang disepakati untuk tidak diamandemen pada tahun 2000-2002. Menurut dia, keutuhan Mukadimah UUD 1945 hakikatnya berisi Pancasila sekalipun pada format yang berbeda.
”Apabila Mukadimah UUD 1945 kita jadikan acuan dan tolak ukur proses dan produk berbangsa dan bernegara artinya kita harus kembali ke Pancasila,” kata Kiai Hasyim Muzadi dalam diskusi Kebangsaan: “Pembukaan UUD 45 Sebagai Rujukan dan Tolak Ukur Berbangsa dan Bernegara”. di Senayan Room, Sultan Residence, Jakarta, Jum’at (26/8).
BACA JUGA:
BPIP Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila di Pasuruan
Pjs Bupati Kediri Ingatkan ASN Jaga Netralitas di Pilkada 2024
Amanat Plt Bupati Lamongan di Peringatan Hari Kesaktian Pancasila
Pj Gubernur Jatim Ajak Teladani Nilai Pancasila Sebagai Semangat Wujudkan Indonesia Emas 2045
Selain Kiai Hasyim tampil juga Dr Taufik Abdullah, Hajriyanto Tohari, Romo Magnis Suseno, Dr. Yudi Latif, dan
Kiai Hasyim Muzadi mengingatkan bahwa Pancasila adalah sejumlah nilai dan tata nilai sebagai ideologi dan patokan berbangsa dan bernegara. Nilai dan tata nilai tersebut tidak mungkin tegak dengan sendirinya tanpa diwadahi oleh konstruksi UUD 1945.
”Apabila UUD 1945 membingkai secara utuh tata nilai Pancasila, maka Pancasila akan selamat dan berkembang. Namun, apabila bingkai konstruksti tersebut “bocor” maka akan terjadi bias dari Pancasila itu sendiri karena UUD 1945 sebagai konstruksi hukum masih harus dijabarkan secara implementatif dalam tingkat Undang-Undang dan tingkat tata laksana Undang-Undang tersebut yang diselenggarakan oleh eksekutif dan penyelenggara negara yang lain pada eselon di bawahnya. Maka apabila terjadi kebocoran tersebut sampai muara pelaksanaan di bawah akan menjadi lain,” tegasnya.
Menurut dia, UUD 1945 bukanlah UUD yang tidak bisa diamandemen. karena di dalam pasal UUD 1945 sendiri memuat kemungkinan amandemen. Masalah yang timbul adalah apakah amandemen tersebut dilakukan sebagai sesuatu yang sangat mendesak guna demokratisasi dan keterbukaan, ataukah amandemen tersebut lebih dari ukuran yang sekarang diperlukan oleh bangsa dan negara. Apabila hanya sekedar keperluan yang memang merupakan ‘kondisio sine quanon’ (yang darurat mendesak) maka adalah kewajaran. ”Namun, apabila perubahan termaksud melampaui kebutuhan yang sesungguhnya maka akan terjadi banyak ekses,” katanya.
Simak berita selengkapnya ...