Suhu Minus 55°C dan Frostbite Mengiringi Perjalanan Tim AIDeX Menuju Puncak Denali | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Suhu Minus 55°C dan Frostbite Mengiringi Perjalanan Tim AIDeX Menuju Puncak Denali

Wartawan: Yudi Arianto
Minggu, 18 Juni 2017 22:51 WIB

Yasak dan Roby saat berada di puncak Gunung Denali. foto: ist

Selama 39 menit, mereka habiskan waktu di puncak dengan mengibarkan bendera Merah Putih, Universitas Airlangga dan WANALA, serta bendera PT. PP Properti (Tbk) dan PT. Pegadaian Persero sebagai pendukung ekspedisi kali ini.

Sesaat setelah summit dan mengambil dokumentasi untuk mengabadikan momen secukupnya, ternyata keadaan semakin memburuk. Roby mengalami sesak nafas, sedangkan wajah dan hidungnya tampak menghitam. Demikian juga dengan Yasak jari-jemarinya sudah mati rasa, dan bagian hidung wajah serta pipinya juga menghitam.

Mereka segera melakukan perjalanan turun ke kamp 5 dengan memaksakan diri agar segera sampai pada titik untuk mendapatkan pertolongan, tepatnya pada pukul 14.44 (23.44 Waktu Alaska). Perjalanan menuju kamp 5 menghabiskan waktu 4 jam dengan kondisi rasa lunglai, lapar, tenaga yang sudah terkuras habis.

“Dalam catatan perjalanan summit, dari kamp 5 menuju puncak dan kembali ke kamp 5 standartnya 8 hingga 13 jam, namun tim menghabiskan waktu 16 jam, hal ini cukup lama,” terang Roby yang telah mengibarkan merah putih.

Pada waktu sampai di kamp 5, Faish sudah menunggu kedatangan mereka dengan minuman cokelat panas. Namun ketika Roby dan Yasak membuka sarung tangan yang tebalnya hampir 1 cm, betapa kaget dan shocknya jari mereka berwarna hitam kelam.

Ternyata keduanya terkena “Frostbite”, yang merupakan penyakit yang menyerang para pendaki gunung es di mana terdapat radang pada bagian anggota tubuh seperti hidung, telinga, pipi, jari kaki dan tangan. Roby terkena Frost Bite pada pada bagian pipi, namun yang paling parah adalah bagian tangan yang sudah berwarna hitam di jari kiri 1 dan kanan 2. Sedangkan yasak menerima Frost Bite pada pada pipi dan yang parah pada jari kiri 2 dan kanan 3. Tangan Yasak yang dapat difungsikan hanya jari telunjuk keduanya.

Mata Faish mulai berkaca-kaca melihat kondisi kedua rekannya. Tidak hanya rekan, namun sudah dianggap sebagai keluarganya. Dengan sigap Faish menyalakan api dengan nyala yang cukup besar, mengambil gergaji es, dan segera memotong es balok di bawah tenda kerucut untuk digunakan untuk dimasak. Dalam waktu 15-20 menit, es itu mencair. Faish kemudian mengambil handuk dan memasukkan handuk itu pada air mendidih. Air itu mendidih, namun karena suhu yang sudah minus, sampai tak terasa panasnya air itu. Handuk yang panas itu segera ia kompreskan pada jari Roby dan Yasak.

Malamnya Roby dan Yasak sempat berkomunikasi dengan Wahyu Nur Wahid selaku manajer Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) yang ada di Surabaya. Selama 5 menit komunikasi, tim di Base Camp Surabaya langsung sujud syukur begitu mendengar kabar mereka. Bahkan air mata sudah tidak bisa terbendung. Di ruang sekretariat WANALA Kampus C Universitas Airlangga di Surabaya, para anggota berkumpul pada ruangan kecil 3,5 meter x 5 meter sambil memanjatkan istighosah, surat yasin dan doa supaya tim dapat kembali dengan selamat.

16 Juni 2017 Waktu Indonesia, tim bergerak menuju kamp 4. Berdasarkan komunikasi, tim langsung turun menuju kamp 3 pada ketinggian 11.200 kaki atau 3.413 kaki. Namun berdasarkan pengamatan GPS (Global Positioning System), tim AIDeX berada di kamp 4. Yasak dan Roby menuju pos kesehatan yang disediakan oleh National Park Services (NPS). Hasil pemeriksaan,  bahwa mereka berdua harus segera dievakuasi, karena frostbitenya sudah cukup parah. Sekadar informasi, pada penderita frostbite akan mengalami gejala kulit dingin, terasa seperti menusuk-nusuk, sensasi kesemutan, mati rasa dan kulit kemerahan atau kehitaman serta memiliki potensi yang serius dan butuh beberapa minggu untuk pulih, di mana penderita dapat kehilangan kulit, jari, kaki, serta cacat.

Pada 17 Juni 2017 pada pukul 11.01 WIB, Yasak dan Roby dievakuasi menggunakan heli menuju basecamp terlebih dahulu dan dilanjutkan menuju Talkeetna (kota terdekat dari Denali National Park). Di Talkeetna mereka langsung disambut dengan ambulans dan dilarikan ke Rumah Sakit. Namun hari sudah berganti, dokter tidak ada di tempat, hanya bidan yang tersedia dan menyarankan untuk selalu menghangatkan jari jangan sampai rasa kedinginan hilang dan tidak lupa untuk terus membersihkan. Akhirnnya tim kembali ke penginapan dan disuruh untuk ke Rumah Sakit pada hari Senin esok.

Pada waktu yang sama, terdengar kabar bahwa terdapat tim yang mengirimkan sinyal SOS kepada Dinas Taman Nasional pada pukul 1 pagi waktu Alaska. Dari tiga orang yang berada di kamp 5 (17.200 kaki), satu orang dari rombongan yang akan turun tersebut roboh karena penyakit yang tidak diketahui. Dua relawan pendaki gunung NPS yang berada di kamp 5 tersebut langsung menuju ke tempat kejadian, namun pendaki tersebut diketahui sudah tidak sadarkan diri dan telah meninggal.

Pada waktu berbuka, tepatnya pukul 17.56 WIB, Roby mengabari tim yang berada di Surabaya dan menceritakan kronologi di atas dengan detail. Selang beberapa waktu, Yasak mengirimkan foto pengibaran bendera Merah Putih dan Almamater pada grup AIDeX. Sontak para anggota yang membaca membalas chat tersebut dengan bangga, haru, penuh kebanggaan dengan mereka.

Namun beberapa menit kemudian ada foto masuk yang tergambar dengan jelas jari jemari yang hitam kelam, membuat hati ini teririrs syahdu meneteskan air mata. Maulida Rahma Fitria satu-satunya perempuan di tim AIDeX ini sudah tidak dapat berkata apapun.

"Jika Diamputasi, Saya Sumbang Jari Saya"

Tiba-tiba masuk chat yang berbunyi “Yassakkk, Robby, saya bangga, bahagia, terharu. Demi melihat fotomu, saya bisa merasakan betapa berat perjuanganmu. Demi melihat fotomu, engkau telah menjelma menjadi Ronald Admunsen. Wajah-wajah yang terpapar angin beku yang mematikan tidak menyurutkan langkahmu. Demi meihat fotomu, air mata inipun tidak cukup menggambarkan beratnya perjuanganmu. Ya Allah Yang Maha Agung, kami mohon selamatkan adik-adik kami dan pulangkan ke dalam pelukan kami.” Pesan tersebut kiriman Gogor Waseso, salah satu tim yang mencetuskan Seven Summits dan tergabung dalam Ekspedisi Jaya Carztenz Universitas Airlangga pada tahun 1994.

Kemudian disusul Paulus memotivasi mereka “Yasak....Roby. Faishz.. jawab dengan lantang... TABAH SAMPAI AKHIR.. VIVA WANALA”. Kemudian Gogor menambahkan “Jika dimungkinkan harus dipotong, dan disambung, saya sumbang satu jari saya,” ujar Gogor yang bangga atas pengorbanan dengan ketiga atlet ini.

"Kami para Mahasiswa Pencinta Alam WANALA Universitas Airlangga berjuang dari 0 untuk mewujudkan mimpi mengibarkan bendera almamater dan sang saka Merah Putih di Denali. Mengorbankan kuliah kami, waktu kami, tenaga kami sahabat kami, bahkan keluarga kami. Selama 20 bulan, dari Oktober 2015 lalu demi, 1 bulan ini dari 16 Mei 2017 hingga 26 Juni 2017. Pemuda harus bisa membawa bangga keluarga, almamater dan bangsa. Pemuda harus bisa berkreasi. Hal yang tidak mungkin akan menjadi mungkin, jika engkau MUDA BERANI BERKARYA. Masih ingat pesan Bung Karno “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. VIVA WANALA, TABAH SAMPAI AKHIR".

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video