LBH Ansor Desak Polisi Hentikan Kasus Dugaan Pemerasan di Buduran
Editor: Revol Afkar
Wartawan: Catur Andy
Jumat, 13 April 2018 00:18 WIB
PASURUAN, BANGSAONLINE.com - LBH Ansor Jawa Timur mendesak penyidik Polsek Buduran segera menghentikan kasus dugaan pemerasan oleh Holi alias Darul Ismawan, Ainur Rozi, Wahyudi Purnomo, dan Abdul muin, semua warga Banjarsari, Kecamatan Buduran, Sidoarjo.
Alasannya, unsur pidana dalam perkara tersebut sangat lemah. Serta, ditemukan banyak kejanggalan dalam proses penanganan perkaranya.
BACA JUGA:
Kuatkan Sinergitas, Polresta Sidoarjo Beri Kejutan Bawa Tumpeng dan Kue untuk HUT TNI Ke-79
Kampanyekan Pilkada Damai, Polresta Sidoarjo Sebar Imbauan Anti-Hoaks
Pria Asal Bogor Dicokok Polisi di Sidoarjo Usai Pekerjakan 4 Anak di Bawah Umur sebagai PSK
Modal Pistol Mainan, 4 Pria di Sidoarjo Pura-Pura Jadi Polisi Peras Pemakai Sabu
"Mereka yang dijadikan tersangka itu adalah warga yang sedang menagih janji, berdasar kesepakatan dengan pihak pengembang. Semacam aksi demo," kata Muhammad Ja'far Shodiq, Sekretaris LBH Ansor Jawa Timur, Kamis (12/4).
Sehingga, menurut Ja'far Shodiq, unsur pidana pemerasan seperti yang disangkakan dirasa sangat lemah. "Kami mendesak polisi segera terbitkan SP3 (surat perintah penghentian perkara) atas kasus ini. Kami juga sedang menyiapkan beberapa berkas untuk bertemu dengan Kapolres Sidoarjo terkait ini," cetusnya
Selain meminta agar kasus dugaan pemerasan itu di-SP3, pihaknya juga mendesak Polres Sidoarjo mengusut tuntas kejanggalan-kejanggalan dalam perkara yang sedang ramai diperbincangkan di kalangan warga Nahdlatul Ulama tersebut.
Seperti tidak didampinginya tersangka oleh penasehat hukum, meninggalnya satu tersangka setelah ditahan, dan sebagainya. "Kami menolak BAP-nya. Para tersangka dijerat ancaman hukuman di atas lima tahun tapi tidak didampingi penasehat hukum selama prosesnya. Terkait kematian satu tersangka, juga kami mendesak supaya diusut tuntas," tandas Ja'far.
Dan satu persoalan lagi, adanya dugaan gratifikasi karena uang kompensasi dari perusahaan diterimakan ke kepala desa. "Itu hak warga, dan berdasar kesepakatan. Harusnya kan langsung diserahkan ke warga karena kepala desa tidak boleh menerima itu," lanjut dia.
Simak berita selengkapnya ...