Tujuh Jam Menkopolhukam Diperiksa KPK Terkait Jero Wacik
Selasa, 16 September 2014 23:20 WIB
"Saya belum tahu. Saya belum dengar. Sekarang kan enggak pakai izin. Tapi kalau beri tahu secara pribadi mungkin iya, tapi itu biasalah," ujar Dipo di kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa, (16/9).
Djoko diperiksa KPK dalam kasus dugaan pemerasan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang menjerat Menteri ESDM Jero Wacik. Ia diperiksa sebagai saksi.
Dipo mengaku pihaknya juga tak kaitan Djoko hingga dipanggil dalam kasus tersebut. "Saya juga enggak tahu terkait apa. Kalau dipanggil ya siapa aja ada kepentingan penjelasan hukum, saya kira baik-baik saja. Enggak ada masalah," tegas Dipo.
Sementara Triesnawati Wacik terlihat kurang kooperatif usai
diperiksa penyidik KPK sebagai saksi atas kasus yang menjeratnya suaminya,
mantan Menteri ESDM Jero Wacik.
Dia tak mau berspekulasi lebih lebar mengenai pemeriksaannya. Triesnawati hanya
mengatakan, pemeriksaannya cuma berkutat pada perkara pemerasan yang dilakukan
suaminya.
"Saya memenuhi panggilan KPK, untuk bersaksi atas perkara suami. Saya
sudah menjawab semua pertanyaan KPK. Semoga berguna untuk pemeriksaan dan
status hukum suami saya," singkat dia (Selasa, 16/9).
Triesna membantah dirinya tahu soal kemana aliran dana adanya aliran uang yang
dilakukan Jero Wacik terkait Dana Operasional Menteri (DOM).
"Saya rasa lebih baik ditanyakan ke KPK, karena bukan wewenang saya
publikasikan jawaban," terangnya.
Status tersangka, disandang Jero Wacik atas dugaan perkara pemerasan di
Kementerian ESDM. KPK menganggap Jero melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal
23 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20
tahun 2000 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHPidana.
Adapun modus pemerasan yang dilakukan Jero, yakni dilatari dengan unsur
penggelembungan Dana Operasional Menteri (DOM) di Kementerian ESDM. Sebab
Kementerian yang dipimpinnya itu, memerlukan dana operasional lebih besar dari
anggaran yang ditentukan.
Salah satunya dengan mengadakan rapat-rapat fiktif. Adapun nilai uang yang
diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi, yakni mencapai Rp 9,9 miliar.