​Rencana Penghapusan UN Tahun 2021 Dapat Respon Positif di Pamekasan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Rencana Penghapusan UN Tahun 2021 Dapat Respon Positif di Pamekasan

Editor: Yudi Arianto
Wartawan: Yeyen
Kamis, 12 Desember 2019 23:22 WIB

Chandra Kirana saat bersama murid-muridnya.

PAMEKASAN, BANGSAONLINE.com - Rencana Penghapusan Ujian Nasional (UN) di tahun 2021 oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia (Mendikbud), Nadiem Makarim mendapat respon positif dari dari para wali murid dan perwakilan guru dan wali murid di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Seperti yang diungkapkan Hamimah, Wali Murid salah satu siswa yang sekolah di SMKN 3 Pamekasan. Menurutnya, pemerataan pendidikan di semua wilayah belum tentu sama. Sehingga tidak adil kalau penilaian akhir siswa dibebankan ke nilai UN tanpa mempertimbangkan hasil belajar selama tiga tahun.

"Secara pribadi saya setuju kalau UN itu dihapuskan karena di Indonesia kan pendidikan belum merata, apalagi di daerah pedalaman dan pelosok desa," katanya, Kamis (12/12).

"Jadi, menurut saya harus ada pembaharuan, gimana caranya agar siswa berkualitas ketika lulus dari sekolahnya," tutur ibu dua anak tersebut.

Senada, Chandra Kirana, salah satu Guru MAN 2 Pamekasan juga mengatakan sangat setuju apabila UN tahun 2021 dihapus. Menurutnya rencana penghapusan itu, juga termasuk mimpinya sejak ia baru menjadi guru.

"Mempersiapkan pelaksanaan UN itu ruwet, mulai adanya permasalahan karena soal yang sama, soal ada 2 jenis, ada 5 jenis tiap kelas, dan belum lagi menyiapkan komputerisasi dengan persiapan yang luar biasa," keluhnya.

Bahkan Chandra menilai, betapa Ujian Nasional ini menjadi sesuatu momok yang sangat menakutkan bagi siswa, guru, bahkan orang tua.

Ia juga mengungkapkan, ketika pelaksanaan UN akan dimulai, baik dari siswa, guru dan orangtua punya rasa kekhawatiran yang sangat tinggi.

Kekhawatiran itu mulai dari rasa takut anaknya tidak lulus atau khawatir anaknya akan sakit sebelum UN berlangsung karena akibat belajarnya sampai larut malam.

"Proses belajar selama 3 tahun hanya ditentukan oleh ujian akhir selama 3 hari, bagi saya ini tidak seimbang dengan proses panjang yang telah dilalui," ujarnya.

"Belum lagi kalau ada siswa tidak memenuhi kriteria kelulusan, maka siswa akan tidak lulus. Ada yang ikut ujian perbaikan dan bahkan ada yang belajar lagi selama 1 tahun. Ini saya rasa sangat merugikan," sambung dia.

Bahkan kata Chandra, dalam pelaksanaan UN, semua bidang studi tidak diujikan, hanya beberapa bidang studi saja, padalah selama 3 tahun yang dipelajari oleh siswa-siswa semua mata pelajaran.

"Ujian nasional hanya menilai pengetahuan, sedang urusan efektif tidak tersentuh," ucapnya.

"Hal lainnya adalah masalah soal ujian. Siswa di daerah diuji dengan soal yang tarafnya nasional. Pembuat soalnya tim khusus yang terpusat, bukan guru pengajarnya. Ini suatu hal yang saya rasa kurang adil, karena tiap daerah kondisi SDMnya tidak sama," tutur Chandra Kirana yang juga pemerhati batik pamekasan.

Tidak hanya itu, Chandra menilai, tidak adil jika Ujian Nasional menjadi standar kelulusan siswa dengan variasi angka yang berbeda dalam beberapa tahun. Sebab, siswa dituntut harus puas dengan angka 5.50, bahkan ada yang meraih angka 4 dengan prinsip yang penting lulus.

"Sungguh tidak sedap dipandang mata saat melihat nilai ujian tak satupun ada angka 8 nya dan akan dijadikan berkas seumur hidup, bahkan mungkin akan jadi warisan bagi anak cucunya," ujarnya.

Chandra juga mengeluhkan, ketika UN sudah berlangsung malah guru yang menjaga bukan gurunya sendiri.

Sekalipun tujuannya untuk menghindari kecurangan dalam mengerjakan soal, tapi kata Chandra itu akan berpengaruh kepada psikologis siswa yang cenderung akan takut serta tegang dalam mengerjakan soal UN.

"Yang lebih parah lagi saat ujian dijaga pihak lain bahkan polisi karena soal ujian adalah rahasia negara. Saya rasa ini membuat siswa kurang nyaman dan terkesan menakutkan," keluhnya.

"Terus terang guru juga sangat khawatir, takut siswanya memperoleh nilai yang jauh dari harapan, bahkan banyak yang tidak lulus. Ini akan berdampak terhadap nama baik sekolah, kalau banyak yang tidak lulus bisa berakibat kepada menurunnya minat masyarakat untuk memasukan anaknya kesekolah tersebut," pungkasnya. (yen/ian)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video