Wali Kota di Zambia Kompori Anti China, Pabrik Pakaian Milik China Dibakar, Pemilik Dibunuh
Editor: Choirul
Jumat, 05 Juni 2020 14:56 WIB
BANGSAONLINE.com - Akhir bulan lalu di ibu kota Zambia, Lusaka, dua pria dan seorang wanita diduga mendobrak sebuah pabrik pakaian milik etnis China dan menewaskan tiga warga negara China sebelum membakar gedung.
Para tersangka penyerang dilaporkan adalah karyawan; korbannya adalah bos pabrik. Hebatnya, Wali Kota Lusaka Miles Sampa ikut ngompori anti China di kotanya.
BACA JUGA:
Kesemek Glowing asal Kota Batu, Mulai Diminati Masyarakat Indonesia Hingga Mancanegara
Ratusan Wisudawan Universitas Harvard Walk Out, Protes 13 Mahasiswa Tak Lulus karena Bela Palestina
Tragedi Sosial, Tak Bisa Belikan iPhone, Seorang Ayah Berlutut Minta Maaf pada Putrinya
Usai Makan Korban Jiwa WNA China, Spot Foto Kawah Ijen Banyuwangi Ditutup
Selama bulan lalu, Wali Kota Lusaka Miles Sampa memimpin tindakan keras anti China di ibu kota. Dia menuduh bisnis-bisnis yang dikelola China, termasuk restoran dan tempat pangkas rambut, mendiskriminasikan warga Zambia.
Sampa difilmkan berhadapan dengan manajer China dari pabrik perakitan truk, setelah pekerja Zambia mengeluh bahwa mereka tidak diizinkan pulang. Manajer berbagai pabrik dilaporkan memaksa karyawan lokal untuk tidur di tempat kerja untuk mencegah penyebaran virus corona.
Sampa kemudian meminta maaf setelah protes dari warga Tiongkok, kedutaan besar Tiongkok, dan pejabat pemerintah Zambia.
Dia mengakui tidak seharusnya datang ke pabrik, tetapi lebih melibatkan pejabat dan lembaga yang relevan. "Saya ingin meminta maaf tanpa syarat kepada komunitas China di Kota Lusaka," katanya.
Kedutaan China di Lusaka, mengutuk "insiden mengerikan dan kekerasan" dan mendesak pemerintah Zambia mengambil langkah-langkah untuk melindungi keselamatan warga negara China di negara itu.
Sementara motif pembunuhan tidak diketahui. Yang jelas, karyawan itu marah, ketika tidak boleh pulang usai bekerja, dengan tujuan untuk mencegah terjangkitnya virus corona.
Dampaknya, muncul ketegangan diplomatis antara China dan Afrika di Beijing.
Pihak Afrika menuduh, negara China gagal mendidik warganya yang meninggalkan negara asal menuju ke Afrika. Pada saat kedatangan, kedutaan besar Tiongkok tidak menyediakan program orientasi dan pendidikan apa pun. Beberapa asosiasi China, yang terdiri dari penduduk China di Afrika, mencoba menyediakan program semacam ini, tetapi mereka tidak wajib, seragam, atau didanai dan dikelola untuk staf untuk tindak lanjut.
Solange Guo Chatelard, seorang sarjana China-Afrika dan seorang rekan peneliti di Université Libre de Bruxelles di Belgia, mengatakan pembunuhan bulan lalu di Lusaka bukanlah kasus yang terisolasi. "Ada banyak pria dan wanita China yang tidak bersalah kehilangan nyawa di luar negeri dalam keadaan yang tak terkatakan," katanya.
Simak berita selengkapnya ...
sumber : https://www.scmp.com/