Tiga Tipe Ulama Era Jokowi: Oposan, Pragmatis, dan Idealis
Editor: MMA
Selasa, 18 Mei 2021 22:50 WIB
Oleh: M. Mas’ud Adnan --- Secara tipologis ada tiga corak ulama dalam pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin. Pertama, ulama yang oposisi total. Sikap politik ulama kelompok ini jelas. Semua apa yang dilakukan Jokowi salah. Tak ada satu pun yang benar.
Tak obyektif? Pasti. Karena mereka memang oposan. Selain itu saat pilpres mereka berangkat dari pilihan berbeda. Mereka pendukung Capres dan Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
BACA JUGA:
Dibuka Presiden Jokowi, Pj Gubernur Jatim Hadiri Pembukaan MTQ Nasional XXX Samarinda
Peresmian Flyover Djuanda, Presiden Jokowi Minta Pemkab Sidoarjo Terus Tingkatkan Pembangunan
Dampingi Presiden Jokowi Resmikan Flyover Juanda, Pj Gubernur Jatim Ucapkan Terima Kasih
Dampingi Presiden Blusukan ke Pasar, Pj Gubernur Jatim: Harga Bahan Pokok Stabil dan Inflasi Terjaga
Bahkan, meski Prabowo-Sandi kini bergabung dengan kabinet Jokowi, mereka tetap bertahan menolak Jokowi. Mereka justru menganggap Prabowo-Sandi pengkhianat. Padahal penetapan Prabowo-Sandi sebagai capres-cawapres didasarkan pada "ijtima'ulama" berjilid-jilid. Bahkan lengkap dengan 5 rekomendasinya.
Kini mereka konfrontatif dengan pemerintah. Mereka terus melancarkan kritik-kritik keras dan pedas. Mereka bahkan membangun opini bahwa pemerintahan Jokowi melakukan kriminalisasi ulama.
Kedua, kelompok pragmatis. Kelompok ini terdiri dari dua kubu. Yaitu kubu pendukung Jokowi saat pilpres. Tapi ada juga yang bukan pendukung Jokowi, namun bergabung dengan berbagai alasan, termasuk dalil keagamaan.
Orientasi kelompok ini jelas. Kepentingan! Mereka gegap gempita mendukung Jokowi lengkap dengan dalilnya saat menguntungkan mereka. Tapi mereka berteriak kritis ke publik saat tak menguntungkan kelompok mereka.
Kita tentu masih ingat ketika awal pengumuman kabinet. Mereka ribut ke publik dan mengeritik pemeritah Jokowi karena tak dapat jatah menteri dalam kabinet. Mereka mengklaim telah berkeringat mendukung Jokowi saat piplres, tapi giliran bagi-bagi jabatan mereka tak dapat jatah.
Mereka juga mengklaim banyak sekali ulama dari daerah yang mempertanyakan kenapa kelompok mereka tak dapat jatah menteri di kabinet. Maklum, dalam bargaining politiknya mereka tanpa tedeng aling-aling melegitimasi diri mereka dengan organisasi keagamaan. Tanpa organisasi.keagamaan sebagai tunggangan sayap mereka terasa patah. Tak punya pengaruh dan kekuatan.