"Partai" Jokowi Usung Ganjar-Khofifah atau Ganjar-Erick, Kenapa Puan Temui Surya Paloh?

"Partai" Jokowi Usung Ganjar-Khofifah atau Ganjar-Erick,  Kenapa Puan Temui Surya Paloh? Dahlan Iskan

JAKARTA, BANGSAONLINE.comPresiden Joko Widodo bergerak gesit. Terutama mendongkrak Ganjar Pranowo. Padahal tanpa partai.

Ya, tanpa bendera partai, ternyata Jokowi lebih fleksibel. Bisa menggunakan fasilitas milik pemerintah: Istana milik negara dan stadion sepak bola milik Pemkot.

Baca Juga: Tumbangkan Puan dan Ibas, Caleg Pengeritik Jokowi Raih Suara Tertinggi se-Indonesia

Harus, diakui Jokowi seolah sudah menjadi “partai” tersendiri. Tapi benarkah Jokowi akan menerbitkan Perppu untuk menghapus persyaratan pencalonan presiden 20 persen? Lalu kenapa bertemu ? Benarkah telah tinggalkan Jokowi?

Nah, silakan baca tulisan wartawan kondang, Dahlan Iskan, di HARIAN BANGSA hari ini, Selasa, 30 Agustus 2022. Atau Anda bisa baca di BANGSAONLINE di bawah ini. Selamat membaca: (PENGANTAR REDAKSI BANGSAONLINE)

PARA politisi sudah terlihat ingin ikut mencuri perhatian –yang belakangan terkuras habis ke Duren Tiga. Pergerakan orang politik begitu cepat belakangan ini.

Baca Juga: [Hoaks] - Presiden Jokowi Undang Ketua Umum Partai Politik ke Istana

Presiden Jokowi juga begitu aktif bersafari: menemui para relawan. Dan ditemui para pendukungnya. Tanpa partai pun Jokowi bisa mengerahkan masa melebihi yang empunya partai.

Kedatangan ketua PDI-Perjuangan ke kantor Partai Nasdem juga mencuri perhatian. Anda sudah tahu: menemui . Itu terjadi hanya sehari setelah Jokowi menemui ribuan pendukungnya di Gelora 10 November Surabaya.

Tanpa bendera partai, ternyata Jokowi lebih fleksibel. Bisa menggunakan fasilitas milik pemerintah: Istana milik negara dan stadion sepak bola milik Pemkot.

Baca Juga: Hadiri Doa Bersama di Gresik, Mahfud MD Ajak Pilih Pemimpin yang Teladani Nabi Muhammad

Pasangan Ganjar-Erick kelihatannya yang akan diusung ''partai'' Jokowi. Atau Ganjar-Khofifah. Atau Ganjar-Airlangga. Atau Ganjar-Siapa pun. Untuk itu rating Ganjar akan terus dikatrol –lewat popularitas Jokowi. Ganjar harus dikerek habis. Sampai setinggi batas ''tidak ada gabungan tokoh partai yang bisa menandinginya''.

Logikanya, Anda sudah punya: kalau rating Ganjar sudah di atas langit, partai-partai pasti merebut mencalonkannya. Terutama partai yang ingin merasakan nikmatnya kekuasaan.

Yang juga menarik: penampilan politik Jokowi di forum-forum relawan itu. Ia seperti anti-politik. "Jangan kesusu," katanya di Magelang. "Tahun 2024 masih lama. Jangan pikirkan itu. Ekonomi dulu," katanya di Surabaya. Lalu diingatkan lagi lewat medsosnya.

Baca Juga: Keniscayaan Deklarasi Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Selamat Tinggal Cebong dan Kampret

Melihat gerak politik Pak Jokowi yang begitu intensif apa pun bisa terjadi. Arah gerak itu bisa ke mana saja. Multi-arah. Tanpa partai pun Pak Jokowi tetap punya daya tarik yang besar. Apalagi sikap partai-partai toh belum jelas. Masih terbuka untuk segala kemungkinan.

Yang sudah terlihat agak jelas hanya Nasdem. Pimpinan puncak Nasdem, , sudah menemui Pak Jokowi. Untuk pamitan. Bahwa dalam Pemilu dan Pilpres yang akan datang Nasdem akan punya sikap sendiri. Itu pamitan baik-baik. Untuk memenuhi sopan santun politik. Nasdem adalah koalisi Pak Jokowi selama ini. Koalisi itu antar partai. Pak Jokowi bukan ketua partai. Sudah dua kali pula menjabat presiden. Sudah maksimal. Tidak bisa lagi mencalonkan untuk periode ketiga.

Maka pamit politik itu pertanda Nasdem akan punya calon sendiri. Bisa saja calon itu sama dengan yang diinginkan Pak Jokowi. Bisa juga berbeda.

Baca Juga: Siap Maju Pilpres 2024, Deklarasi Anies dan Muhaimin Digelar di Surabaya Besok

Anda sudah tahu: tidak lama setelah pamit politik itu ada kejadian menarik. , putri Bu Megawati, datang ke kantor Nasdem. Jadi berita besar. Apakah itu berarti PDI-Perjuangan akan berkoalisi dengan Nasdem?

Dari segi penambahan kekuatan, koalisi itu lebih diperlukan oleh Nasdem. PDI-Perjuangan tanpa bantuan partai lain pun bisa mencalonkan presidennya sendiri. Suaranya pas dengan persentase yang diperlukan untuk pencalonan: 20 persen. Tapi PDI-Perjuangan tetap perlu mencari pasangan calon. Nasdem punya.

Bagaimana kalau sampai detik terakhir Ganjar dan pasangannya tidak mendapat kendaraan politik?

Baca Juga: Cak Imin Cawapres Anies: Sikap PBNU, Keluarga Gus Dur, dan Kardus Durian

Saya pernah menulis: adakan Munaslub Golkar. Hanya perlu biaya Rp 1 triliun. Tapi tulisan itu diprotes keras oleh unsur pimpinan pusatnya. "Golkar bukan ojol yang bisa diperjualbelikan," katanya.

Masih ada jalan lain. Kalau presiden mau. Agak berisiko tapi dukungan dari rakyat cukup besar: hapus persentase pencalonan presiden. Dengan cara apa? Lewat Perppu. Hak presiden untuk mengeluarkan Perppu. Dengan Perppu itu dihapus syarat 20 persen.

Pasti heboh. Tapi sah. Konstitusional. Dukungan ada. Toh selama ini begitu banyak gugatan yang mempersoalkan batas 20 persen itu. Prof Dr Yusril Ihza Mahendra pernah melakukannya. Prof Dr Effendi Gazali juga. PKS juga pernah. Menurut Yusril, sudah 19 gugatan yang diajukan ke MK. Memang semuanya ditolak. Tapi terlihat jelas begitu banyak keinginan itu.

Baca Juga: Singgung Perbedaan, Surya Paloh: Mau Dukung Jokowi Sampai Akhir, Kita Ditertawai

Orang seperti Laksamana Sukardi juga melihat penentuan batas 20 persen itu sebagai wujud dari Pancasalah. Salah tata kelola: bagaimana bisa partai membuat ketentuan untuk diri partai sendiri (Disway 25 Agustus 2022).

Mungkin presiden perlu memerintahkan survei kecil-kecilan. Tanyakan langsung ke publik. Berapa besar dukungan untuk menghapus batas 20 persen itu. Dengan demikian Perppu itu punya landasan legitimasi dari rakyat.

Atau tidak usah survei. Cukup lihat di big data. Lalu umumkan: 80 persen rakyat mendukung penghapusan batas 20 persen itu. Perppu pun akan dapat banyak kiriman bunga. Pun bila dana dari kekaisaran Sambo tidak ada lagi untuk itu.

Baca Juga: Peluang Jiddan Jabat Ketua DPD Nasdem Gresik Kian Menguat

Kalau Perppu seperti itu diterbitkan, orang seperti Ganjar bisa lewat mana saja: lewat Perindo pun bisa. Atau yang lain. Begitu banyak pilihan. Tapi tokoh lain juga bisa meroket. Misalnya Menko Polhukam Mahfud MD.

Belum tentu Presiden Jokowi mau melakukan hal seperti itu. Sama-sama heboh mengapa tidak sekalian mengubah konstitusi saja: bisa tiga periode. (*)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan meilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO