Hebatnya Jurnalisme The New York Times dalam Tragedi Titan

Hebatnya Jurnalisme The New York Times dalam Tragedi Titan Dahlan Iskan. Foto: istimewa

NEW YORK, BANGSAONLINE.com Tragedi Titan yang menewaskan 5 penumpangnya masih menjadi pembicaraan luas di dunia, terutama di . Dahlan Iskan, wartawan kondang, kembali menulis peristiwa perjalanan 5 pelancong itu ke bangkai kapal Titanic yang tenggelam di dasar laut 111 tahun lalu.

Abah – panggilan akrab Dahlan Iskan – berpendapat bahwa The New York Times adalah media terbaik dalam menulis peristiwa menghebohkan itu. Termasuk saat menceritakan detik-detik terakhir terjadinya tragedi itu.

Baca Juga: Luar Biasa! Santri Ini Diterima di Tiga Kampus Ternama Kanada

Bagaimana cerita detailnya? Silakan simak tulisan Dahlan Iskan di BANGSAONLINE di bawah ni:

KESIMPULAN saya: The New York Times tetap yang paling hebat. Yang paling menarik ketika menulis tentang gepreknya Titan. Yakni kapsul baja yang berisi 5 orang yang ingin melihat dari dekat bangkai kapal Titanic: yang tenggelam 111 tahun lalu itu.

Hanya NYT yang menulis detik-detik akhir ketika para penumpang masuk ke dalam kapsul baja itu: panjang 6,7, lebar 2,54 meter, dan tinggi 1,68 meter. Termasuk bagaimana konglomerat Pakistan yang tinggal di London itu, , sampai ke sana.

Baca Juga: Temui Pengusaha di Vietnam, Jokowi Ajak untuk Berinvestasi di IKN

Ternyata sudah sangat lama Dawood tertarik pada tenggelamnya kapal Titanic. Sebelas tahun lalu Dawood, istri, dan dua anaknya ke Singapura. Mereka melihat pameran 100 tahun tenggelamnya Titanic. Mulailah mereka tertarik ikut ekspedisi ke dasar lautan Atlantik Utara.

Tingkatnya baru tertarik.

Tahun 2019 mereka liburan ke Greenland. Mereka melihat gejala alam yang menakjubkan: glacier dan gunung es.

Baca Juga: Jaksa Khusus Kasus Dugaan Korupsi Anak Presiden

Gunung es seperti itu yang ditabrak Titanic dengan sengaja. Kapten kapal mengira Titanic yang serba hebat itu bisa mengalahkan gunung es.

Kian besar ketertarikan Dawood akan wisata ke reruntuhan Titanic. Di Greenland itu Dawood melihat ada promosi OceanGate. Yakni perusahaan yang menyelenggarakan tur ke reruntuhan Titanic.

Perusahaan itu berkantor pusat di Seattle, di negara bagian Washington. Tepatnya di sebuah kota kecil Everett, di pinggir pantai yang menghadap lautan Pasifik. Kalau Anda berkendara dari Seattle ke arah utara, Anda akan menyusuri pantai. Satu jam kemudian Anda akan ketemu mal khusus factory outlet yang sangat terkenal.

Baca Juga: Korupsi Rp 1 Triliun, Tangan Ketua DPRD Diborgol

Setengah jam kemudian Anda akan sampai ke dermaga pusat OceanGate. Itu sudah separo jalan menuju Vancouver, kota terbesar di Kanada.

Dawood mulai mempelajari OceanGate. Juga mendalami kapsul Titan yang akan membawa mereka ke dasar laut: seberapa aman.

Kian mendalaminya, Dawood kian tertarik. Maka, diputuskanlah ikut program itu. Dua orang. Dawood dan Alina, putrinya. Alina yang lebih semangat untuk ikut ke Titanic. Bukan Suleman, kakak Alina.

Baca Juga: Fakta Tentang Kapal Titanic, 1.500 Orang Tewas dalam Peristiwa ini

Tapi Alina terbentur persyaratan dari OceanGate: yang boleh ikut menyelam harus yang sudah berumur 18 tahun. Alina baru berumur 17 tahun. Maka Suleman yang diajak.

Suleman sendiri, Anda sudah tahu, hobinya main Rubik's Cube –kubus ajaib itu. Sejak remaja. Sampai dewasa. Ia selalu membawa kubus ajaib ke mana-mana. Ia ingin memecahkan rekor dunia: menyusun kembali warna-warna di kubus ajaib dalam 3,3 menit. Rekornya sendiri sudah 11 menit.

Pun ketika memasuki kapsul Titan, Suleman membawa mainannya itu.

Baca Juga: Arab Saudi-Iran Rukun Lagi, Kini Sama Pro China, Tinggalkan Amerika?

Keberangkatan Dawood dan anak sulungnya dijadwalkan tahun 2020. Tapi wabah Covid menjadi pandemi. Program itu ditunda. Umur Alina pun sudah meningkat jadi 18 tahun. Tapi Suleman sudah telanjur didaftarkan dan kian ingin juga ke Titanic.

Sebelum keputusan final, Dawood, istri, Suleman, dan Alina bertemu bos OceanGate di London. Di sebuah kafe dekat Waterloo. Yang dibicarakan soal detail desain Titan dan keamanannya. Di situlah Dawood mantab: tetap berangkat bersama Suleman.

Tanggal 14 Juni mereka terbang dari London ke Kanada. Mereka mendarat di Toronto. Dari Toronto terbang lagi ke St John's di Pulau Newfoundland. Yakni pulau paling timur Kanada. Di situlah dermaga OceanGate. Kapal Polar Prince sudah sandar di situ dan siap berangkat.

Baca Juga: Pilih Calon Presiden Pro Amerika atau China, Ini Realitas Politik, Siapa Capres Berdaulat

Ada masalah serius. Cuaca jelek. Pesawat Dawood dari Toronto ke pulau itu dibatalkan. Baru ada keesokan harinya. Waktu sudah mepet. Besoknya pun pesawatnya delay lama. Padahal seharusnya, sehari sebelumnya ia sudah tiba. Akhirnya tengah malam Dawood, istri, dan dua anaknya baru mendarat di pulau itu. Padahal kapal Polar Prince sudah harus lepas sauh pada pukul 05.00 pagi.

Tapi masih untung. Masih sempat. Meski waktunya serba mepet.

Selama 4 hari mereka naik kapal itu: menuju titik tenggelamnya kapal Titanic. Sejauh sekitar 500 km.

Baca Juga: Dana Bantuan Perang Ukraina Dikorupsi, Wartawan Gigih Membongkar

Di kapal Polar Prince mereka tidur di dua tempat tidur bertingkat. Dawood di tingkat bawah, istrinya di atas. Suleman dan adiknya di tempat tidur tingkat satunya.

Tiap hari ada brifing dari kapal itu. Dua kali. Jam 7 pagi dan 7 malam. Yakni brifing tentang semua hal terkait dengan wisata ke dasar laut itu.

Mereka tidak menyebutnya wisata. Itu adalah ekspedisi. Orangnya pun tidak disebut turis. Mereka disebut mission specialist. Kantor di kapal Polar Prince disebut Command Central. Pengurus disebut mission director. Rakit disebut launch and recovery platform. Ada juga istilah setelah peluncuran pesawat luar angkasa: countdown to launch.

Semua istilah yang dipakai itu meniru istilah-istilah di misi penerbangan luar angkasa. Jadinya terasa lebih menantang dari sekadar disebut ''menyelam'' dan ''penyelam''.

Di kapal Solar Prince banyak sekali spesialis penyelam. Mereka membantu semua mission specialist dan proses peluncuran kapsul Titan.

Selama empat hari di pelayaran menuju titik 0 itu, Dawood kian mantap. Ia bertemu dengan calon penumpang lainnya yang hebat-hebat. Salah satunya: Paul Henri Nargeolet. Ia sudah lebih 38 kali melakukan ekspedisi ke reruntuhan Titanic. Satunya lagi seorang ahli bidang luar angkasa asal Colorado. Ia adalah Alan Stern. Orang NASA yang ikut terlibat dalam misi ke horizon baru. Yakni bagaimana manusia bisa ke planet Pluto dan Kuiper.

Dawood lebih ingin lagi ikut misi ini. Ia digambarkan seperti anak kecil yang dapat mainan baru. Istrinya yang bilang begitu.

Tanggal 17 Juni, kapal OceanGate tiba di titik 0. Berhenti di situ. Di sebelahnya dihampar rakit terapung. Rakit ini sekaligus jadi landasan untuk peluncuran kapsul Titan.

Jam 07.00, tanggal 18 Juni, adalah saat pemberangkatan. Dawood dan Suleman sudah mengenakan pakaian khusus. Juga mengenakan penutup kepala. Di kedalaman laut nanti sangat dingin.

Suleman turun ke rakit di sebelah kapal. Lincah. Sambil membawa kubus ajaib. Dawood agak kurang lincah. Ia perlu dibantu seseorang untuk turun ke rakit. Chritine, istrinya, melihat adegan itu dari kapal Polar Prince.

Dawood terlihat membawa tustel Nikkon. Terhuyung di atas rakit. Ibu dan putri berdoa agar Dawood tidak terjengkang dan masuk laut.

Dari rakit inilah mereka masuk ke dalam kapsul. Dari bagian belakang. Agak sulit. Seperti masuk ke dalam bagasi mobil SUV dari belakang.

Kapsul itu memang kecil. Panjangnya hanya 6,7 meter. Lebarnya 2,54 meter. Bahkan ruang yang bisa diisi 5 orang itu hanya di bagian tengahnya. Mereka duduk di alas lantai. Sandaran kursi tidak berkaki. Atau sandaran dinding kapsul.

Mereka bisa melihat ke luar lewat 'kaca' depan. Yakni bahan bening terbuat dari akrilik. Bahan inilah yang kelak akan diputuskan apakah sebagai penyebab gepreknya Titan. Atau yang lain: campuran baja yang terdiri dari karbon dan ium yang kurang sempurna. Atau baut-baut. Atau pipa oksigen. Atau apa pun.

Setelah lima orang itu masuk kapsul, petugas di atas rakit menutup pintu belakang kapsul itu. Semua mur-bautnya dipasang. Dikencangkan.

Kapsul Titan pun diluncurkan ke dalam laut. Menimbulkan riak kecil. Christine, wanita kulit putih asal Jerman, melihatnya dari kapal. Bersama Alina. Itulah pandangan terakhir mereka atas Dawood dan Suleman.

Harusnya, dua setengah jam kemudian kapsul itu sampai ke dasar laut. Ke reruntuhan Titanic.

Christine dan Alina terus menunggu di kapal. Dengan harapan, dua hari kemudian akan bertemu Dawood lagi di situ.

Tapi, baru 1,5 jam berlalu, Christine mendengar pembicaraan bahwa kapal Solar Prince itu kehilangan kontak dengan Titan. Itu tidak terlalu mengejutkan. Belum. Pernah juga seperti itu. Antara kapsul dan kapal tidak ada hubungan telepon. Tidak ada GPS pula. Informasi hanya berupa teks lewat gelombang. Yang kadang teks itu ikut timbul tenggelam.

Tapi teks dari Titan itu tidak muncul lagi agak lama. Pun sampai satu jam berikutnya. Dan jam berikutnya. Padahal, menurut protokol OceanGate, begitu hubungan putus selama 1 jam misi harus dibatalkan.

Caranya: pemberat yang ada di Titan dilepas. Ada pemberat yang dipasang di Titan. Yakni untuk mempercepat tiba di dasar laut. Setelah pemberat dilepaskan, Titan berusaha mengapung. Yakni mengarahkan Titan ke permukaan laut lewat mesin pendorong elektrik.

Ketika kehilangan kontak itu proses penyelaman baru 1,45 jam. Berarti belum sampai ke Titanic. Masih satu jam lagi.

Setelah empat jam tidak juga ada hubungan teks, Command Central menghubungi pusat-pusat pencarian bawah laut. Termasuk ke angkatan laut .

Pencarian dilakukan. Christine mengatakan ke NYT ia sering lama memandang ke segala arah laut. Siapa tahu kapsul tiba-tiba menyembul di arah sana.

Yang ditunggu tidak pernah menyembul. Pada hari keempat dipastikan Titan telah geprek. Serpihannya ditemukan.

Dawood dan anaknya tergeprek di Titan. Bersama kubus ajaib dan kamera Nikon-nya.

Saya mengagumi liputan NYT. Meski baru berhasil lebih 10 hari dari kejadian, ceritanya tetap menarik. Media dunia pun banyak mengutip NYT, termasuk tulisan saya ini.

NYT telah bersusah payah mendapatkan cerita itu. Penghargaan pada kerja jurnalistik serius seperti itu sering kalah dengan munculnya kebenaran baru. (Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO