Kutip Imam Ghazali, Penulis Buku Kiai Miliarder: Penulis Bisa Punya Pengaruh setara Ulama-Presiden

Kutip Imam Ghazali, Penulis Buku Kiai Miliarder: Penulis Bisa Punya Pengaruh setara Ulama-Presiden M Mas'ud Adnan (paling kanan), KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin, nomor dua dari kanan), Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, ( nomor tiga dari kanan) dan Dr H Abdullah Aminuddin Aziz, M.Pd (paling kiri) dalam Seminar Nasional Entrepreneur dan Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Pesantren Tebuireng Jombang, Ahad (30/7/2023). Foto: bangsaonline

JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan yang mengisahkan success story Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah, sangat populer. Buku setebal 520 halaman itu kini mengalami cetak ulang ke-7. Otomatis dibaca banyak orang.

Bahkan buku yang diberi pengantar Dahlan Iskan, tokoh pers dan menteri BUMN era Presiden SBY, itu sudah di bedah di hampir semua provinsi dan kabupaten serta kota di Indonesia. Antara lain di Gedung Pers Jakarta, Kantor Gubernur Kalsel, Uninus Bandung, Pascasarjana Unair Surabaya, Kantor Bupati Aceh Utara, ITB Stikom Denpasar Bali, Pascasarjana Unisma Malang, Unhasy Jombang, PP Manhalul Maarif Darek Lombok Tengah NTB, Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto, UTM Trunojoyo Bangkalan dan banyak lagi di tempat lain.

Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama

M Mas’ud Adnan, penulis buku tersebut, mengakui banyak pembaca yang terkesima dan tertarik karena judulnya.

“Judul itu memang saya yang buat,” kata M Mas’ud Adnan saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Entrepreneur dan Bedah Buku Kiai Miliarder Tapi Dermawan di Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Pesantren Jombang, Ahad (30/7/2023).

Seperti diberitakan BANGSAONLINE, sekitar 350 mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Jombang Jawa Timur mengaji entrepreuneurship pada Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, Ahad (30/7/2023).

Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu

Acara yang dibuka Rektor Unhasy Prof Dr H Haris Supratno itu dimoderatori Dr H Abdullah Aminuddin Aziz, M.Pd, Wakil Rektor Unhasy. Prof Kiai Asep tampil sebagai pembicara utama.

Selai Kiai Asep juga tampil KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), pengasuh Pesantren , sebagai pembicara. Selain Kiai Asep dan Gus Kikin tentu M Mas’ud Adnan, penulis buku tersebut, sebagai pembicara ketiga.

Mas’ud mengaku heran karena buku yang ditulisnya mendapat atensi besar dari masyarakat, terutama civitas akademika dan pesantren.

Baca Juga: Persiapan Konferwil NU Jatim Capai 100 Persen, Pembukaan Siap Digelar Malam ini

“Saya juga heran, banyak sekali yang mengapresiasi. Bahkan ada seorang profesor mengaku baca buku itu secara berulang, tidak hanya satu kali, saking terkesimanya dengan buku itu,” kata M Mas’ud Adnan, penulis buku tersebut sembari mengatakan bahwa ada seorang dosen yang minta izin untuk menjadikan buku tersebut sebagai materi kuliah mahasiswa bidang kewirausahaan.

Butuh waktu berapa lama untuk menulis buku setebal itu? M. Mas’ud Adnan mengaku menulis buku itu sekitar 3 tahun. Tapi tidak non stop

“Buku itu kan catatan jurnalistik. Jadi tidak saya tulis dalam satu buku sekaligus,” kata wartawan dan penulis asal Bangkalan Madura yang banyak menulis tentang Gus Dur dan NU itu.

Baca Juga: Ponpes Tebuireng Siap Gelar Konferwil NU XVIII

Mas’ud Adnan juga bercerita awal ketertarikannya menjadi penulis. “Waktu mondok di , teman-teman saya banyak putra-putri kiai. Banyak yang kaya. Sedang saya anak petani. Bahkan saya ditinggal abah saat saya kelas 2 SD,” kata putra H. Adnan dan Hj Mutiha, warga Patemon Tanah Merah Bangkalan Madura itu.

Saat itu, tutur Mas’ud Adnan, dirinya sering berpikir tentang masa depannya. “Saat saya di Madrasah Tsanawiyah saya mulai berpikir. Saya kalau boyong atau pulang dari Pesantren akan jadi apa. Masak saya akan macul lagi ke sawah. Karena waktu kecil saya kadang ikut kerja ke sawah,” kata Mas’ud Adnan yang membuat peserta bedah buku tertawa.

“Kalau teman-teman saya yang anaknya kiai kan enak. Pulang dari pondok atau pesantren langsung mengajar atau membantu abahnya yang kiai atau kelak menggantikan posisinya sebagai pengasuh pesantren. Lah, nasib saya gimana,” kata Mas’ud Adnan.

Baca Juga: Ribuan Santri Tebuireng Takbir Keliling dan Bakar Sate Massal, Idul Adha Makin Seru

Ia mengaku sempat ingin jadi orator atau penceramah terkenal. Tapi saat salat istikharah (minta pilihan kepada Allah SWT) ia mengaku lebih mantap menjadi wartawan. Sejak itulah ia belajar menulis.

Tapi tentu tak mudah. Ia siang malam belajar menulis. Sampai akhirnya berbuah ketika kelas 1 Madrasah Aliah .

“Saat saya kelas 1 Aliyah tulisan saya sudah dimuat Jawa Pos. Bahkan dua tulisan sekaligus dalam satu minggu,” kenang Mas’ud Adnan yang kini CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.

Baca Juga: Rutinitas Pengajian Ikapete di Kabupaten Pasuruan, Bahas Kitab At-Tibyan Karya Mbah Hasyim

Ia mengaku makin senang menulis karena ternyata dapat honor. Saat itu ia mengaku mendapat honor Rp 27.500 dari dua tulisannya di Jawa Pos.

“Ini penting bagi adik-adik mahasiswa yang bukan anak seorang kiai dan bukan anak orang kaya atau anak pejabat. Mohon maaf, saya dulu saat seusia adik-adik sangat gelisah memikirkan tentang masa depan. Karena saya anak petani. Masak saya pulang dari pondok saya harus mau macul lagi,” kata Mas’ud Adnan.

Meski demikian ia kini sedang berpikir tentang nasib petani di Madura. Ia ingin sawah di Madura produktif seperti di negara-negara maju sehingga nasib para petani terangkat, baik penghasilan maupun status sosialnya.

Baca Juga: Temu Alumi Tebuireng, Gus Kikin: Kalau Tak Ada Resolusi Jihad Tak Ada Perang 10 November

Sebagai anak petani atau orang biasa Mas’ud Adnan mengaku sangat serang dengan taushiah Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. “Saya sangat tertarik dengan taushiah Imam Ghazali. Beliau mengatakan, jika kalian bukan anak seorang ulama besar atau raja (presiden), maka jadilah penulis. Sebab dengan menjadi penulis akan banyak memberikan manfaat bagi orang banyak atau masyarakat. Seorang penulis yang hebat akan punya pengaruh besar dan status sosial tinggi yang bahkan bisa setara dengan presiden dan ulama sekalipun,” kata Mas’ud Adnan yang mengaku merasa tetap sebagai santri , meski sudah boyong.

Begitu juga secara ekonomi. Menurut Mas’ud, penulis akan mengalami mobilitas vertikal. “Buktinya mobil saya lebih bagus dibanding mobil dosen Unhasy,” kata Mas’ud Adnan yang disambut tawa para dosen dan mahasiswa Unhasy. “Tapi ini guyon, maaf, ini hanya guyon,” tambahnya sembari tertawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO