Risma Ngotot Kelola SMA, Ketua MK: Kalau Anda jadi Gubernur?

Risma Ngotot Kelola SMA, Ketua MK: Kalau Anda jadi Gubernur? Walikota Surabaya, Tri Rismaharini saat menjadi saksi dalam pengelolaan biaya pendidikan yang diambil alih Pemprov Jawa Timur yang diperkarakan di MK, Rabu (8/6).

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani terus berusaha meyakinkan majelis hakim konstitusi agar kewenangan pengurusan SMA/SMK diberikan kepada Pemkot dan bukan Pemprov. Risma lantas ditanya majelis hakim, bagaimana seandainya ia yang justru menjadi gubernur.

Hakim konstitusi yang bertanya yakni Ketua MK Arief Hidayat. Arief menilai soal kewenangan menengah bukan masalah peraturannya tapi kepada siapa orang yang menjalankan aturan itu.

Baca Juga: PT Megasurya Mas Beri CSR Beasiswa untuk 356 Siswa di Sidoarjo

"Kalau itu dilakukan Bu Risma sebagai Gubernur Jawa Timur, apakah manfaatnya tidak lebih besar? Karena Bu Risma bisa melakukan pengaturan sebagaimana yang dilakukan," kata Arief di persidangan MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (8/6).

"Kalau kita berandai-andai lagi, kalau bu Risma jadi Presiden itu seluruh Indonesia nya bisa lebih bagus kalau itu ditangani oleh pemerintah pusat. Jadi sebetulnya bukan dalam kerangka pengaturan pasal ini tapi pistol ini yang pakai itu siapa," imbuh Arief.

Risma lantas menanggapi pernyataan Arief tersebut, menurutnya, Pemkot akan lebih tahu apa yang terjadi di daerahnya daripada Pemprov. Jika kewenangan diserahkan ke gubernur belum tentu detail apa yang terjadi di lapangan akan terlaporkan semua.

Baca Juga: Kembangkan Dasina untuk Keamanan Laut Natuna, ITS Gandeng Universitas Telkom dan STTAL

"Yang mengerti itu daerah, dan itu bisa dilempar kalau dia tidak mampu. Saya tidak mampu membiayai ini, tapi dia bisa melihat daerahnya. Saya yakin ndak ada yang tahu juga, saya per-kecamatan per-kelurahan indeks pembangunan manusia itu. Sehingga saya tahu mana yang harus ditekan dulu," tutur Risma.

"Kalau ke provinsi, itu data kota. Kalau tidak diselesaikan seperti itu ada yang tertinggal di daerah utara, banyak yang buta huruf. Mestinya, menurut saya yang mengerti daerah itu daerah dulu. Kalau dia tidak mampu dilempar lah," jelasnya.

Risma juga bercerita mengenai bagaimana Pemkot Surabaya tak hanya membangun sekolah negeri, tapi juga swasta. Anggaran untuk hal lain ditekan dan diprioritaskan untuk bidang .

Baca Juga: Khofifah Optimis Bisa Perluas Jangkauan Sekolah Khadijah di Berbagai Daerah

"Sekali lagi saya mohon dengan hormat Yang Mulia, bukan apa-apa. Surabaya itu kota terbesar kedua di Indonesia bahkan harusnya nomor 1, Jakarta itu kan provinsi. Penduduk saya 3,2 juta, luas wilayahnya separuh DKI. DKI wali kotanya lima, bupati satu, saya sendiri separuhnya wilayah itu," pungkasnya.

Di sisi lain, kehadiran Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi saksi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan terhadap UU 23 tahun 2014 tentang Sisdiknas, mendapat tanggapan beragam dari kader PDI Perjuangan.

Baktiono anggota Komisi B DPRD Surabaya mengatakan jika dirinya mendapatkan info dari Samanhudi Wali Kota Blitar (asal PDIP) bahwa yang melakukan gugatan ke MK terkait UU no 23 tahun 2014 itu adalah Pemkot Blitar dan Siswa/Wali murid Kota Surabaya. Karena Risma dikatakan telah mencabut gugatan itu sebelumnya.

Baca Juga: Khofifah Ajak Guru Jatim Bangun Generasi Cinta Damai dengan Ciptakan Suasana Harmoni di Sekolah

“Saya mendapatkan info dari pak Samanhudi, kalau gugatan di MK itu dilakukan oleh siswa dan wali murid Surabaya, karena bu Risma pernah mencabut gugatan itu,” katanya.

Baktiono bahkan melakukan kontak dengan Samanhudi via ponselnya untuk diperdengarkan penjelasannya kepada wartawan. Dalam telepon, Samanhudi dengan tegas mengatakan jika Surabaya belum benar-benar menerapkan gratis, bahkan hal itu yang dipesankan kepada Risma agar jangan disampaikan di persidangan.

“Saya malah mewanti-wanti agar jangan pernah menyampaikan bahwa Surabaya telah menerapkan gratis, karena kenyataannya masih ada pembayaran lainnya, sementara di tempat kami (Blitar), gratis 12 tahun itu benar-benar gratis, sampai untuk keperluan sehari-harinya siswa, termasuk uang sakunya,” tandas Samanhudi.

Baca Juga: Gandeng UI, Pesantren Algebra Bogor Optimistis Cetak Saintis dan Pemimpin Masa Depan

Tidak hanya itu, dalam keterangannya Samanhudi juga menyayangkan, kenapa kehadiran Risma di MK tidak didukung oleh masyarakat dan legislatif, sementara yang dari Kota Blitar menghadirkan seluruhnya, mulai dari siswa, wali murid, komite, SKPD, dan legislatif.

“Lha saya ini juga anggota dewan tidak diberi tahu, yang saya tidak mengerti, kenapa waktu itu bu Risma mencabut gugatan itu,” sahut Baktiono.

Menanggapi tanggapan miring dari sesama kader PDIP, Adi Sutarwijono wakil ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya segera meluruskan kabar dan info yang digali oleh Baktiono melalui Wali Kota Blitar Samanhudi.

Baca Juga: Pesan Hadratussyaikh: Guru Pakai Parfum, Jangan Ngajar Jika Ngantuk, Lapar, dan Marah

“Pembatalan gugatan yang dilakukan pasangan Risma-Whisnu, karena kala itu posisinya jelang Pilkada dan sudah masuk di tahapan sosialisasi, dan dalam sumpah jabatan pasangan Wali Kota dan Wakilnya harus tunduk dan patuh dengan pemerintahan di atasnya utamanya pusat, hal itulah yang jadi pertimbangan, namun bukan berarti menghentikan misi itu,” jawabnya.

Menurut Adi Sutarwijono, kesaksian Risma di persidangan dengan memberikan keterangan itu sudah merupakan dukungan yang siginifikan terhadap gugatan itu, karena untuk memenangkan persidangan di pengadilan MK itu tidak tergantung berapa jumlah suporternya, tetapi bagaimana jalannya argumentasi yang disampaikan.

“Yang diperlukan bukan jumlah dukungan di gedung MK, tetapi bagaimana melakukan argumentasi yang tepat sasaran agar bisa mencapai tujuan, yakni pembatalan UU no 23 tahun 2014 itu,” tambahnya.

Baca Juga: Orang Pintar Tak Lagi Jadi Idola, Akibat Gaji Dosen Kecil? Guru Ngaji Aja Rp 30 Juta di Brunei

Wakil ketua Komisi A DPRD Surabaya ini juga membantah jika soal gugatan ke MK terkait pembatalan UU no 23 tahun 2014 itu tidak di sosialisasikan, karena menurutnya telah menjadi agenda partai (PDIP Surabaya) sejak jelang Pilkada tahun 2015 lalu.

Awi meminta, kalau ada yang mengatakan tidak diberitahu, itu harus diluruskan, karena gugatan itu termasuk program partai PDIP Surabaya yang telah dibicarakan secara terbuka di forum, bahkan menjadi jargon kampanye waktu itu. (mer/tic/lan)

Sumber: merdeka.com/detik.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO