Sengketa Pasar Tulakan, Fakta Hukum Pemkab Pacitan Bias

Sengketa Pasar Tulakan, Fakta Hukum Pemkab Pacitan Bias Sugiharto, kuasa penggugat lahan Pasar Tulakan.

PACITAN, BANGSAONLINE.com - Sengketa lahan Pasar Tulakan, Kabupaten Pacitan, kian memanas. Kuasa pihak penggugat, Sugiharto, menuding kepala bagian hukum tidak memiliki integritas. Bahkan secara blak-blakan  pengusaha rental alat berat ini juga menyindir ketidakmampuan staf bupati itu dalam memahami hukum.

"Dia (kabag hukum, red) itu nggak ngerti dan kurang memahami hukum. Perlu belajar lagi itu orang," sindir Sugi, begitu Sugiharto karib disapa, Minggu (6/8).

Baca Juga: Sengketa Lahan Pasar Tulakan Pacitan, Penggugat Menang Kasasi

Sikap geramnya itu lantaran munculnya sinyalemen pembiasan fakta hukum yang dilakukan Pemkab Pacitan selaku pihak tergugat. Menurut Sugi, jawaban yang disampaikan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pacitan dalam proses mediasi pada tanggal 31 Juli lalu itu sangat tidak mendasar dan terkesan mengada-ada.

"Bukti formilnya jelas. Ada sertifikat hak milik (SHM) yang sah, tapi kok tetap tidak diakui. Mereka masih ngotot kalau tanah tersebut merupakan tanah negara. Ini sebagai pertanda adanya gejala 'pembusukan' hukum di Pacitan. Rakyat yang meminta keadilan atas tanah hak miliknya sendiri, sepertinya hendak ditusuk dengan pisau tumpul yang begitu menyakitkan," jelasnya.

Sementara itu Novia Wardhani, Kasubag Bantuan Hukum Bagian Hukum menegaskan, kalau tergugat (bupati Pacitan cs, red) menyerahkan sepenuhnya kepada tim kuasa hukumnya. Jadi tidak secara personal. Selain melibatkan bagian hukum, juga jaksa sebagai pengacara negara, serta organisasi perangkat daerah terkait lainnya seperti BPKAD dan Disperindag IKM.

Baca Juga: Sengketa Pasar Tulakan, Pemkab Pacitan Tempuh Kasasi Karena Memiliki Eigendom Verponding

"Jadi salah bila ketidakpuasan atas jawaban itu hanya ditujukan kepada seseorang (kabag hukum). Sebab kasus ini disikapi secara tim, bukan orang per orang," sanggahnya.

Mantan ketua umum BEM Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum, Jombang ini memahami SHM merupakan bukti formil atas kepemilikan suatu lahan yang dilindungi peraturan perundang-undangan. Namun demikian, menurutnya, keberadaan atas SHM tersebut tidaklah mutlak.

"Artinya, kalau ada pihak-pihak yang merasa dirugikan, tentu produk hukum atas kepemilikan suatu lahan tersebut bisa ditinjau ulang bahkan bisa juga dibatalkan. Kami tidak mengatakan SHM No. 5 Tahun 1967 itu tidak sah atau tidak mengakui. Kami mendasarkan pada bukti yang kami punya. Bagaimana keputusan akhirnya sepenuhnya itu kewenangan lembaga peradilan yang akan menentukan," tandasnya. (yun/rd)

Baca Juga: Terkait Sengketa Pasar Tulakan, BPN Pacitan Serahkan pada Prosedur Hukum

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO