DK ICMI Pusat: Politisasi Agama Tidak Dibenarkan dalam Islam

DK ICMI Pusat: Politisasi Agama Tidak Dibenarkan dalam Islam Tampil sebagai pembicara, diantaranya, Dewan kehormatan ICMI Pusat Fuad Amsyari, serta Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya Masdar Hilmy, Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono, SIK MSi.

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Agama dan politik tidak dapat dipisahkan sebab politik adalah bagian integratif dari ajaran agama Islam. Meski demikian, dalam Islam tidak dibenarkan adanya politisasi agama.

Politisasi agama, seperti memanfaatkan simbol agama dalam berpolitik, merupakan hal terlarang. Apalagi, tujuan dan aktivitas berpolitiknya tidak terkait sama sekali dengan tuntunan politik agama.

Baca Juga: Terima Dubes Jepang untuk Indonesia, Pj Gubernur Jatim Bahas Pengembangan Kerja Sama

Demikian terungkap dalam Seminar Nasional “Mencari Kesepakatan tetang Makna Politisasi Agama” yang digelar di Pesantren , Jombang, Jawa Timur, Minggu (4/3).

Dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Musim Indonesia (ICMI), Fuad Amsyari, yang tampil sebagai narasumber menjelaskan, dalam Islam, politik menempati peran yang cukup penting bagaikan saudara kembar yang saling membutuhkan.

Dalam berpolitik, sebut dia, Islam juga menjadi pijakan utama. Ibarat dua sisi mata uang, keduanya memang mustahil untuk dipisahkan.

Baca Juga: Silaturahmi ke Keluarga Pendiri NU, Mundjidah-Sumrambah Minta Restu

Pentingnya posisi politik, kata Fuad Amsyari, bahkan diletakkan hanya satu garis di bawah kenabian. “Yang menjadi pertanyaan selama ini adalah, apakah di dalam Islam terdapat politik dan mengajarkan politik,” ujarnya.

Dikatakan, aspek politik dari Islam berasal dari Al-Quran dan Sunnah, sejarah perjalanan Islam dan elemen gerakan politik baik di dalam atau pun di luar Islam.

Dalam Islam, jelas Fuad Amsyari, antara agama dan politik terdapat sebuah perbedaan pendapat dalam memahami sumbernya, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.

Baca Juga: Persiapan Konferwil NU Jatim Capai 100 Persen, Pembukaan Siap Digelar Malam ini

Lepas dari pro dan kontra antara yang sepakat dan tidak, lanjut dia, yang jelas Islam tidak bisa lepas dari sebuah tatanan kehidupan bernegara.

“Tugas kita sebagai umat islam mengidentifikasi apakah di dalam Islam ada politiknya apa tidak. Menurut saya, justru melalui proses politiklah rosul menjadi kepala Negara Madinah hal ini sudah menjelaskan kalau memang memberikan ajaran politik,” tambahnya.

Ditandaskan, bagi agama Islam tidak ada batas antara agama dan politik karena politik adalah bagian integratif dari ajaran agama islam.

Baca Juga: Ponpes Tebuireng Siap Gelar Konferwil NU XVIII

Namun, yang terlarang dalam agama Islam adalah politisasi agama dalam makna memanfaatkan simbol agama dalam berpolitik, padahal tujuan dan aktivitas berpolitiknya tidak terkait sama sekali dengan tuntunan politik agama.

Seminar Nasional “Mencari Kesepakatan tetang Makna Politisasi Agama” yang digelar di Pesantren , Jombang, dihadiri Pengasuh Pesantren Teubireng KH. Salahudin Wahid (Gus Solah). 

Tampil sebagai pembicara, diantaranya, Dewan kehormatan ICMI Pusat Fuad Amsyari, serta Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya Masdar Hilmy, Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono, SIK MSi. (ony/ian)

Baca Juga: Ribuan Santri Tebuireng Takbir Keliling dan Bakar Sate Massal, Idul Adha Makin Seru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO