Peralatan Medis Terbatas, Spare Part Mobil Digunakan untuk Alat Operasi

Peralatan Medis Terbatas, Spare Part Mobil Digunakan untuk Alat Operasi Dr Evan Atar Adahar, bahagia selamatkan pasien. foto; mirror.co.uk

BUNJ, BANGSAONLINE.com - Dr Evan Atar Adahar (52) terpaksa memanfaatkan spare part mobil untuk menangani operasi di sebuah klinik di Kota Bunj, Sudan Selatan, tempat paling berbahaya di dunia karena perang. Karena pengabdiannya itu, Dr Atar diganjar Penghargaan Nansen PBB di Jenewa pada hari Senin lusa. Nansen adalah penghargaan tertinggi PBB yang diberikan kepada mereka yang membantu orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan.

Bahkan, setiap minggu dia mengoperasi 50 pasien, baik karena luka akibat perang, atau bahkan melahirkan. “Saya terpaksa memanfaatkan berbagai bagian dari mobil untuk menyelesaikan operasi, karena memang peralatan medis di sini sangat terbatas. Bahkan benang untuk menutup luka sayat operasi adalah benang jahit. Untuk obat bius, kami tak punya. Maka, saya gunakan karkoba ketamin,” kata Atar, yang dalam setahun hanya tiga kali saja bisa bertemu keluarganya.

Baca Juga: Khofifah Kader Ideologis Gus Dur, Loyalitas tanpa Batas

“Saya harus kreatif, demi keselamatan nyawa pasien,” tambah dia.

Yang paling utama, adalah kurangnya peralatan dasar. Meski begitu, fasilitas medis di Bunj, Sudan Selatan itu masih dapat melakukan lebih dari 50 operasi dalam seminggu, dan merupakan harapan terakhir bagi lebih dari 200.000 orang di wilayah yang dilanda perang.

Rumah sakit di Bunj juga tidak memiliki mesin x-ray, generator.

Baca Juga: Kenapa Gaya Jalan Khofifah sangat Cepat? Ini kata Pakar Bahasa Tubuh

Dr Evan Atar Adahar juga tidur di tenda di kompleks rumah sakit. Saat malam hari, menggunakan mesin jahit untuk membuat benang bedah yang akan digunakan untuk esok hari. Dr Atar mengatakan kepada MirrorOnline bahwa menyelamatkan jiwa membutuhkan banyak kreativitas. Karenanya, Dr Atar akan menerima penghargaan Nansen PBB di Jenewa pada hari Senin lusa. Nansen adalah penghargaan tertinggi PBB yang diberikan kepada mereka yang membantu orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan.

Laporan South Sudan Amnesty International mengklaim, banyak anggota keluarga-keluarga di kota Bunj dibakar hidup-hidup dan bayi-bayi dibanting sampai mati. “Bahkan jika ada sesuatu yang dibutuhkan dalam operasi, tapi barangnya tak ada, dan operasi tetap harus dilakukan, maka saya ambil dari sparepart mobil. Saya juga memakai mata pancing sebagai alat untuk jarum jahit. Kami tidak bisa menyerah pada kekurangan peralatan yang kami miliki."

Pada kesempatan lain, dia memecah bagian mesin kendaraan tua untuk diambil beberapa bagian. Dan, logam-logam dari mobil itulah yang ditanamkan di tulang pasien.

Baca Juga: Pada Era Gus Dur, Kiai Tak Cuek pada PBNU, karena Tak Alergi Kritik, Tak Gila Hormat

Dia akan berbicara dari kantor PBB di Jenewa, Swiss, di mana presentasi akan berlangsung. Dia dan staf rumah sakit menegaskan tidak memiliki niat untuk berhenti. Bunj adalah negara terbaru di dunia - yang baru memperoleh kemerdekaan dari Sudan pada tahun 2011. Dokter dan perawat di negara ini, kerap diculik dan dibunuh milisi. Bahkan warga sipil di wilayah ini dipersenjatai .

Lebih dari 100 pekerja kemanusiaan telah dibantai di Sudan Selatan dalam lima tahun terakhir, dan musim panas lalu kelompok bersenjata berusaha menyerbu sebuah rumah sakit.

Dr Atar berkata: “Anda harus menerima hidup dalam situasi di mana ada bahaya, dan tidak semua orang bisa menerima itu. Bulan Juli lalu ada kekerasan dari pemuda di daerah itu, mereka menuduh badan-badan tidak mempekerjakan mereka. Mereka datang ke rumah sakit dengan senjata dan kami bernegosiasi dengan mereka. Kami mengatakan kepada mereka bahwa jika mereka menghancurkan rumah sakit, siapa yang akan membantu mereka jika mereka membutuhkan bantuan medis? Kami di sini untuk semua orang, di semua sisi. Salah satu pemimpin datang dan mengatakan bahwa tidak ada yang harus menjadikan rumah sakit sebagai target."

Baca Juga: Mengenal Tokoh Nahdliyin Inspiratif 2022: Khofifah, Perempuan Pertama yang Menjadi Gubernur Jatim

Dr Atar sendiri jarang melihat istri dan keempat anaknya, yang tinggal di Nairobi, Kenya. "Saya mengundang keluarga saya untuk datang ke rumah sakit dan melihat apa yang saya lakukan," katanya. "Ketika istriku melihat apa yang sedang terjadi, dia bilang itu sepadan dengan pengorbanan," tambah dia.

Sebelum kedatangannya di Bunj, ia mengelola rumah sakit di Kurmuk, di Negara Bagian Nil Biru, selama 14 tahun sebelum dipaksa pindah karena kekerasan dan pemboman yang meningkat antara pemberontak dan pemerintah Khartoum. Dr Atar mendirikan rumah sakit baru di sebuah pusat kesehatan yang tidak terpakai di Bunj, di mana ia segera menyadari besarnya tugas. "Pada hari saya tiba, pada 22 November 2011, saya tidak diberi kesempatan untuk mengatur diri, karena sudah ada pasien pertama, yang menderita luka tembak," katanya.

Baca Juga: Merangkap Guru dan Entrepreneur, KH Asep Saifuddin Chalim Kiai Langka

Baca Juga: Mengenang KH Ufi Biahdillah, Kiai yang Ditakuti Penjajah Belanda dan Tak Mempan Ditembak

pasien ditempatkan di luar  karena keterbatasan tempat. 

Sumber: mirror.co.uk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO