Ribuan Ulat Jati 'Serang' Kawasan Hutan Kota Trenggalek

Ribuan Ulat Jati Ribuan Ulat Jati Saat Menyantap Daun Pohon Jati di kawasan Wisata Huko Trenggalek. Foto: HERMAN S/BANGSAONLINE

TRENGGALEK, BANGSAONLINE.com - Terhitung sejak tiga hari yang lalu, ribuan ulat jati menyerbu kawasan hutan Kota . Hampir sebagian besar pohon jati yang ada di kawasan hutan kota, daunnya tampak habis dilahap oleh ulat jati ini. Bunyi gemertak pun terdengar saat ribuan ulat ini sedang menyantap daun jati.

Meski jumlahnya ribuan, ulat ini jenis ini tidak termasuk jenis ulat yang memiliki efek gatal pada kulit manusia.

Baca Juga: Dinas Kelautan Dan Perikanan Trenggalek Raih Juara Umum LMSI Tingkat Provinsi Jatim

Munculnya ribuan ulat jati ini menurut Suyitno, salah satu petugas kawasan Hutan Kota, merupakan peristiwa alam yang sudah biasa terjadi tiap tahun.

"Munculnya ulat jati ini sudah biasa terjadi tiap tahun, dan ini adalah peristiwa alam," ungkap Suyitno di Kawasan Hutan Kota , Jumat (14/12).

Suyitno menceritakan awal munculnya ulat ini biasanya ditandai dengan peristiwa alam, yakni setelah terjadi musim kemarau yang panjang, kemudian terjadilah hujan untuk pertama kalinya. Dan setelah itu seminggu kemudian terjadi panas kembali 

Baca Juga: Info BMKG: Selasa Dini Hari ini, Trenggalek Diguncang Gempa Magnitudo 5,4

"Jadi dalam rentang waktu seminggu inilah biasanya ulat jati ini muncul dalam jumlah ribuan," jelasnya.

Masih menurut Suyitno, munculnya ulat yang hanya doyan memakan daun jati ini telah terjadi sejak tiga hari yang lalu. Tiga hari kemudian dirinya memastikan sudah tidak ada lagi ulat jati ini, karena sebagian besar ulat jati ini akan memilih tempat berada di bawah daun kering yang berserakan di tanah. 

Pada fase ini ribuan ulat ini akan mengalami proses metamorfosis, dimana ulat yang sebelumnya berdiam diri di bawah daun kering akan berubah menjadi kepompong, yang selanjutnya akan menjadi kupu kupu yang cantik.

Baca Juga: Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat, Wabup Trenggalek Buka TMMD Ke-120

Dikatakan oleh Suyitno, saat ulat ini menjadi kepompong oleh sebagian masyarakat yang bermukim di pinggir hutan, ulat ini biasanya dicari untuk dikonsumsi dan diolah dalam bentuk makanan. Bisa dimasak dalam bentuk oseng-oseng atau bacem. Namun bagi mereka, yang tidak biasa mengonsumsi makanan jenis ini akan memiliki dampak alergi seperti gatal-gatal atau biduran.

Selain itu katanya, dari sisi ekonomi kepompong jenis ini memiliki nilai jual yang cukup lumayan. Harga per kilonya bisa mencapai Rp 60 ribu hingga Rp 80 ribu. (man/ian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sakit Hati Gara-Gara Diselingkuhi Istri, Rumah ini Dihancurkan Suami':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO