​Rembug Nasional Migas dan Media: Indonesia Butuh Kilang Minyak untuk Kurangi Defisit Perdagangan LN

​Rembug Nasional Migas dan Media: Indonesia Butuh Kilang Minyak untuk Kurangi Defisit Perdagangan LN Rembug Nasional Migas dan Media digelar dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Jawa Timur. foto: DIDI ROSADI/ BANGSAONLINE

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Indonesia sebagai negara penghasil minyak butuh membangun kilang minyak untuk mengurangi defisit perdagangan luar negeri. Kesimpulan itu disampaikan oleh pengamat ekonomi, Hadi Prasetyo.

“Sejak masa Presiden Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kita belum memiliki kilang minyak,” ujar Hadi seusai acara rembuk Migas dan Media, Peluang dan Tantangan Sektor Hulu Migas dalam rangka HUT Hari Pers Nasional di Surabaya, Rabu (6/2).

Baca Juga: Pemkab Pamekasan dan Petronas North Ketapang Sosialisasikan Rencana Survei Migas

Menurut Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, investasi di kilang minyak sangat diperlukan untuk mengurangi defisit neraca perdagangan luar negeri. Keberadaannya dapat memangkas impor yang masih didominasi migas.

Selama ini, lanjut Hadi, Indonesia selalu melakukan ekspor minyak mentah. Begitu sudah jadi, diimpor kembali ke dalam negeri. Kondisi tersebut, menurut hitungan Hadi yang juga mantan Asisten II Bidang Ekonomi Setdaprov Jatim, sangat merugikan perdagangan luar negeri.

Meski diakuinya, bahwa pembuatan kilang minyak tidaklah mudah. Ada campur tangan politik di dalamnya. “Minyak itu di mana pun sangat berpengaruh kepada pengambilan keputusan nasional. Kalau dilihat keputusannya di kilang minyak, tentu ada sesuatu yang merasa rugi,” urainya.

Baca Juga: SKK Migas Apresiasi Peran Media terhadap Industri Hulu Migas

Sekarang, ungkap Hadi, tinggal ke depan pengambilan keputusan seperti apa. “Hampir semua industri bisnis migas dalam tanda petik sedikit atau banyak ada pertimbangan politiknya,” tuturnya.

Kepala Jabanusa Ali Masyar mengatakan, sebenarnya wacana pembangunan kilang minyak terus mencuat. Salah satu yang dibidik adalah Tuban dengan menggandeng investor asal Rusia Rosneft Oil Company. Namun ternyata saat ketika akan direalisasikan, ada kendala di lapangan.

Masyarakat sekitar disebut menolak pembangunan kilang minyak di wilayah tersebut. “Masalahnya nggak jauh-jauh dari situ. hambatan gangguan misalnya ada yang nggak boleh dibebaskan tanahnya,” kata Ali.

Baca Juga: Bupati Gresik Resmikan TPS3R di Desa Manyarejo

Akhirnya, sempat ada wacana pemindahan kilang minyak di Situbondo. Tetapi rupanya rencana tersebut juga batal. Presiden Joko Widodo belum lama ini meminta pembicaraan pembangunan kilang minyak di Tuban dilakukan secara baik-baik.

“Terakhir ini termasuk saya provokasi kemarin waktu mendampingi Pak Menteri ESDM sama Direktur Utama Pertamina dan Bupati Tuban. Kepada pak Bupati Tuban, saya minta untuk dibantu. Kan, sudah dua periode, kalau ini berhasil dibangun di Tuban jadi kenang-kenangan,” sebutnya.

Ali menilai, banyak dampak ekonomi yang dapat dimanfaatkan jika pembangunan kilang minyak direalisasikan. Salah satunya terbukanya kesempatan kerja bagi warga Tuban. Selain dapat mengurangi defisit neraca perdagangan.

Baca Juga: SKK Migas Gelar Pre IOG SCM & NCB Summit 2024, ini yang Dibahas

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai neraca perdagangan Indonesia Desember 2018 mengalami defisit sebesar USD 1,10 miliar yang dipicu oleh defisit sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD 0,22 miliar dan USD 0,88 miliar. (mdr/ian)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO