​ Didemo 5 Hari, Pemimpin Hong Kong Ogah Mundur

​  Didemo 5 Hari, Pemimpin Hong Kong Ogah Mundur ? Joshua Wong, si kerempeng muda siswa SMA, ikon perjuangan Hong Kong. foto:repro bbc


HONG KONG (bangsaonline)

Kepala Eksekutif , Leung Chun-ying, berkeras tidak akan mundur. Meski demikian, dia menawarkan kesempatan perundingan antara pemerintahan dan demonstran prodemokrasi.

Baca Juga: Ziarah ke Makam PMI Korban Covid-19 dari Jatim di Hong Kong, Gubernur Khofifah Bangunkan Batu Nisan

Dalam konferensi pers, pemimpin Hong Kong itu mengaku telah mengutus sekretarisnya, Carrie Lam, untuk membuka pintu dialog dengan kubu demonstran sesegera mungkin.

“Federasi Pelajar mengeluarkan surat terbuka meminta bertemu dengan kepala sekretaris, yang mewakili pemerintah , untuk mendiskusikan satu hal, yaitu perkembangan konstitusi . Saya tidak akan mundur karena saya harus lanjut bekerja untuk pemilihan umum,” kata Leung.

Para pemimpin demonstrasi merespons pernyataan tersebut seraya mengatakan bahwa mereka berniat berdiskusi dengan pemerintah, namun berkukuh Leung harus mundur.

Baca Juga: Pecah Rekor, Misi Dagang dan Investasi Jatim di Hong Kong Catatkan Transaksi Rp1,101 Triliun

“Bagaimanapun, kami hendak mengulangi pandangan kami bahwa Kepala Eksekutif Leung Chun-ying bertanggung jawab atas kebuntuan ini. Karena itu, dia harus mundur,” sebut pernyataan bersama kubu demonstran.

Kemarahan

Menurut wartawan BBC di , Ali Moore, demonstran tetap berkumpul di luar kantor Chun-ying Leung dan kompleks kantor pemerintah . Mereka datang dengan kemarahan dan berhadapan dengan polisi .

Baca Juga: Gubernur Khofifah Tawarkan Pelatihan Ekonomi Digital ke PMI dari Jatim di Hong Kong

Steve Hui, juru bicara kepolisian Hong Kong, mengatakan pihaknya tidak akan menoleransi aksi anarkis di sekitar kompleks kantor pemerintah.

Aparat keamanan berhadapan dengan para demonstran dengan dipisahkan pagar besi.

Menanggapi eskalasi demonstrasi di , Lord Patten, selaku gubernur Inggris terakhir sebelum diserahkan ke Cina pada 1997, menilai aksi kekerasan tidak akan berlarut-larut.

Baca Juga: Gempa Politik Taiwan, Partai Penguasa Kalah Telak, Bakal Jatuh pada Tiongkok?

“Cina punya banyak hal yang dipertaruhkan…Saya tidak yakin ini bakal menjadi seperti (Lapangan) Tiananmen.”

Fenomena Joshua Wong

Penampilannya sepintas tak meyakinkan: kerempeng, berkacamata, tampak lugu, jauh dari gambaran aktivis perjuangan -apalagi kalau dibandingkan dengan para pendekar kung fu seperti digambarkan dalam film-film shaolin, misalnya.

Baca Juga: Di Tiongkok, Pemilihan Ketua Partai Lebih Penting dari Pemilihan Presiden

Namun dia digambarkan sebagai 'ekstrimis dan badut' oleh pemerintah Cina, karena Joshua Wong sedang mencoba memimpin sebuah revolusi sosial negerinya.

Dia tinggal di , daerah yang diperintah Inggris hingga 1997, dan sekarang diandaikan menjadi daerah otonom China.

Namun Cina dipandang sedang mengikis otonomi dan kebebasan di .

Baca Juga: John Lee Boneka Lucu Tiongkok, Tak Ada Demokrasi di Hong Kong dan Singapura

Yang jadi gara-gara adalah keputusan Cina, bahwa dalam Pemilu pertama 2017 mendatang, semua calon harus lebih dahulu disetujui psebuah badan yang dibentuk pemerintah Cina.

Maka Joshua, sebagaimana ratusan ribu warga lain, turun ke jalan melakukan protes.

"Rakyat tidak perlu takut pada pemerintah mereka," katanya, mengutip film V for Vendetta, Justru "pemerintah yang harus takut pada rakyat mereka."

Baca Juga: ​Jaga Kehalalan Makan, Ke Hong Kong, Kiai Asep Bawa Lontong (1)

Dampak politik

Di usia 15 tahun, ia dan beberapa temannya membentuk sebuah kelompok yang disebut Scholarism bertujuan, katanya, untuk memberikan suara politik pada kaum pelajar.

Pelajar dan mahasiswa, berunjuk rasa lebih awal dari yang direncanakan kelompok Occupy Central

Baca Juga: ​Dahsyat! China Buka Jembatan Paling Mengerikan, Ajak Berkendara di Dasar Laut

"Meskipun pelajar masih di bawah umur, non-profesional dan tak memiliki status sosial," ia menjelaskan salam sebuah wawancara dengan sebuah surat kabar Hong Kong. Mereka tetap memiliki peran untuk ambil bagian dalam kebijakan pemerintah."

Dan gerakannya ternyata memberikan dampak langsung pada politik .

Pada tahun 2012 kelompok itu memimpin aksi 120.000 siswa yang berunjuk rasa dan dalam gerakan bersama kelompok lain berhasil membatalkan program pendidikan nasional pro-Cina dengan menduduki kantor-kantor pemerintah.

Kacamata, kaos, celana pendek, sepatu kets, adalah ciri khasnya

Para pemimpin politik terpaksa menunda rencana yang dirancang untuk mengajarkan siswa tentang doktrin Partai Komunis Cina, "maju, tanpa pamrih dan bersatu".

Sekarang, dua tahun kemudian, ia memimpin aksi protes terhadap keputusan bahwa Cina akan menentukan calon yang tampil dalam Pemilu mendatang.

Joshua Wong berpendapat hal itu membuat Hong Kong hanya semidemokrasi dan menyerukan teman-temannya untuk lebih peduli pada politik.

Ia yakin pelajar adalah orang-orang yang paling tepat untuk menyebarkan pesan itu, karena mereka 'idealis'.

Ancaman keamanan

Pesannya jelas, dia menginginkan masyarakat bebas di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk mencalonkan dan memilih kepala eksekutif . Sederhananya, ia ingin demokrasi.

Dia mengatakan protes damai adalah hal yang ideal, tetapi terkadang diperlukan juga pembangkangan sipil.

Jadi, ia dan mahasiswa lain memblokir pusat , mogok kuliah, dan justru berkumpul di jalanan.

Demonstrasi besaran-besaran asalnya digagas kelompok Occupy Central untuk dilancarkan pekan ini, tapi anggota kelompok yang dipimpin Joshua Wong justru melancarkan unjuk rasa lebih awal.

Jadi, kata Benny Tai, salah satu dari tiga penyelenggara utama gerakan Occupy Central, mereka "bukannya mendorong para pelajar untuk bergabung, justru sebalikna kami didorong oleh para pelajar untuk bergabung."

"Kami tersentuh dan terharu oleh aksi para pelajar."

Dan sekarang, Joshua Wong -pemuda berkacamata berusia 17 tahun itu- oleh partai Komunis yang berkuasa resmi digolongkan sebagai ancaman bagi keamanan.

Joshua bersama dua temannya bersiap mengikuti sebuah upacara

Dia salah satu dari 78 orang yang ditangkap setelah memimpin aksi di kantor-kantor pusat pemerintah, dan ia ditahan selama lebih dari 40 jam tanpa dakwaan.

Tekad Joshua

Pemerintah meminta pengadilan untuk terus menahannya, karena membebaskannya akan mengganggu penyelidikan lebih lanjut, tetapi pengadilan menolak. Menurut pengadilan, penahanannya adalah sah, tetapi menahannya lebih lama merupakan tidakan melanggar hukum.

Joshua Wong dilepaskan, namun polisi mengatakan mereka masih berhak untuk memprosesnya atau menangkapnya lagi.

Kuatir bahwa jaringan seluler dimatikan, Wong melancarkan tindakan pembangkangan lain dengan menyerukan pendukungnya untuk mengunduhaplikasi yang disebut Firechat.

Ditahan 40 jam, polisi terpaksa melepasnya karena upaya memperpanjang penahanannya ditolak pengadilan.

Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi kendati tanpa akses internet. Dan sejak hari Minggu, sudah diunduh warga lebih dari 100.000 kali.

Meskipun mengalami kelelahan dan memar-memar setelah dilepaskan dari tahanan polisi, Joshua Wong telah bersumpah untuk kembali kepada kawan-kawannya dalam unjuk rasa untuk "bergabung dengan perjuangan."

Dan dia menyampaikan tekad ini kepada para pendukungnya: "Kita harus memperlakukan setiap pertempuran sebagai pertempuran yang mungkin yang terakhir. Hanya dengan begitu kita akan memiliki tekad untuk berjuang melawan."

Seruan Bubar

Pemerintah meminta para pengunjuk rasa prodemokrasi membubarkan diri secara damai di tengah-tengah pertanda meningkatnya ketegangan.

Para pemimpin mahasiswa pengunjuk rasa sudah mengancam akan menduduki gedung-gedung pemerintah jika Ketua Eksekutif, CY Leung, tidak mengundurkan diri Kamis (02/10) tengah malam.

Polisi juga menegaskan tidak akan mentolerir setiap gerakan yang melanggar hukum atas bangunan milik pemerintah.

Kepada para wartawan, juru bicara polisi Steve Hui, menegaskan pendudukan kantor pemerintah akan menimbulkan masalah keselamatan umum.

"Polisi tidak akan berdiri begitu saja dan menyaksikan, kami akan menegakkan hukum," katanya.

Pemerintah juga mengatakan para pegawai negeri akan kembali bekerja Jumat 3 Oktober setelah hari libur nasional walau massa pengunjuk rasa berkumpul di sekitar kantor mereka.

Unjuk rasa terkait dengan hak warga untuk memilih pemimpinnya ini berlangsung damai selama lima hari belakangan.

Pengunjuk rasa menentang Cina yang akan menentukan calon pemilih.

Pemerintah mengatakan pegawai negeri akan mulai bekerja Jumat 3 Oktober.

Mereka menentang rencana pemerintah Cina yang akan menentukan para calon yang ikut serta dalam pemilihan tahun 2017 karena meninginkan demokrasi penuh.

Beijing sudah menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap CY Leung dan Kepolisian Hong Kong.

Koran milik Partai Komunis Cina, Harian Rakyat, memuji kinerja Leung dan mengecam protes sebagai 'kerusuhan'.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO