TUBAN, BANGSAONLINE.com - Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Tuban menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor pemerintah kabupaten setempat, Rabu (1/5).
Kedatangan ratusan massa yang didominasi para kaum muda tersebut salah satunya meminta pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Di samping itu, para demonstran juga menuntut supaya pemkab segera memberlakukan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK).
BACA JUGA:
- Peringati Hari Buruh, Wakil Wali Kota Pasuruan Buka Turnamen Futsal Antarperusahaan
- Peringati May Day 2024, Pj Wali Kota Mojokerto Komitmen Perjuangkan Kesejahteraan Buruh
- Peringati Mojokerto Mods May Day, Pj Wali Kota Mojokerto Kampanye Safety Riding Bareng Vespa Mania
- Peringati May Day 2024, Polres Kediri Kota Gelar Donor Darah Bareng Serikat Pekerja
“Keberadaan PP ini sangat tidak demokratis karena membatasi pekerja dalam mendapatkan upah layak. Sistem perhitungan besaran upah kerja hanya berdasarkan pada hitung-hitungan matematis, tanpa adanya perundingan yang melibatkan serikat buruh,” ujar Korlap Aksi, Duraji kepada BANGSAONLINE.com.
Duraji menambahkan, di wilayah bumi wali telah banyak berdiri industri-industri dengan kapasitas cukup besar, sehingga sangat layak dan mampu untuk menerapkan UMSK. Menurutnya, kebijakan yang diambil pemkab diskriminatif terhadap buruh dan masyarakat kecil, lantaran menguntungkan para investor.
“Banyaknya industri besar di sini sudah sepatutnya Tuban menerapkan UMSK. Kawasan industri di Tuban bisa dikatakan sejajar dengan Ring 1 Jatim, seperti Surabaya, Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, dan Pasuruan,” tegasnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Kabid Hubungan Industri Dinas Penanaman Modal, PTSP, dan Tenaga Kerja Kabupaten Tuban Wadiono menjelaskan bahwa penerapan UMK sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan melibatkan Dewan Pengupah Kabupaten (DPK) yang di dalamnya ada perwakilan serikat pekerja, perusahaan, dan pemerintah. Selanjutnya dilakukan pembahasan survei KHL dan sebagainya, untuk mengusulkan besaran UMK kepada bupati dan diterusakan ke gubernur.
“Mekanisme penentuan UMK sudah kita lakukan sesuai regulasi yang ada,” ucap Wadiono.
Menurut Wadiono, penetapan UMSK memang menjadi wewenang pemerintah kabupaten, namun sifatnya hanya sebatas usulan. Sedangkan untuk penetapannya menjadi tanggung jawab provinsi.
“Yang menentukan kabupaten layak menerapkan UMSK ini dari gubernur, saat ini baru 5 daerah di Jatim yang sudah menerapkan UMSK,” pungkasnya. (gun/ian)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News