9 Alasan dan Dasar Mengapa Pesantren Layak Disebut Sebagai Laboratorium Perdamaian

9 Alasan dan Dasar Mengapa Pesantren Layak Disebut Sebagai Laboratorium Perdamaian Ribuan santri mengikuti upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2019 di Stadion Gondanglegi, Kecamatan Gondanglegi, Selasa (22/10).

MALANG, BANGSAONLINE.com - Ribuan santri dari berbagai pesantren dan lembaga pendidikan agama se-Kabupaten mengikuti upacara peringatan (HSN) 2019 di Stadion Gondanglegi, Kecamatan Gondanglegi, Selasa (22/10).

Dalam sambutan tertulis Menteri Agama Republik Indonesia (RI) yang dibacakan Bupati Drs. H. M. Sanusi, bahwa penetapan HSN pada tanggal 22 Oktober ini, merujuk pada tercetusnya "Resolusi Jihad" yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik tanggal 10 Nopember 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Baca Juga: Pj Gubernur Jatim: KEK Singhasari Miliki Keunggulan Seluruh Layanan Digital Terintegrasi

Adapun peringatan Hari Santri 2019 tahun ini, mengusung tema "Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia". "Sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian dan merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama," tutur Bupati Sanusi membacakan sambutan Menag.

Berikut sembilan (9) alasan dan dasar mengapa pesantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian;

Baca Juga: Hujat Lebat Siang Hari ini, Sejumlah Pohon di Pakisaji Malang Tumbang

Pertama: Kesadaran harmoni beragama dan berbangsa. Dengan alasan dan dasar itulah, sampai hari ini komitmen santri sebagai generasi pecinta tanah air tidak kunjung pudar. Sebab, mereka masih berpegang teguh pada kaidah hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman).

Kedua: Metode mengaji dan mengkaji. Selain mendapatkan bimbingan, teladan dan transfer ilmu langsung dari kiai, para santri di pesantren juga diterapkan keterbukaan kajian yang bersumber dari berbagai kitab, bahkan sampai kajian lintas mazhab. Melalui ini, para santri dididik untuk belajar menerima perbedaan, namun tetap bersandar pada sumber hukum yang otentik.

Ketiga: Para santri biasa diajarkan untuk khidmah (pengabdian) dan ini merupakan ruh dan prinsip loyalitas santri yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan realitas kebutuhan sosial.

Baca Juga: Perumda Tirta Kanjuruhan Berikan Apresiasi untuk Pelanggan Setia

Keempat: Pendidikan kemandirian, kerja sama dan saling membantu di kalangan santri. Lantaran jauh dari keluarga, santri terbiasa hidup mandiri, memupuk solidaritas dan gotong-royong sesama para pejuang ilmu.

Kelima: Gerakan komunitas seperti kesenian dan sastra tumbuh subur di pesantren. Seni dan sastra ini sangat berpengaruh pada perilaku seseorang. Sebab dapat mengekspresikan perilaku yang mengedepankan pesan-pesan keindahan, harmoni dan kedamaian.

Keenam: Lahirnya beragam kelompok diskusi dalam skala kecil maupun besar untuk membahas hal-hal remeh sampai yang serius. Dialog kelompok ini membentuk santri berkarakter terbuka terhadap hal-hal perbedaan baru.

Baca Juga: Abdulloh Satar Targetkan Pasangan SALAF Menang 70 Persen di Pilbup Malang Lewat Dapilnya

Ketujuh: Merawat khazanah kearifan lokal. Relasi agama dan tradisi begitu kental dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan Pesantren menjadi ruang yang kondusif untuk menjaga lokalitas di tengah arus zaman yang semakin pragmatis dan materialistis.

Kedelapan: Prinsip Maslahat (kepentingan umum) merupakan pegangan yang sudah tidak bisa ditawar lagi oleh kalangan pesantren. Sebab tidak ada orang-orang pesantren meresahkan dan menyesatkan masyarakat.

Kesembilan: Penanaman spiritual. Tidak hanya soal hukum Islam (fikih) saja yang didalami, namun banyak pesantren juga melatih para santrinya untuk tazkiyatunnafs dengan proses pembersihan hati melalui amalan zikir dan puasa. Sehingga akan melahirkan fikiran dan tindakan yang bersih dan benar. Makanya, antri jauh dari pemberitaan tentang intoleransi, pemberontakan, apalagi terorisme.

Baca Juga: Wamen ATR BPN Serahkan 12 Sertifikat Hak Pakai ke Pemkot Malang

Di akhir sambutannya, Menteri Agama RI mengucapkan "Selamat Hari Santri 2019, Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia".

Tampak hadir pada upacara HSN kali tahun ini, Kapolres AKBP Yade Setiasan Ujung, Dandim 0818 Letkol inf Ferry Muwazzad dan beberapa Kepala SKPD Kabupaten serta pejabat dari Kementrian Agama (Kemenag). (thu/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Warung Bebek Goreng H. Slamet di Kota Malang Terbakar':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO