Anak Nabi Adam Meninggal di Jawa

Anak Nabi Adam Meninggal di Jawa Penggalian di Ngandong, Indonesia pada 2010.

BANGSAONLINE.com - Nenek moyang manusia pertama, yaitu nabi Adam, yang meninggalkan Afrika, akhirnya ditemukan meninggal di pulau Jawa. Demikian kesimpulan para ilmuwan. Fosil tulang yang ditemukan di Indonesia, mengonfirmasi Homo Erectus menjelajahi planet selama 1,8 juta tahun.

Kuburan Homo Erectus sebagai salah satu leluhur manusia paling sukses dan yang pertama berjalan tegak, telah dilacak ke dataran banjir dekat sungai terpanjang di pulau Jawa, Bengawan Solo.

Baca Juga: Pascabanjir, Polres Ngawi Aktif Pantau Debit Air

Selusin tengkorak parsial dan dua tulang kering, ditemukan di sebuah tulang tebal di dekat Bengawan Solo pada tahun 1930-an, tetapi tidak pernah diprediksi tanggalnya. Kini, dengan teknologi, ditemukan akurasi tahunnya, yaitu di kisaran 108.000 dan 117.000 tahun yang lalu.

Temukan fosil ini menegaskan Homo Erectus sebagai nenek moyang manusia yang bertahan paling lama sejauh ini. Keberadaannya membentang di rantai evolusi selama sekitar 1,8 juta tahun. "Ini adalah koleksi terbesar dari fosil Homo Erectus di satu situs di dunia dan penanggalannya selalu penting," kata Russell Ciochon, seorang antropolog di University of Iowa.

"Ini adalah spesies yang berumur panjang dan kami sekarang telah memakukan waktu kematian terakhir mereka," katanya.

Baca Juga: Perahu Bocor, Empat dari 3 Korban Tenggelam di Sungai Bengawan Solo Ditemukan Tewas

Homo Erectus memiliki proporsi tubuh seperti manusia modern, dan mungkin yang pertama yang memasak makanan. Spesies ini muncul di Afrika hampir 2 juta tahun lalu, dan menjadi yang pertama meninggalkan benua, menyebar ke seluruh Asia dan tinggal di pulau Jawa, sementara di lokasi lain menghilang jejaknya.

Sejatinya tulang-tulang yang ditemukan sebanyak 25 ribu fosil, namun sebagian besar tulang hewan. Ahli geologi Belanda menemukan ini, saat menggali di kawasan Ngandong, kawasan langganan banjir Bengawan Solo, antara tahun 1931 dan 1933.

Tulang-tulang ini terbawa menuju hilir, dan para ahli berupaya untuk menemukan fosil tulang manusia. Namun tidak juga ditemukan. Setidaknya, ilmuwan memrediksi tulang itu telah berusia 27.000 hingga setengah juta tahun.

Baca Juga: HKBN 2023 di Lamongan, Menko PMK Dorong Penerapan Kurikulum Khusus Bagi Pelajar Terdampak Bencana

Akhirnya, ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) meneruskan penggalian selama 16 tahun dengan berbagai teknik modern. Pekerjaan mereka dibantu cucu-cucu salah satu ahli geologi Belanda, yang menyediakan peta dan jurnal yang, setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Peta itu menunjuk ke lokasi yang asli.

Menulis di jurnal Nature, para ilmuwan menggambarkan bagaimana mereka mengetahui usia fosil Homo Erectus dengan melihat-lihat lansekap dan fosil hewan baru yang digali dari kawasan Ngandong. Mereka meneliti stalagmit di gua-gua dekat gunung untuk menunjukkan bahwa gunung-gunung itu sendiri setidaknya setengah juta tahun yang lalu dan mengarah ke Bengawan Solo ke perbukitan Kendeng, di mana dataran Ngandong berada.

Penanggalan lebih lanjut mengungkapkan bahwa pelataran Ngandong sendiri terbentuk antara 140.000 dan 92.000 tahun lalu.

Baca Juga: Gibran akan Lakukan Penandatangangan Dana Hibah Rp 223 Miliar dari UEA

Akhirnya, para peneliti menemukan lapisan tulang asli dan menggali ratusan fosil lainnya. Tidak ada yang menjadi milik Homo Erectus, melainkan segelintir binatang dari harimau Ngandong hingga kerbau dan gajah.

Richard Bailey, seorang peneliti di Oxford, memasukkan struktur tulang itu ke dalam model komputer, dan akhirnya menghasilkan kisaran usia akhir untuk fosil. “Mengetahui kapan suatu spesies hidup dan kapan mereka akhirnya mati adalah penting untuk memahami di mana posisi mereka di pohon evolusi, dengan siapa mereka berinteraksi, dan mengapa mereka punah,” kata Kira Westaway, yang ikut memimpin penelitian di Universitas Macquarie di Sydney.

Mengingat usia jasadnya, Homo Erectus tidak tumpang tindih dengan Homo Sapiens. Tetapi spesies prasejarah mungkin berbaur dengan Denisovans yang penuh teka-teki, manusia purba yang dikenal dari gua-gua dingin Siberia, yang mungkin telah mencapai Asia Tenggara.

Baca Juga: Bengawan Solo di Gresik Meluap, 2 Desa di Sekitar Bantaran Terendam

Josephine Joordens, seorang ahli paleoekologi di Naturalis Biodiversity Center di Leiden, mengatakan itu adalah karya yang “mengesankan”. "Ini hasil yang penting karena menentukan rentang waktu spesies, kosmopolitan dan tahan lama ini," katanya.

“Yang lebih menarik adalah kesadaran bahwa sekitar 100.000 tahun yang lalu, terdapat setidaknya tujuh atau delapan spesies hominin yang berbeda termasuk spesies kita, Homo sapiens,” ujar Mark Maslin, seorang peneliti di UCL.

“Hanya satu spesies yang muncul, spesies kami, yang akhirnya tiba di Jawa 35.000 tahun setelah kemunculan Homo erectus yang terakhir diketahui. ”

Baca Juga: Dua Orang di Bojonegoro Tenggelam di Sungai, Satu Korban Berusia 3 Tahun

John Hawks, seorang antropolog di University of Wisconsin-Madison, mengangkat keraguan tentang identitas fosil. "Pertanyaan yang saya tanyakan adalah, mengapa kita harus berpikir bahwa fosil-fosil ini adalah Homo erectus? Sulit bagi saya untuk melihat populasi fosil dari Jawa 120.000 tahun yang lalu dan tidak menganggap mereka mungkin Denisovan."

Baca Juga: Tenggelam di Bengawan Solo Selama 5 Hari, Akhirnya Jenazah Kakek asal Gresik Ditemukan

Sumber: theguardian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Perahu Penyeberangan Tenggelam di Bengawan Solo, Belasan Warga Dilaporkan Hilang':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO