Mayoritas Pasien Covid-19 Sembuh, Tapi Pelacakan Kontak Kenapa Ditolak?

Mayoritas Pasien Covid-19 Sembuh, Tapi Pelacakan Kontak Kenapa Ditolak? Doni Monardo, Ketua Satgas Penanganan Covid-19.

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Penularan yang makin cepat diketahui akan memudahkan pasien menjalani pemulihan. Namun sebaliknya, bila terlambat, risiko tingkat kematian akan semakin tinggi, apalagi bila pasien juga memiliki penyakit bawaan.

Berdasarkan data yang dihimpun Satgas Penanganan dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, ditemukan pasien dengan kategori ringan memiliki risiko kematian nol persen, pasien dengan kategori sedang mencapai 2,6%, pasien kategori berat 5,5%, dan pasien kategori kritis memiliki risiko kematian 67,4%.

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Covid-19, Kepala Dinkes Jember Imbau Lansia Tidak Keluar Kota

Kategori kritis adalah pasien dengan komplikasi infeksi berat yang mengancam kematian, pneumonia berat, serta gagal oksigenasi dan ventilasi. Tak sedikit pasien memasuki fase kritis, karena sebelumnya memiliki penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes, ginjal, dan gangguan paru.

“Jadi tidak ada alasan bagi masyarakat untuk menolak pelacakan kontak, penanganan kesehatan adalah sebuah kerja kemanusiaan. Tenaga kesehatan hendak memastikan gejala sakit dikenali lebih awal dan demikian juga dengan riwayat kontak pasien. Semakin cepat diketahui, penularan lebih luas bisa dicegah karena memang mayoritas penderita adalah orang tanpa gejala,” tutur Ketua Satgas Penanganan Doni Monardo, di Jakarta, Minggu (22/11/2020).

Menurut Doni, titik paling krusial saat ini dalam memperkecil risiko kematian akibat dengan menjaga agar pasien tidak berpindah fase atau kategori sakit, dan sedapat mungkin tetap dengan gejala ringan sehingga lebih mudah disembuhkan.

Baca Juga: Masa Transisi Menuju Endemi, Gubernur Khofifah: Masyarakat Boleh Tak Kenakan Masker Asal Sehat

“Ini adalah prioritas dokter dan tenaga kesehatan sekarang, apalagi dalam seminggu terakhir tingkat penularan cenderung meningkat,” ungkapnya.

Kasus baru di Indonesia pada Sabtu (21/11/2020) mencatat peningkatan sebesar 4.998 kasus dalam sehari. DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi tertinggi penyumbang kasus yakni mencapai 1.579 atau 31,6% dari kasus nasional, menyusul berbagai kasus kerumunan di wilayah ini.

Dengan tambahan kasus pada Sabtu, tercatat 493.308 orang terkonfirmasi positif, di mana 413.955 di antaranya sembuh atau 83,9%. Total pasien meninggal sebanyak 15.774 orang, bertambah 96 orang dibandingkan total pasien meninggal sehari sebelumnya. Di seluruh dunia, pasien meninggal telah mencapai 1,39 juta jiwa.

Baca Juga: Kemenkes Sebut Isu Hoaks Pengaruhi Capaian Imunisasi Nasional Masih Rendah

Doni menambahkan, salah satu cara memutus mata rantai penularan adalah dengan melakukan pemeriksaan, pelacakan, dan perawatan yang tepat kepada pasien yang tertular. Namun, pemeriksaan dan pelacakan ternyata tidak mudah dilakukan karena terjadi penolakan di masyarakat.

Dia menduga fenomena ini terjadi karena di masyarakat masih berkembang stigma negatif bagi penderita , masyarakat takut divonis tertular.  Padahal, masyarakat tak perlu takut karena mayoritas penderita sembuh.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Gubernur Khofifah: Segera Vaksinasi Booster dan Tetap Prokes saat Berlibur

"Di Indonesia sekarang angka kesembuhan telah menembus 83,9% dari kasus aktif, jauh di atas kesembuhan dunia yang di level 69%,” bebernya.

Saat ini, Satgas Penanganan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Daerah telah menurunkan lebih dari 5.000 relawan pelacak kontak (tracer) untuk melakukan deteksi awal penularan di 10 prioritas. Namun upaya melakukan pelacakan ternyata tidak mudah karena sebagian masyarakat menolak untuk diperiksa.

Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Alexander K Gintings menambahkan, timnya saat ini sedang berada di lapangan untuk melakukan penelusuran kontak erat pasien.

Baca Juga: Presiden Jokowi Ingatkan Masyarakat untuk Segera Lakukan Vaksinasi Booster

“Para pelacak kontak ini yang kini tengah mengalami persinggungan dengan masyarakat untuk memutus rantai penularan,” ujarnya.

Dia menegaskan bahwa gerakan kesehatan untuk menanggulangi adalah sebuah gerakan kemasyarakatan nonpartisan, untuk kemanusiaan, nondiskriminatif, dan pro terhadap kehidupan. “Ini yang perlu ditanamkan sehingga masyarakat tidak perlu resisten agar anggota di lapangan bekerja aman dan nyaman dan tidak dicurigai.”

“Kita semua berjuang memutuskan rantai penularan dengan menerapkan protokol kesehatan. Namun, kita juga perlu tim pendukung, yaitu tim pelacak kontak dari dinas Kesehatan, kementerian Kesehatan, dan Satgas Penanganan . Jadi tim pelacak kontak adalah sahabat masyarakat yang menolong saya, keluarga, dan sahabat-sahabat semua dari rantai penularan ,” tuturnya.

Baca Juga: Indonesia Jadi Salah Satu Negara Percontohan Program Destinasi Wisatawan China

Sumber: Satgas Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Detik-Detik Warga Desa Lokki Maluku Nekat Rebut Peti Jenazah Covid-19':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO