​Eropa Malu Besar, Dahlan Iskan: Kalah dengan Indonesia soal Vaksinasi

​Eropa Malu Besar, Dahlan Iskan: Kalah dengan Indonesia soal Vaksinasi Dahlan Iskan. Foto: ist

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Wartawan kondang Dahlan Iskan menegaskan bahwa di negara-negara Eropa kini mengalami nasib tidak jelas.

“Eropa kini justru harus mulai bertengkar. Ia menyesalkan produsen vaksin dari Inggris AstraZeneca. Yang tiba-tiba bersurat bahwa pengiriman vaksinnya tertunda,” tulis Dahlan Iskan di HARIAN BANGSA pagi ini, Senin (1/2/2021) .

Baca Juga: Pemilu Dungu, Pengusaha Wait and See, Ekonomi Tak Menentu

Mantan Menteri BUMN itu memuji Indonesia yang ternyata lebih sigap dalam memutuskan . Bahkan, menurut Dahlan, Indonesia masuk kelompok 40 negara yang sudah mulai melakukan di bulan Januari 2021.

Di bawah ini BANGSAONLINE.COM memuat tulisan wartawan produktif itu secara lengkap. Silakan menikmati:

Eropa malu sekali –apalagi terhadap Inggris. Nasib di Eropa tiba-tiba tidak jelas. Pun kapan bisa dimulai. Tidak tahu.

Baca Juga: Tiongkok Banjir Mobil Listrik

Eropa kini justru harus mulai bertengkar. Ia menyesalkan produsen vaksin dari Inggris AstraZeneca. Yang tiba-tiba bersurat bahwa pengiriman vaksinnya tertunda.

Eropa kelihatan marah sekali pada AstraZeneca. Tapi kemarahan itu justru hanya membuka kelemahan Eropa sendiri.

Ternyata bunyi kontraknya dengan AstraZeneca memang lemah. Kontrak itu tidak menyebut rincian tanggal pengiriman. Kontrak itu hanya menyebut ''best effort'' sebagai tanggal pengiriman tercepat.

Baca Juga: Hati Rakyat Sulit Dibeli, Partai Penguasa Gagal Menang

''Best effort'' kelihatannya memang meyakinkan. Tapi secara hukum kata itu hampir tidak ada artinya.

Bisa saja AstraZeneca mengatakan sudah berusaha maksimal memenuhi kontrak itu. Tapi kalau nyatanya tidak bisa memenuhi, AstraZeneca tidak bisa dituntut. Yang penting ia bisa membuktikan sudah berusaha keras yang terbaik –best effort.

Aneh juga, Uni Eropa yang begitu modern bisa membuat kontrak seperti itu. Mungkin karena situasi saat itu memang sedang panik. menggila di Eropa. Obatnya belum ada. Pun vaksinnya. Belum ditemukan.

Baca Juga: Anak Muda Israel Full Stress

Saat itu AstraZeneca baru memberi harapan: akan bisa menemukan vaksin . Eropa sendiri belum yakin apakah vaksin itu bakal benar-benar ditemukan. Karena itu Eropa hanya tanda tangan kontrak. Tapi tidak segera mengirim uang yang dibutuhkan untuk pengembangan kapasitas produksi.

Eropa ngotot sudah mengirimkan uang itu. Sampai lebih dari 400 juta Euro. Tapi pihak AstraZeneca mengatakan uang itu datangnya telat sekali. Tiga bulan setelah uang dari pemerintah Inggris tiba.

Inggris kini memang bisa tepuk dada. Keputusannya keluar dari Uni Eropa ternyata tepat. Setidaknya dalam pandemi ini. Inggris bisa membuat keputusan sendiri tanpa persetujuan Eropa. Inggrislah yang pertama mengeluarkan persetujuan penggunaan vaksin Pfizer dari Amerika. Itu tanggal 1 Desember 2020. Bahkan jauh sebelum Amerika sendiri menyetujuinya.

Baca Juga: Mulai 1 Januari 2024 Vaksin Covid-19 Tak Lagi Gratis

Inggris juga negara pertama yang melakukan . Yang kemudian jadi berita dunia itu. Yang dilakukan terhadap wanita berumur 91 tahun itu.

Sampai kemarin sudah 8 juta penduduk Inggris yang di Yakni mereka yang umurnya di atas 70 tahun –umur paling dominan di sana yang rawan meninggal dunia.

Inggris juga jadi pelopor yang lain. Inilah dia: jarak suntikan vaksin pertama dan kedua dibuat 12 minggu. Atau tiga bulan. Bukan tiga minggu seperti yang dilakukan di mana-mana.

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Covid-19, Kepala Dinkes Jember Imbau Lansia Tidak Keluar Kota

Dasar pemikirannya jelas: dengan menjarangkan suntikan kedua akan semakin banyak orang yang segera menjalani suntikan pertama. Menurut Inggris suntikan pertama itu sudah bisa memunculkan imunitas. Meski angkanya rendah. Tapi angka itu cukup untuk mempertahankan diri dari Covid selama 3 bulan.

Dalam waktu tiga bulan seluruh penduduk Inggris yang ''waji vaksin'' sudah mendapat suntikan pertama. Setelah itu barulah dilakukan suntikan kedua. Yakni suntikan untuk memperbanyak lagi angka imunitasnya.

Dengan konsep itu tampaknya Inggris yang akan lebih dulu bisa menuntaskan pandemi ini. Yang sampai kemarin pun belum ada negara lain yang berniat mengikuti caranya.

Baca Juga: Doni Monardo Bekerja Habis-habisan

Lalu bayangkan Eropa. Yang kapan memulainya pun belum bisa ditetapkan. Prancis yang sudah siap menentukan kelompok mana yang akan menjalani pertama langsung menundanya. Demikian juga Spanyol dan Portugal.

Negara-negara Eropa itu kini malu besar. Dan ini sensitif. Bisa memicu ketidakpuasan negara-negara anggotanya. Yang negara-negara itu juga ditekan oleh rakyat mereka masing-masing.

Bayangkan, gambaran kasarnya, Eropa baru mulai dapat jatah vaksin AstraZeneca di akhir Maret. Padahal Indonesia saja, akhir Maret itu, seluruh tenaga medis, pendukung tenaga medis, polisi, tentara dan pejabat pemerintah sudah selesai di. Sehingga, seperti dikatakan Menkes Budi Sadikin, 1 April sudah mulai bisa dilakukan untuk masyarakat umum.

Baca Juga: Di PSM Summit 2023, Gubernur Khofifah Dorong Lahirnya Sosok Inovator dari Kalangan Santri

Saya harus mengakui Indonesia sangat sigap dalam memutuskan soal vaksin ini. Dengan demikian Indonesia masuk kelompok 40 negara yang sudah mulai melakukan di bulan Januari 2021.

Tentu langkah 40 negara itu juga akan sia-sia –manakala negara selebihnya tidak segera menuntaskannya. Dalam hal pandemi ini tidak boleh ada istilah ''menang sendiri''. Yang menang itu akan kalah lagi ketika ada virus dari ''negara kalah'' ke ''negara menang'' –di saat keampuhan khasiat sudah berakhir.

Mungkin Eropa perlu segera menyetujui penggunaan vaksin baru produksi Johnson & Johnson. Dan langsung memesannya. Lewat kontrak yang lebih jelas kepastiannya. Dan jangan lupa: segera kirim uangnya.

Vaksin Johnson & Johnson itu punya keistimewaan tersendiri. Cukup satu kali penyuntikan. Penyimpanannya pun mudah. Bisa di suhu 2 sampai 8 derajat Celsius.

Kelemahannya: afikasinya hanya sedikit di atas 60 persen. Kurang lebih sama dengan yang buatan Tiongkok.

Apalagi Johnson Johnson –perusahaan Amerika ini– punya juga fasilitas untuk memproduksinya di Belgia –ibu kotanya Uni Eropa.

Siapa tahu dengan menunggang Johnson & Johnson Eropa bisa mengejar Inggris –agar tidak perlu jadi malu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Detik-Detik Warga Desa Lokki Maluku Nekat Rebut Peti Jenazah Covid-19':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO