Nasib Pilu Puluhan Pedagang di Alaska, Ada yang Terlanjur Utang Bank Untuk Bangun Warung

Nasib Pilu Puluhan Pedagang di Alaska, Ada yang Terlanjur Utang Bank Untuk Bangun Warung Maulyana, salah satu pemilik warung di Wisata Alam Alaska Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. foto: MUJI HARJITA/ BANGSAONLINE

KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Ada peribahasa gajah bertarung lawan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah. Barangkali itulah gambaran nasib sekitar 55 pedagang makanan dan minuman di kawasan Wisata Alam Alaska , Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, saat ini.

Sejak ditutup awal Januari 2021 lalu, karena konflik antara pengelola dan para aktivis lingkungan, mereka nyaris tidak punya penghasilan lagi. Saking kepepetnya, beberapa di antaranya nekat membuka warungnya kembali di tempat yang dulu didirikan warung.

Baca Juga: Aktivis Lingkungan Konsultasikan Soal Penebangan Pohon di Sumber Complang Kediri ke Kepolisian

Mulanya ada secercah harapan bagi para pedagang dengan dibukanya Wisata Alam Alaska itu. Oleh pengelola yang notabene adalah orang-orang yang mengerti aturan, para pedagang diberi tempat untuk berdagang di dalam kawasan Wisata Alam Alaska.

Para pedagang senang karena ada tempat usaha untuk bisa mengais rezeki. Mereka pun rela menginvestasikan uangnya untuk membangun warung semi permanennya. Bahkan ada yang harus berutang di bank, agar bisa membangun warung di atas kolam, yang sesuai aturan mestinya tidak boleh dilakukan.

Ketika Wisata Alaska menjadi viral dan ramai pengunjung, konflik pengelola dan aktivis lingkungan terjadi. Para aktivis lingkungan mempersoalkan pemanfaatan kawasan lindung untuk pendirian warung-warung. Kawasan lindung di mana terdapat sumber air, tidak boleh dimanfaatkan oleh siapa pun tanpa izin yang berwenang.

Baca Juga: Pohon Miri di Pulau Kecil Sumber Complang Ditebang Demi Pengembangan Wisata

Di sisi lain, pengelola Wisata Alaska juga bersikukuh, apa yang dilakukan tidak menyalahi aturan dan seolah sengaja menantang para aktivis lingkungan. Karena tidak ada titik temu, para aktivis lingkungan akhirnya melaporkan masalah ini ke Polres Kediri.

Akibatnya, seluruh bangunan warung harus dibongkar. Ada sekitar 55 warung di dalam kawasan lindung, akhirnya dibongkar sendiri oleh pemiliknya, karena takut berurusan dengan pihak berwajib.

Salah satu pemilik warung itu adalah Maulyana. Perempuan single parent yang akrab disapa Nana itu, dibantu pemilik warung lain, harus membongkar warung yang baru saja dibangun dan menghabiskan biaya 3 jutaan rupiah.

Baca Juga: Ratusan Warga Ikut Tradisi Gropyok Ikan di Sumber Jembangan Kediri

"Ketika pihak pengelola membagi stan dengan cara diundi, saya mendapat bagian lokasi tepat di atas kolam. Karena tidak mungkin berjualan di atas kolam, maka saya membangun penahan dari besi beton tepat di atas kolam itu," kata Mulyana, Kamis (1/7).

Ia bisa membangun warungnya itu, karena dapat utangan dengan bunga ringan dari Bank Pemerintah sebesar Rp. 3 juta. Harapannya, setelah warung berdiri dan banyak pengunjung, ia bisa mengangsur utangnya ke bank.

Namun baru saja warungnya bediri, terjadi konflik antara pihak pengelola dan para aktivis lingkungan. Mulyana sendiri mengaku tidak mengetahui apa penyebab konflik tersebut.

Baca Juga: Bahayakan Pengendara, BBPJN VIII Tebang Pohon di Pinggir Jalan

"Tiba-tiba ada perintah dari Pak Kades, bahwa warung harus dibongkar, bila tidak ingin berurusan dengan pihak berwajib. Alasannya, warung berdiri di kawasan yang tidak boleh berdiri bangunan apapun," ujar Mulyana, sambil sesekali menyeka air matanya itu.

Menurutnya, para pemilik warung selama ini tidak tahu menahu urusan antara pengelola dengan aktivis lingkungan. Karena pihak pengelola sendiri menjamin kalau tempat usahanya tidak menyalahi aturan. Tidak tahunya, malah berakhir pembongkaran.

Setelah menganggur selama 5 bulan dan tanpa penghasilan, Mulyana dan beberapa warga lain nekat mendirikan warungnya kembali di tempat yang dulu berdiri deretan warung-warung.

Baca Juga: Penebangan Pohon di Sumber Air Kediri Marak, Pelaku Bisa Dipidanakan

"Saya nekat membuka warung lagi, karena saya harus menghidupi 2 anak saya dan 1 keponakan. Hanya dengan cara ini saya bisa menyambung hidup, lebih-lebih di masa pandemi seperti sekarang ini," ucapnya.

Mulyana mengungkapkan sempat mendengar ada solusi dibangunkan tempat usaha baru di luar kawasan wisata. Tapi tempat usaha baru itu sampai sekarang belum juga terwujud.

"Kami orang kecil, Mas. Kami manut saja apa yang akan diputuskan oleh bapak-bapak di atas. Yang penting, ada tempat usaha untuk menyambung hidup," tutup Mulyana lirih.

Baca Juga: Kuasa Hukum Tersangka Pencuri Kayu Sonokeling di Pasuruan Ungkap Dalang Aksi Penebangan

Sementara itu, salah satu Perangkat , mengatakan bahwa berdasarkan peta desa, di sebelah utara Kawasan Lindung Alaska ada lahan milik desa sekitar dua bahu.

"Mungkin tempat itu yang bisa digunakan untuk membangun warung sebagai pengganti warung yang telah dibongkar. Tapi semuanya terserah pimpinan," ujar perangkat desa yang tidak bersedia disebut namanya itu. (uji/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO