Sempat Booming, Batik Lumajang Kini Susah Cari Pasar
Sabtu, 23 April 2016 21:42 WIB
"Kami selalu berproduksi. Makanya saya butuh pemasaranya. Saya tidak bisa menghentikannya karena kasihan ibu-ibu yang selama ini bekerja untuk saya," tandasnya, yang sangat disupport oleh suami.
Ditanya bagaimana penjualan selama ini, ia menceritakan di antaranya melalui pameran. Ia juga menitipkannya pada butik di Surabaya. "Dulu awal ikut pameran, saya hanya punya satu potong batik saja, kemudian pinjam punya teman-teman untuk dipamerkan. Saya masih ingat batik pertama saya laku Rp 130 ribu. Senangnya tidak terkira," ujarnya sumringah.
Ia mengaku sempat menerima banyak pesanan di saat sedang jaya. Namun pernah juga sempat down ketika batiknya laku 16 potong, kemudian saat perjalanan ia malah kehilangan 16 potong batik lainnya yang ditaruh di motornya.
"Saya juga sempat dikomplain tetangga karena limbah batiknya. Kalau ada yang meminjami modal tanpa bunga, saya ingin membuka showroom yang letaknya tidak di dalam perumahan/perkampungan agar limbahnya tak mengganggu tetangga," harapnya.
Ia juga bercerita ada instansi pemerintah yang pesan untuk seragam. "Saat ini saya juga sedang mengerjakan pesanan untuk seragam. Seperti ini batiknya," ia sambil menunjukkan kain batik motif pisang 1000.
Terakhir yang mendatangi rumah batiknya, adalah rombongan dari sebuah kementerian yang menyukai batik kawung. "Alhamdulillah masih ada yang datang kemari dan membelinya. Saya berharap semakin banyak yang datang kemari dan memborong batik-batik. Ini stok batik saya masih sangat banyak," harapnya.
Untuk harga satu potong batik tulis bahan sutra, harganya dibandrol Rp 1 juta. Batik tulis kain primis Rp 450 ribu, sedangkan bantik cap hanya Rp 100 ribu saja. (nis/rev)