Sumamburat: Mudik itu Tauhid Sosial | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Mudik itu Tauhid Sosial

Editor: Redaksi
Wartawan: -
Kamis, 14 Juni 2018 04:47 WIB

Suparto Wijoyo

Hari-hari ini betapa hebohnya negara untuk “diseret-seret” mengurus “agenda agama”. Hal ini berarti negara tidak akan pernah abai, apalagi tidak peduli dengan urusan agama, mengingat para pejabatnya saja sewaktu disumpah atau berjanji pasti prosesinya menurut agama, bukan menurut adat. Agama Islam itu benar-benar adalah “kunci pembuka pintu gerbang” jabatan negara agar sah memanggul mandat rakyat beriman. Untuk itulah betapa tergopoh-gopohnya negara dalam menyambut 1439 H dengan mempersiapkan infrastruktur agar warga negara yang merayakan merasa nyaman. NKRI ini harus ada artinya dengan menyediakan kemudahan ibadah warganya. Mudik secara praksis adalah sebuah gerakan sosial yang sejatinya digerakkan oleh iman. Iman atas penyelenggaraan ibadah puasa pada Ramadhan, sehingga bulan ini adalah penggerak perubahan, selalu merekonstruksi sosial yang sangat tidak terbantahkan. Puasa itu benar-benar menggerakan “kaki-kaki sosial maupun ekonomi” serta kultural.

Fenomena faktual mudik ini dapat dipelajari dan menghasilkan bermacam jenis buku untuk didiskusikan. Tetapi orang sering lupa bahwa mudik ini pada esensinya bergerak dari rasa iman kaum berpuasa yang menyakini bahwa dalam Ramadhan itu akan selalu dipungkasi dengan hadirnya 1 Syawal, tanda adanya Hari Raya . Periodesasi waktu inilah yang menyodorkan kebijakan negara untuk cuti bersama yang dituang sebagai konsekuensi political organized, suatu organisasi politik. Oleh karenanya mudik juga tidak luput dari bincangan poilitik dan itu hal yang lumrah saja. Pemimpin negara ini boleh dibincang oleh setiap warga negara karena dia menerima limpahan kedaulatan rakyat melalui pemilu, termasuk pilpres. Dalam mudik niscaya saya meyakini bahwa pulang kampung mereka tidak akan imun tentang “dongeng pilpres 2019”.

Oang-orang kampung akan meminta cerita orang-orang kampus dan perkotaan. Aktivis perkotaan yang menengok kampung lazimnya dikerubungi orang-orang desa. Kaum pedalamam meskipun telah mendapatkan berita dari instrumen HP, tetapi cerita visual yang ekpresif dari kolega yang sempat mengenyam kehidupan kota sangatlah berbeda. Ini soal rasa dan mudik yang bergerak atas dasar iman merayakan merupakan “kurikulum penutup” Ramadhan, sehingga tidaklah elok apabila tidak menyoal yang lagi aktual.

Dengan kondisi semacam inilah maka gemuruh berita dan gelegak wacana tentang pilpres 2019 sangatlah menarik disimak. Gema gaduhnya tidak akan berhenti dengan diskusi tentang main klaim jalan tol maupun hebatnya penyegelan bangunan-bangunan liar reklamasi yang “haram” itu. Pada perkembangan selanjutnya pastilah bahwa suasana sikon ini pasti mengguncang tatanan sosial, ekonomi dan budaya secara paralel. Kita musti menyadari mengenai kekeliruan yang telah terjadi dan membangun kesadaran kolektif untuk kembali ke kampung halaman sebagai penanda bahwa kita memang punya leluhur Meminjam kata-kata Anthony Giddens, ini adalah bagian dari “kesadaran diri dan perjumpaan sosial”. Dan mudik ternyata sebuah “gerakan bertauhid”, aktivitas yang dipandu iman. Selamat ber dan mohon maaf lahir batin.

*Dr H Suparto Wijoyo: Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video