Sumamburat: Nabi Pencipta Konstitusi | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Nabi Pencipta Konstitusi

Editor: Abdurrahman Ubaidah
Wartawan: --
Rabu, 21 November 2018 13:09 WIB

Suparto Wijoyo

Itu menandakan pengakuan tulus dari ilmuwan besar Michael H. Hart yang beririsan dengan para pakar-pakar top internasional sekaliber Sedilot, Henri du Castries, Thomas Carlyle, Lenri Masse, Laura Veccia Vaglieri, Bartholomeo Saint Heller, Voltaire, bahkan Goethe. Simaklah pemikiran-pemikiran mereka tentang Nabi Muhammad SAW, semua memberikan pengakuan yang mengagumkan tentang pembawa risalah Islam ini. Nabi Muhammad SAW memberikan “formulasi hukum” pada tingkatan legislasi, hakim, arbitrase, mediasi, polisi, kejaksaan, dan fungsi-fungsi institusional negara lainnya. Hukum yang dikreasi mengikuti analisis Muhammad Syafii Antonio (Nio Gwan Chung) adalah berkarakter: Rabbaniyah (berasal dari Allah), Tadarruj (bertahap), General, Idealisme dan Realisme, Wasathiyah (moderat), Murunah (fleskibel), Al-adalah (adil), Raf u al-Haraj (tidak sukar), Qillatu al-Taklif (meminimalisir kewajiban hukum), Jalbu al-Mashalih (sesuai dengan kemaslahatan umat), serta Takamul/Syumul (komprehensif).

Adalah suatu kejanggalan kalaulah suatu studi hukum mengabaikan pengajaran-pengajaran Pembina Hukum Terbesar dan Paling Berpengaruh di Dunia ini, misalnya oleh kalangan akademisi. Pendidikan tinggi hukum musti bertanggung jawab terhadap “paradigma pobia agama” bagi penelaahan ilmu hukum yang tidak menyebutkan Nabi Muhammad SAW selaku peletak dasar ajaran yuridis-konstitusional. Agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW itu rasional, sehingga hukum-hukumnya itu dapat diuji dengan nalar-nalar logis. Kalau kita suka-suka menjadikan rujukan semisal ungkapan berikut: sebagai kompleks kaidah kata D.H.M. Meuwissen, hukum bukanlah gejala netral, hukum ada dalam “atmosfer sosial” yang sarat interest.

Hukum jelas bukan “bejana kosong”. Menguatnya kesan bahwa hukum adalah “normatif” belaka bermula dari ide dasar “ius positum” yang melahirkan “positief recht“ berupa “lembaran-lembaran pasal”. Di luar “kertas legalistik” tidaklah hukum dan akan “ditendang ke luar gelanggang studi hukum”. Apa yang tertulis harus dianggap iustum, sebagai (hukum) positif yang harus ditegakkan walaupun tidak bermoral, tidak berkeadilan, dan anti-sosial, bahkan salah. Banyak kelas-kelas pembelajaran di fakultas-fakultas hukum (“rechtsstudenten”) sibuk mendeskripsikan pasal-pasal dan ayat-ayat secara literal dengan mencampakkan relasi ideologisnya. Dalam konteks demikian fakultas-fakultas hukum masuk dalam olok-olok Jean-Paul Sartre dan juga Paolo Freire: “pendidikan yang (tidak) membebaskan”.

Dengan menyebut nama-nama tersebut, apakah hal itu menandakan belajar yang ilmiah, sementara kalau merujuk Nabi Muhammad SAW yang oleh MA USA dan riset Michael H. Hart mengkonklusi: Pembina Hukum Terhebat dan Paling Berpengaruh itu, adalah tindakan “tidak ilmiah”? Nabi Muhammad SAW secara yuridis adalah pencipta Konstitusi Pertama di dunia melalui Madeena Charter (Piagam Madinah, Konstitusi Madinah) di paruh pertama abad ke-7. Mahasiswa hukum harus diajak “bertamasyah” dan mendialogkan hukum dalam konteks yang lebih “bertanggung jawab”. Matur nuwun kepadamu Ya Allah SWT atas rahmat-Mu terbesar berupa Rasulullah Muhammad SAW. Shalawat senantiasa kulantunkan untuk Nabiku. Selamat bermaulud Nabi Muhammad SAW.

*Dr H Suparto Wijoyo: Esais, Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

 

 Tag:   Opini sumamburat

Berita Terkait

Bangsaonline Video