​Sumamburat: Obat Mujarab Orgil Itu "Bermerek Pilpres"? | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

​Sumamburat: Obat Mujarab Orgil Itu "Bermerek Pilpres"?

Editor: Redaksi
Wartawan: --
Rabu, 28 November 2018 17:06 WIB

Suparto Wijoyo.

Oleh: Suparto Wijoyo*

ORANG gila bakal mencoblos dalam pileg dan pilpres 17 April 2019. Begitulah yang ramai terwartakan dari ragam pernyataan yang terberitakan di media. Antarkomisioner KPU sendiri saling memberikan ungkapan dengan diksi yang berbeda tetapi maknanya sama bahwa orgil mempunyai hak untuk memilih. Argumentasi yang diunduh oleh khalayak sangat terang dengan dalil-dalil yang didalihkan atas nama HAM. Pada akhirnya semua harus mafhum bahwa negara pasti mendata penduduknya dalam kerangka kebijakan demografi dan KPU mencatat para pemilih.

Gila dianggap sebagai sakit yang pastinya berpotensi tersembuhkan, sehingga pendataan pemilih termasuk orgil amatlah wajar secara administrasi penyelenggaraan demokrasi. Pemilu merupakan mekanisme pemilihan pemimpin yang boleh saja dilanjutkan atau cukup sampai di sini, itu sah adanya. Orgil jelas mempunyai kesempatan yang sama sebagai warga negara sedasar prinsip-prinsip demokrasi selaksa pemeo equality before the law.

Pahamilah bahwa persamaan di hadapan hukum itu terealisasi dengan syarat memiliki kesamaan kondisi, kesamaan status, kesamaan posisi, atau kesamaan keadaan. Apabila kahanane berbeda maka akan terjadi ketidaksamaan di hadapan hukum. Itu normal dan tidak perlu diributkan sambil berviral-viral. Setiap WNI dewasa mempunyai hak pilih tetapi tidak semua boleh menggunakannya karena adanya “kesepakatan nasional” yang dibungkus hukum seperti anggota TNI-Polri. Meski mereka sehat dan memiliki daya nalar yang berkecakapan sempurna tetapi tidak boleh memanfaatkan hak pilihnya sebab dilarang oleh hukum sebagai manifes “penjagaan negara”. PNS-ASN pun membentur perlakuan khusus dalam mengikuti tahapan pilpres, yaitu harus netral, sehingga PNS-ASN tidak boleh sembarangan dalam menyikapi pilpres. Keberpihakan dengan sinyal-sinyal tertentu harus dilarang dan apabila dilanggar akan ada tindakan mendisiplinkan.

Kiranya tetap ada yang nggrundel bahwa aturan itu terpotret “sesuka-suka yang buat aturan” seperti ungkapan penegakan hukum yang memproses tokoh pemuda sambil menyatakan sebagaimana ramai di media: “suka-suka kami yang memeriksa”. Padahal di negara hukum ini tidak boleh ada rakyat, birokrat maupun aparatur negara yang bertindak sesuka-suka dirinya, melainkan wajib “sesuka-suka hukum” yang berlaku. Fenomena “petugas hukum” yang bertindak sesuka-suka dirinya membuat sebagaian pembaca mafhum bahwa orgil diberi hak (mewujudkan) pilihannya adalah “sesuka-suka peracik obatnya”. Racikan aturan yang menuangkan norma bahwa orgil yang sehat akan ikut nyoblos perlu dikaji ulang. Ukuran orgil memilih kok dilihat soal sehat? Memilih itu sejatinya dalam ranah hukum nasional bukan soal sehat-tidak sehat, sebab orang yang sedang sakit di rumah sakit-rumah sakit ternyata tetap boleh mencoblos. KPU kerap menyediakan TPS keliling agar hak politik orang sakit tetap tersalurkan sesuai dengan pesan demokrasi.

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video