Sumamburat: Reuni yang Merindu Diri | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Reuni yang Merindu Diri

Editor: Abdurrahman Ubaidah
Wartawan: --
Rabu, 05 Desember 2018 15:19 WIB

Suparto Wijoyo.

Terpotret ada media yang sangat “berpihak dan kehilangan maknanya sebagai penyambung kebenaran atas nama rakyat”. Sikapnya sebatas ikut-ikutan dengan curiga yang tidak pernah bergeser dari soal dikira aksi ini “merayakan kebencian” atas pelaku yang dipuja-puja hingga difilm-filmkan seolah sebagai korban “penghasutan” kerumunan yang dinamakan Aksi 212. Padahal Putusan institusi hukum menyatakan bahwa dialah penista agama, dan putusan itu diterima dengan kesadaran dirinya terbukti menjalani hukuman meski tidak tinggal di lembaga pemasyarakatan. Itulah justru yang seharusnya dijadikan ajang untuk meluruskan jalan hukum di negeri ini agar sesuai dengan cita dasar negara hukum itu sendiri.

Kang Mamat dan Cak Jamal datang dengan menabung selama setahun dan kini sudang ancang-ancang lagi untuk membuka tabungan gentong yang lebih besar agar kelak dapat mengajak anak-istrinya di tahun depan, 2 Desember 2019. Semangatnya luar biasa walaupun keduanya ternyata bukan alumni. Dia terpanggil untuk ikut sambil bergiat menggenjot becak dan jual roti keliling yang sejatinya berpenghasilan pas-pasan. Tetapi Allah SWT memang memberikan yang pas untuknya. Pas dapat berangkat dan selama di Monas diceritakan rezeki semakin melimpah sebab antarsesama saudara saling membantu dengan tidur di masjid atau kerja memijat jamaah lainnya dengan ongkos yang melebihi biaya untuk pulang. Alhamdulillah.

Dia terpanggil ikut Reuni Akbar 212 hanya karena terdapat bayangan iman di “Alun-alun Mahsar”. Terceritakan oleh ruas tauhidnya bahwa di Lapongan Monas Akhirat itu akan bergerombol orang-orang beriman seperti waktu Shalat Jumat terbesar dalam sejarah Bumi, 2 Desember 2016 lalu itu. Dia membayangkan bagaimana kalau nanti di akhirat itu orang-orang itu berjamaah besar mengarungi mahsar dan formasinya menuju jalan ke surga. Jamaah yang memutih yang dia saksikan dari televisi itu menggetarkan jiwanya untuk ikut, karena dia khawatir kalau kelak dia tidak berbaris segaris dengan orang yang shalat Jumat berjaah terhebat itu. Jadi jejak batinnya terpanggil untuk sebarisan saudara-saudara muslimnya dalam jamaah shalat yang menyejarah itu. Dia tidak ingin dipisahkan dari jamaah itu yang nyata-nyata sangat spektakuler. Tidak ada aksi berjuta-juta orang yang berlangsung sedemikian indah, tertib dan bersih serta tidak rebutan nasi bungkus jatah.

Reuni 212 itu merupakan gelombang yang dirindukan berjuta-juta Kang Mamat dan Cak Jamal. Jujurlah kepada Reuni 212 ini, sebuah reuni yang memanggil jiwa-jiwa Kang Mamat dan Cak Jamal untuk menyatukan diri bersama “gelombang putih” yang dia bayangkan seperti di akhirat kelak. Dan itu sah tanpa perlu diliput tivi yang sok super tetapi semakin tampak “kuper”.

*Dr H Suparto Wijoyo: Esais, Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum, Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga serta Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video