Haram, Gaji DPR Hasil Mencuri Suara!

Kedzaliman selalu ada. Namun kedzaliman itu meluas bukan karena banyak orang yang berbuat dzalim. Tapi karena orang yang baik diam alias tak melakukan tindakan apa-apa. (Sayyidina Ali RA).

==============

BACA JUGA:

SEORANG kiai di Madura mengundurkan dari dari jabatannya sebagai pengurus partai. Alasannya karena ia tak mampu lagi mengarahkan alumni pesantrennya untuk mengikuti tausiyah politiknya. Bahkan alumninya konflik sesama alumni karena rebutan suara dalam satu dapil.

Di Pasuruan seorang kiai kesohor dari pesantren besar mengaku sudah tak laku lagi dalam pemilu 2014 kemarin. Mereka merasa kalah dengan uang sehingga tausiah politiknya tak digubris masyarakat. “Sekarang panitia pemilu yang berkuasa, baik PPS, KPPS, PPK dan Panwas. Caleg yang jadi sekarang ini, diduga tak lepas dari keterlibatan para panitia pemilu. Diduga, kalau tak kerja sama dengan mereka pasti suaranya hilang,” kata seorang aktivis yang mengamati praktik kejahatan pemilu.

Tak aneh jika muncul peristiwa menghebohkan. Sebanyak 13 oknum PPK di Pasuruan diberitakan telah melakukan praktik jual beli suara dengan caleg Gerindra, Agustina Amprawati, caleg Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Jawa Timur.Merekaadalah oknum PPK Gempol, Lekok, Beji, Gondangwetan, Grati, Pohjentrek, Sukorejo, Purwosari, Winongan, Bangil, Kraton, Prigen, dan Wonorejo. Namun mereka dianggap menipu karena suara yang dijanjikan ternyata omong kosong. Mereka lantas dilaporkan oleh Agustina, caleg Partai Gerindra nomor urut 8, karena telah menerima uang dari tim suksesnya.

Menurut Agustina, seperti dikutip tempo.co, tim suksesnya menyerahkan uang sebesar Rp 128 juta. Sebagai kompensasi pemberian uang itu, mereka menjanjikan 5 ribu suara untuk Agustina. Selain uang, salah seorang oknum PPK juga dijanjikan mendapat satu unit sepeda motor Honda Mega Pro. Mereka akhirnya dipecat karena telah melakukan kejahatan pemilu.

Di Sampang Madura KH Muhaimin, Ketua Tanfidziyah PCNU Sampang, membongkar kejahatan pemilu lewat testimoni ratusan masyarakat yang hak suaranya dirampas oleh kepada desa dan para panitia Pemilu. Bertempat di kantor PC NU Jalan Diponegoro Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Kota Sampang. KH Muhaimin, pengasuh pondok pesatren Darut Tauhit Dusun Enjelen Desa Pangung Kecamatan Kota Sampang membeberkan sejumlah temuan pelangaran Pemilihan Anggota Legislatif yang dilaksanakan pada 9 April kemarin.

Kiai Muhaimin juga menunjukan ratusan surat pernyataan dari warga kepada sejumlah awak media terkait di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Desa Gunung Kesan terdapat banyak sekali kecurangan.

Pantauan di lokasi, ratusan surat pernyataan tersebut antara lain berisi "Pada saat pencoblosan Pileg saya tidak diberi surat suara untuk caleg DPRD provinsi, DPR pusat dan DPD, serta saya merasa dirampas hak politiknya sebagai warga negara Indonesia". Demikian kata-kata dalam surat peryataan yang di tandatanggani di atas materai tersebut.

"Di saat pencoblosan kemarin para pemilih hanya diberi satu surat suara yaitu surat suara untuk DPRD Kabupaten saja, sementara untuk DPR Provinsi, DPR pusat dan DPD di coblos masal," terang KH Muhaimin, Rabu (23/4/2014).

Selain menunjukan ratusan surat pernyataan untuk menuntut dilakukan pencoblosan ulang di Sampang, Kiai Muhaimin juga menunjukan kecurangan Pileg di Sampang tersebut dengan bukti rekaman video.

"Kami juga punya bukti gambar visual apa yang terjadi di lapangan pada saat Pileg kemarin," imbuhnya.

Di Sampang juga ditemukan 7 TPS fiktif. Anehnya, surat suara untuk DPD, caleg Provinsi dan Pusat sudah tercoblos. Jadi praktik kejahatan pemilu di Sampang sudah benar-benar parah dan diluar nalar. Karena itu Kiai Muhaimin menuntut agar pemilu di Sampang diulang.

Money Politics Sudah Biasa

Kini praktik money politics sudah dianggap biasa. Bahkan caleg yang menolak melakukan money politics justeru dianggap aneh. “Kalau gak punya uang jangan nyaleg,” kata mereka. Jadi praktik korupsi sekarang sudah merata dalam masyarakat. Kalau pada jaman Orde Baru praktik korupsi hanya terbatas pada pejabat (ekskutif, legislatif dan yudikatif) sekarang justeru merara terjadi dalam masyarakat.

Jadi, jika pada tahun-tahun sebelunya praktik money politics dianggap sebagai cacat sosial dan moral, kini malah dianggap lumrah dan seolah-olah suatu keniscayaan. Akibatnya praktik kejahatan pemilu makin ganas. Buktinya, kini lebih maju dari sekedar politik uang, yaitu terjadi pencurian suara seperti kasus di Sampang dan Madura para umumnya. Ke depan bisa jadi bukan hanya pencurian suara tapi justeru perampasan suara secara terang-terangan. Dan ini sudah terjadi di Madura.

Karena itu perlu kepedulian para kiai, tokoh masyarakat, aktivis dan ormas, disamping anak-anak muda. Langkah Ketua PCNU Sampang Kiai Muhaimin adalah teladan yang layak ditindaklanjuti. Sebab jika kejahatan Pemilu itu dibiarkan bukan saja moralitas masyarakat yang jadi korban, tapi juga wibawa dan bahkan eksistensi para kiai akan menjadi taruhan. Apalagi kini mereka sudah merasa bahwa eksistensi mereka seolah sudah tak ada karena kalah dengan panitia pemilu seperti KPPS, PPK dan Panwas dalam praktik pemilu yang penuh kejahatan ini. Karena itu perlu langkah nyata untuk membongkar kejahatan sekaligus menghentikannya. Kata Sayyidina Ali:Kedzaliman selalu ada. Namun kedzaliman itu meluas bukan karena banyak orang yang berbuat dzalim. Tapi karena orang yang baik diam alias tak melakukan tindakan apa-apa. (Sayyidina Ali RA).

Lalu bagaimana secara syariah gaji para anggota DPRD, DPR dan DPD, yang naik ke kursi kekuasaanlewat praktik kejahatan mencuri suara? Dr KH A Mustain Syafii, MAg, seorang pakar tafsir al Quran dan hafal 30 juz, menjelaskan bahwa gaji anggota DPRD, DPD dan DPR RI yang naik lewat mencuri suara hukumnya Haram….!

Sumber: berbagai sumber

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO