Pemkab Dituding Tak Peka, Peneliti Lingkungan Sebut Bojonegoro Sedang Krisis Iklim
Editor: Siswanto
Wartawan: Eky Nurhadi
Senin, 28 November 2022 20:14 WIB
BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com - Penggiat Lingkar Studi Ekologi dan Energi Terbarukan (SuKET) Bojonegoro, Abdul Wahid Syaiful Huda menilai, dampak perubahan iklim atau krisis iklim sudah banyak dirasakan oleh warga Bojonegoro.
Hal itu, dirasakan oleh warga saat musim kemarau, setiap tahun suhu udara di Bojonegoro naik, sehingga semakin terasa panas. Banyak titik sumber air tanah mengalami penurunan debit air, bahkan, banyak titik sumber mata air mengering.
BACA JUGA:
Peletakan Batu Pertama Masjid Darussalam Trucuk Bojonegoro, Khofifah Bahas soal Perdamaian Gaza
Berangkatkan Jalan Sehat Hari Koperasi di Bojonegoro, Khofifah: Penggerak Ekonomi Kerakyatan
Baru Sebulan Musim Kemarau, Satu Desa di Bojonegoro Sudah Terdampak Kekeringan
Ratusan Jemaah MCA Bojonegoro Gelar Salat Iduladha dan Sembelih Hewan Kurban Hari ini
"Suhu udara yang terus meningkat ini, berpotensi menyebabkan masalah kesehatan. Tidak hanya manusia tapi juga bagi ekosistem yang lain," katanya saat ditemui BANGSAONLINE.com, Senin, (28/11/2022).
Begitu pula saat musim hujan tiba, lanjutnya, cuaca ekstrim dan intensitas hujan tinggi, apalagi ditopang kawasan resapan air yang semakin minim. Hal ini menyebabkan, banjir bandang dan tanah longsor di beberapa wilayah Bojonegoro meningkat.
"Pada November ini saja tercatat sudah ada puluhan desa diterjang banjir bandang, dan Minggu kemarin seribuan lebih rumah warga tergenang banjir di Kecamatan Balen. Banyak tanaman pertanian yang terendam, diantaranya, ada yang harus dipanen dini," tegasnya.
Ia menjelaskan, hujan deras juga menyebabkan wilayah perkotaan Bojonegoro tergenang banjir. Bahkan, dalam bulan November ini, seputaran perkotaan Bojonegoro sudah tergenang banjir air hujan lebih dari 3 kali. Jika ruas jalan sering tergenang, tentu saja dapat menurunkan kualitas jalan, seperti berlobang dan lainnya.
Wahid menyebut, dampak cuaca ekstrem akibat krisis iklim paling nyata dirasakan petani dan buruh tani. Krisis iklim berikut cuaca ekstrem termasuk menyebabkan serangan hama dan penyakit tanaman meningkat. Banjir bandang yang cukup sering terjadi, lama kelamaan juga bisa mengikis lapisan atas tanah yang mengandung unsur hara, dikarenakan ikut terbawa arus air.
Krisis iklim juga dinilai menyebabkan peralihan musim jadi tidak menentu, sehingga para petani mengalami kesulitan menentukan waktu tanam dan juga pilihan jenis komoditas pertanian yang akan ditanam. Misal, pada Juni 2021, kurang lebih 450 hektar tanaman tembakau di 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, mati terendam air hujan. Hujan deras ini, terjadi kala musim kemarau, fenomena yang jarang terjadi di tahun-tahun sebelumnya.