Ghibah Politik Ramadhan: Menyoal PBNU tentang Politik Dinasti dan Misi Gus Dur
Editor: MMA
Kamis, 14 Maret 2024 14:17 WIB
Oleh: Mukhlas Syarkun
Di sela-sela ngabuburit, kita sempatkan untuk berghibah (membicarakan). Bukan soal pribadi, tapi urusan publik. Jika ghibah soal pribadi - misalnya soal aib dan kekurangan seseorang - tentu dosa.
BACA JUGA:
Pertemuan 5 Kader NU dengan Presiden Israel, Nawawi: Karena Gus Yahya Mencontohkan Hal yang Sama
Khofifah Apresiasi Semangat Grand Syeikh Al Azhar Mesir
Habib Pasuruan yang Rendahkan Putra Pendiri NU Dianggap Merasa Tersaingi Kiai NU dan Tak Berakhlak
Habib Pasuruan yang Rendahkan Putra Pendiri NU Dianggap Merasa Tersaingi Kiai NU dan Tak Berakhlak
Tapi ghibah untuk kepentingan publik malah dianjurkan. Nabi Muhammad bersabda: siapa yang tidak peduli atas urusan umatku maka bukan bagian dariku.
Bahkan jika kita merujuk pada sirah nabi, momentum Ramadhan tidak hanya membicarakan (ghibah) urusan politik, tapi malah pertengkaran politik. Nabi menjalani perang besar yaitu perang Badr di bulan Ramadhan. Perang untuk urusan agama dan masyarakat.
Ghibah kali ini (fokus pembicaraan) membahas soal demokrasi dan dinasti dalam konteks pemikiran dan perjuangan Gus Dur yang dijadikan miqot perjuangan PBNU pasca muktamar Lampung.
Mafhum, bahwa Gus Dur adalah sosok yang gigih memperjuangkan demokrasi, supaya tidak terjadi tirani dan dinasti. Karena tirani dan dinasti berpotensi membuat masyarakat lemah.
Nah, masyarakat yang lemah ini kemudian juga berpotensi bersikap ekstrem dan radikal yang pada akhirnya akan berujung pada kekerasan massal, menodai nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam hal ini masyarakat lantas menyoroti kiprah dan peran PBNU yang telah berikrar (dalam muktamar Lampung) akan Menghidupkan Gus Dur atau meneruskan Misi Perjuangan Gus Dur.
Kita juga ingat bahwa di sekitar arena Muktamar ke-34 NU di Lampung banyak sekali banner atau baliho Yahya Cholil Staquf lengkap dengan foto Gus Dur dan dirinya yang "mengeksploitasi" nama besar Gus Dur dengan narasi: MENGHIDUPKAN GUS DUR.