Sejumlah Santri di Pondok Pesantren Lirboyo Ngaji Kitab Kuning saat Ramadan | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sejumlah Santri di Pondok Pesantren Lirboyo Ngaji Kitab Kuning saat Ramadan

Editor: M. Aulia Rahman
Wartawan: Muji Harjita
Kamis, 14 Maret 2024 15:40 WIB

Santri saat mengikuti ngaji kitab kuning di Masjid Lawang Songo, Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri. Foto: MUJI HARJITA/BANGSAONLINE

Karena Pondok Pesantren sudah berwujud dan kian hari semakin banyak santri yang berdatangan, KH. Sholeh Banjarmlati, sang mertua KH. Abdul Karim, menganggap belum sempurna kalau belum ada masjidnya.

Maka dari itu, 2,5 tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren , tepatnya pada 1913 M, maka muncul gagasan dari KH. Sholeh untuk mendirikan masjid di sekitar pondok. Semula masjid itu amat sederhana sekali, tidak lebih dari dinding dan atap yang terbuat dari kayu. 

Namun, setelah beberapa lama digunakan, lambat laun bangunan itu mengalami kerapuhan. Bahkan suatu ketika bangunan itu hancur porak poranda ditiup angin beliung dengan kencang.

Akhirnya KH. Muhammad, kakak ipar KH. Abdul Karim, mempunyai inisiatif untuk membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan bangunan yang lebih permanen. Jalan keluar yang ditempuh KH. Muhammad adalah menemui KH. Abdul Karim guna meminta pertimbangan dan bermusyawarah.

Tidak lama kemudian KH. Abdul Karim mengutus KH. Ya’qub, adik iparnya untuk sowan berkonsultasi dengan KH. Ma’ruf Kedunglo mengenai langkah selanjutnya yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembangunan masjid tersebut.

Dari pertemuan antara KH. Ya’qub dengan KH. Ma’ruf Kedunglo itu membuahkan persetujuan, yaitu dana pembangunan masjid dimintakan dari sumbangan para dermawan dan hartawan. Usai pembangunan itu selesai, peresmian dilakukan pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1347 H/ 1928 M. 

Acara itu bertepatan juga dengan acara ngunduh mantu putri KH. Abdul Karim yang kedua, Nyai Salamah dengan KH. Manshur Paculgowang. Dalam tempo penggarapan yang tidak terlalu lama, masjid itu sudah berdiri tegak dan megah dengan mustakanya yang menjulang tinggi. 

Dinding serta lantainya yang terbuat dari batu merah, gaya bangunannya yang bergaya klasik, dan merupakan penggabungan gaya arsitektur Jawa kuno dengan Timur Tengah.

Untuk mengenang kembali masa keemasan Islam pada abad pertengahan, dan atas prakarsa KH. Ma’ruf Kedunglo, pintu yang semula hanya satu, ditambah lagi menjadi 9, mirip kejayaan daulat Fatimiyyah. Makanya Masjid tua di Ponpes ini disebut juga sebagai Masjid Agung Lawang Songo atau Pintu Sembilan. (uji/mar)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video