Fikih Kentut: Ulah Syetan Meniup Dubur agar Kita Ragu Wudlu Batal apa Tidak | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Fikih Kentut: Ulah Syetan Meniup Dubur agar Kita Ragu Wudlu Batal apa Tidak

Editor: MMA
Minggu, 23 Juni 2024 07:41 WIB

Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie.

Oleh: Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie

Rubrik ini diasuh oleh pakar tafsir Dr. KH. A. Musta'in Syafi'i, Mudir Madrasatul Qur'an Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Kiai Musta'in selain dikenal sebagai mufassir mumpuni juga Ulama Hafidz (hafal al-Quran 30 juz). Kiai yang selalu berpenampilan santai ini juga Ketua Dewan Masyayikh Pesantren Tebuireng.

Tafsir ini ditulis secara khusus untuk pembaca HARIAN BANGSA, surat kabar yang berkantor pusat di Jl Cipta Menanggal I nomor 35 Surabaya. Tafsir ini terbit tiap hari, kecuali Ahad. Kali ini Kiai Musta’in menafsiri Surat Al-Anbiya': 74-75. Selamat mengaji serial tafsir Al-Quran yang banyak diminati pembaca di seluruh Indonesia bahkan warga Indonesia yang tinggal di luar negeri:

Kentut adalah salah satu proses alami di dalam tubuh kita yang sudah diatur oleh Tuhan demi kesehatan manusia itu sendiri. Dari makanan yang membusuk di dalam perut atau apa saja yang mengandung gas dan menumpuk, sehingga perlu pembuangan. Tuhan telah mengaturnya secara otomatis dan melegakan.

Bisa dibayangkan, betapa sakitnya bila angin busuk tersebut tidak bisa keluar. Terbayanglah kerja dokter, rumah sakit dan biaya yang tidak sedikit. Itulah sebabnya, maka di dalam kesehatan terdapat dua rumus global yakni : pemasukan lancar dan pembuangan juga lancar.

Makanya, dalam agama, baik saat pemasukan maupun saat pembuangan, seorang beriman dituntut memuji kebesaran Tuhan, dengan berucap “Al-Hamd Lillah”. Selesai makan dan minum, berucap “Al-Hamd Lillah”. Lengkapnya, : Al-Hamd Lillah al-ladzi ath’amani wa saqani”. Segala puji bagi Allah Dzat yang telah memberiku makan dan minum.

Begitu juga selesai buang kotoran, juga berucap: ”Al-Hamd Lillah”. Lengkapnya, :”Al-Hamd Lillah al-ladzi adzhab ‘anni al-adza wa ‘afani”. Segala puji bagi Allah DZat yang telah membuang penyakit dariku dan membuatku sehat.

Kedua pemujian tersebut, baik saat selesai makan maupun selesai buangan adalah ucapan terima kasih kepada Tuhan, Sang maha pengasih. Hukumnya sama- sama “harus”. Andai boleh diskor, mana yang paling urgen, berucap syukur saat selesai pemasukan atau pembuangan..?

Rasanya lebih dianjurkan saat selesai pembuangan dari pada saat selesai makan dan minum. Perhitungannya begini : bila kita tidak bisa buang kotoran, maka membahayakan dan mengancam nyawa. Tapi kalau kita tidak makan, masih lama bisa bertahan hidup. Apalagi ada kompensasi, seperti infuse dan lain-lain.

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video