Gunakan Paspor Filipina, 177 JCH Indonesia Ditangkap
Senin, 22 Agustus 2016 01:06 WIB
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Sebanyak 177 Warga Negara Indonesia (WNI) yang rencananya menunaikan ibadah haji ditangkap pihak otoritas Filipina. Pasalnya 177 WNI tersebut kedapatan memakai paspor Filipina untuk menunaikan ibadah haji dan hingga kemarin masih diperiksa.
Media lokal Filipina, Manila Bulletin, Sabtu (20/8) melansir bahwa Jaime Morente, Komisioner Biro Imigrasi setempat, mengatakan para WNI itu ditahan di pusat penahanan imigrasi di Camp Bagong Diwa, Taguig City, pinggiran Manila. Para WNI itu memanfaatkan kuota jemaah Filipina untuk naik haji. Paspor-paspor Filipina yang digunakan, sebut Morente, merupakan dokumen paspor asli, namun cara mendapatkannya ilegal.
BACA JUGA:
9 Kantor Imigrasi di Jatim Permudah Pembuatan Paspor bagi Pekerja Migran Indonesia
Energi Sai untuk Perbaikan Spirit BLu Speed
Salat di Kamar Hotel Ikuti Imam di Masjidil Haram, Apakah Sah?
Petugas Bandara Jeddah Sita 2 Karung Rokok Jemaah Haji Asal Surabaya
Menurut informasi, para WNI membayar US$ 6 ribu - US$ 10 ribu (Rp 78 juta - Rp 131 juta) per orang untuk mendapatkan paspor Filipina. Diduga kuat, paspor Filipina itu disediakan oleh lima warga Filipina yang mendampingi mereka. Kelima warga Filipina itu diyakini sebagai sindikat pemalsu paspor dan telah ditahan oleh Biro Investigasi Nasional (NBI) untuk diselidiki lebih lanjut.
Sebelumnya, pada 19 Agustus, sekitar pukul 09.00, KBRI Manila dihubungi pihak imigrasi Bandara Internasional Manila yang memberitahukan adanya sejumlah penumpang Philippines Airlines jurusan Jeddah yang paspornya mencurigakan.
Para jemaah calon haji tersebut beralasan, waktu antrean yang lama untuk mendapat giliran naik haji menjadi penyebab utama mereka pergi haji melalui Filipina.
Hingga kemarin, Wakil Menteri Luar Negeri A.M Fachir masih berupaya membebaskan para WNI ini dengan terus berkomunikasi dengan pemerintah Filipina.
"Kita upayakan tentu saja bahwa kita berkomunikasi dengan otoritas Filipina untuk menangani hal ini. Nanti bisa jadi karena masalah ketidaktahuan kita. Maklum, kuota kota itu sangat minimal dibandingkan dengan minat," ujar Fachir usai pembukaan pameran foto 71 Tahun Kementerian Luar Negeri di Senayan City, Minggu (21/8).
Menurut mantan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi tersebut, para WNI perlu menunggu waktu lama untuk bisa menunaikan ibadah haji di Indonesia. Sementara, keinginan atau minat berhaji sangat tinggi.
"Bayangkan saja, di Kalimantan Selatan misalnya, waktu tunggu (naik haji) 20 tahun. Sementara keinginan orang berhaji itu luar biasa," tuturnya.
Menurut dia, salahnya bukan pada orang yang ingin naik haji, namun pada orang-orang yang memanfaat haji sebagai keuntungan ekonomi sendiri.
"Kita harus menangani ini dengan hati-hati jangan sampai orang menjadi korban itu lalu kemudian banyak dirugikan. Justru parahnya mereka mengambil keuntungan dari hal ini. Inilah yang jadi objek investigasi kita," sambung dia.
Fachir mengungkapkan, saat ini pemerintah Indonesia tengah menyelidiki kasus tersebut.