Sejumlah BUMN Bakal Digabung, Sri Mulyani: Kondisi BUMN Memalukan
Kamis, 25 Agustus 2016 01:37 WIB
JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyayangkan minimnya perusahaan di Indonesia yang masuk dalam daftar Fortune Global 500. Ini menandakan pendapatan perusahaan-perusahaan di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Menurutnya, baru PT Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masuk dalam daftar Fortune Global 500. Tentunya ini belum bisa mencerminkan keadaan ekonomi di Indonesia yang sudah menjadi anggota dari G20 dengan peringkat ke-16.
BACA JUGA:
Jokowi Resmikan Smelter Grade Alumina, Erick Thohir Paparkan Dampak soal Impor Alumnium
Program TJSL Petrokimia Gresik Raih Platinum Award di Ajang 4TH TJSL dan CSR Award 2024
Petrokimia Gresik di Usia 52 Tahun, Dorong Kemajuan Pertanian dan Industri Kimia Berkelanjutan
Terima Audiensi Rumah BUMN, Pj Gubernur Jatim Ajak Berdayakan UMKM Tembus Pasar Ekspor
"Jadi sebetulnya agak memalukan sih kalau dilihat dari sisi perusahaannya. Karena ini dilihat dari ukuran pendapatannya," kata Sri di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (24/8) yang salah satunya membahas soal rencana penggabungan (holding) sejumlah BUMN.
Dia menambahkan, Indonesia bisa menargetkan untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-6 di dunia pada tahun 2030. Namun, jika tidak ada perusahaan yang mampu mencerminkan keadaan ekonomi negaranya, maka hal ini akan menjadi persoalan yang besar.
Hingga tahun 2015, BUMN baru memberikan kontribusi kepada produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp 202 triliun. Sri berharap, angka tersebut bisa lebih besar lagi, mengingat pemerintah telah memberikan suntikan dana yang cukup besar kepada BUMN.
"Kita berharap suatu saat kita punya perusahaan yang bisa merepresentasikan ukuran ekonomi negara kita. Itu bukan sesuatu yang tidak mungkin, itu sangat mungkin. Hanya dengan mengkombinasikan keseimbangan ekonomi dengan budaya perusahaannya," imbuhnya.
Mengenai rencana penggabungan BUMN atau 'Holding' BUMN, Sri Mulyani memandang proses holdingisasi BUMN diperlukan dalam sebuah negara. Namun mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menegaskan, proses holdingisasi haruslah mengutamakan kepentingan pemegang saham minoritas.
"Dalam melakukan holdingisasi, good corporate governance (GCG) harus diperhatikan dan terutama adalah pemegang saham minoritas, dalam hal ini Publik. Mereka punya rights (hak) yang sudah ikut dari awal dan haruslah dihormati," ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, proses holdingisasi haruslah memperhatikan aspek-aspek penting dan tidak terburu-buru. Terutama proses politik juga harus dipertimbangkan dengan matang.
"Kita harus cermati terlebih dahulu. Proses politiknya, proses financial-nya atau balance sheet perusahaan dan terutama corporate culturenya. Jangan sampai sosio-ekonomi dalam sebuah BUMN terganggu nantinya," tandasnya.
Sri Mulyani mengharapkan, dengan holdingisasi maka BUMN akan lebih efisien. Perusahaan yang senada haruslah bersinergi agar hulu dan hilir bisa sejalan. Dengan begitu, konteks holding ini, tak hanya sekadar berupa balanced exercise, yaitu hanya menggabungkan neraca korporasi.
"Kalau begitu gampang. Saya bisa minta ke CFO agar menaggabungkan neraca dengan neraca untuk jadi holding. Tapi harus bisa ciptakan value creation yang lebih besar," pungkas Sri Mulyani.
Sekadar informasi, rapat pembahasan wacana holding BUMN akan terus bergulir. Rencananya, Komisi VI DPR akan mengundang semua deputi BUMN untuk membahas ini tanpa melibatkan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan.
Simak berita selengkapnya ...
sumber : rakyatmerdeka/merdeka.com/kompas.com