Wawancara Bangsaonline dengan Dinkes Jombang Soal Keracunan Santri Tambakberas | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Wawancara Bangsaonline dengan Dinkes Jombang Soal Keracunan Santri Tambakberas

Rabu, 23 November 2016 22:15 WIB

dr Mas Imam Ali Affandi, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Jombang. foto: RONY S/ BANGSAONLINE

JOMBANG, BANGSAONLINE.com – Peristiwa nahas yang dialami puluhan santri Ponpes Al-Ikhlas Bahrul Ulum Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan/Kabupaten Jombang, Minggu (20/11) lalu hingga kini menyisakan pertanyaan yang belum terjawab. Yakni penyebab sedikitnya 31 santri putri dilarikan ke rumah sakit akibat diduga keracunan asap fogging.

Terkait penyebab dugaan keracunan ini ada dua institusi yang melakukan penelusuran. Yaitu Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Jombang, dan Penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Jombang. Dinkes Jombang, tentu memiliki tanggungjawab untuk menjelaskan kepada publik terkait persoalan tersebut. Sedangkan kepolisian lebih khusus menelusuri unsur pidana dalam kasus ini. Meski beruntung peristiwa tersebut tidak sampai memakan korban jiwa.

Berikut penjelasan pihak Dinkes Jombang berdasarkan hasil wawancara Bangsaonline dengan dr Mas Imam Ali Affandi, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Jombang, Rabu (23/11).

Bangsaonline (BO): Terkait peristiwa keracunan santri Ponpes Al-Ikhlas Bahrul Ulum Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan/Kabupaten Jombang yang diduga akibat asap fogging Minggu (20/11), bagaimana hasil investigasi Dinkes Jombang?

Mas Imam (Dinkes): Kami sudah mengambil sampel bahan kimia yang digunakan petugas fogging saat beroperasi di Ponpes Ponpes Al-Ikhlas Bahrul Ulum Tambakberas. Itu sudah kami uji laboratorium untuk diketahui kandungannya. Saat ini sudah ada dua laboratorium yakni di Surabaya dan milik Dinas Pertanian yang kami minta untuk menguji sampel tersebut. Tapi keduanya tidak bisa mengidentifikasi bahan kimia tersebut. Saat ini kami masih berusaha untuk menguji di laboratorium yang lain, semoga bisa membantu.

BO: Mengapa demikian (laboratorium tidak bisa identifikasi)?

Dinkes : Ternyata ini tidak mudah bagi mereka (petugas uji laboratorium). Karena bahan kimia yang digunakan petugas fogging ternyata tidak berlabel. Kalau pengakuan salah satu petugas fogging kepada kami, bahan kimia yang digunakan didapatkan dari orang yang tidak diketahui identitasnya. Sampai detik ini, kami belum tahu bahan kimia itu dapat darimana.

BO: Lalu penyebab keracunan itu karena apa?

Dinkes: Belum diketahui secara pasti. Kalau pengakuan petugas fogging kepada kami, ternyata ada dua bahan kimia yang digunakan. Untuk meleburkan (mengencerkan) keduanya harus dicampur dengan bahan cairan sesuai petunjuk penyajian. Dari dua bahan kimia itu, beda ukuran cairan dalam takaran. Untuk bahan kimia pertama hanya membutuhkan cairan sedikit. Sedangkat bahan kimia kedua membutuhkan cairan lebih banyak dari bahan kimia pertama. Sementara petugas fogging, memberikan cairan sesuai kebutuhan bahan kimia pertama (sedikit) saja saat itu. Ketika bahan kimia pertama dan kedua dicampur dengan cairan, otomatis sudah tidak sesuai prosedur. Seharusnya cairan yang yang dicampurkan sesuai kebutuhan cairan kedua, lebih banyak. Karena cairannya (cairan pertama-Red) sedikit, sehingga membuat sajian bahan kimia dalam alat fogging terlalu pekat. Pada akhirnya dimungkinkan memicu keracunan.

BO: Terkait pelaksanaan fogging di Desa Tambakrejo, sudah sesuai prosedur apa tidak?

Dinkes: Tidak sesuai prosedur. Seharusnya Pemerintah Desa (Pemdes) sebagai pelaksana fogging memberikan pemberitahuan atau laporan kepada petugas puskesmas untuk diberi supervisi terlebih dahulu. Ternyata, untuk pelaksanaan fogging di Desa tambakrejo, Minggu (22/11) itu tanpa rekomendasi dari kami. Karena walaupun fogging mandiri juga tetap harus ada pemberitahuan kepada kami sebelumnya.

BO: Itu tadi untuk fogging mandiri, kalau fogging massal prosedurnya seperti apa?

Dinkes: Fogging massal, istilah kami fogging fokus. Itu berdasarkan satu kasus DBD yang terindikasi menular. Itu pun tetap harus ada laporan dari Pemdes kepada puskesmas dulu. Setelah puskesmas menerima laporan, kami menerjunkan petugas untuk melakukan penyelidikan epidemologi (PE) di lokasi. Setelah petugas menyatakan positif, selanjutnya kami yang menentukan petugasnya. Kami menentukan luas wilayah yang harus di fogging. Sebelum pelaksanaan fogging, sudah diumumkan kepada warga bahwa akan dilakukan fogging. Warga diminta untuk memotong pepohonan yang mengganggu. Selokan diminta untuk dibersihkan. Satu hari sebelum fogging, harus PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dulu. Ternyata yang di Desa Tambakrejo juga tidak dengan prosedur seperti ini.

BO: Tapi, petugas fogging yang beroperasi di Desa Tambakrejo itu kan sudah terlatih, seharusnya juga tahu prosedurnya. Mengapa masih mau diundang Pemdes?

Dinkes: Sekali lagi, fogging di sana (Desa Tambakrejo-Red) itu tanpa sepengetahuan kami, petugasnya meskipun memang terlatih tanpa rekomendasi dari kami untuk melakukan fogging di sana. Jadi, petugas fogging itu melaksanakan secara personal atas undangan Pemdes.

BO: Ini kasus pertama di Kabupaten Jombang, keracunan diduga karena asap fogging. Langkah ke depan yang akan dilakukan Dinkes seperti apa?

Dinkes: Iya. Ini pengalaman pertama kasus seperti ini, yang jelas kami sudah mengambil berbagai langkah untuk antisipasi tidak terulang kembali. Di antaranya mengeluarkan surat edaran kepada para camat untuk disampaikan kepada para kepala desa serta disosialisasikan kepada masyarakat tentang prosedur pelaksanaan fogging. Mulai dari imbauan pencegahan DBD hingga cara pengajuan fogging dan pelaksanaan fogging. Di dalam surat edaran itu sudah lengkap. Apa yang harus dilakukan Pemdes, petugas fogging, serta masyarakat yang daerahnya di fogging. Di samping itu, pengawasan terhadap seluruh aktivitas fogging akan kami usahakan lebih maksimal.

Seperti diberitakan sebelumnya, sedikitnya ada 31 santri Ponpes Al-Ikhlas Bahrul Ulum Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan/Kabupaten Jombang diduga mengalami keracunan setelah dilakukan fogging di pondoknya yang diadakan oleh Pemdes setempat, Minggu (20/11) sore.

Akibatnya, puluhan santri dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sesak nafas, pusing, dan mual. Dari total korban, sebanyak 27 dilarikan ke RSUD Jombang, sedangkan 4 lainnya dibawa ke salah satu rumah sakit swasta. (rom/rev)

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video