Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (19): Radio Yasmara Istiqomah Tegakkan Aswaja | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Menelusuri Jejak Kampung Religi di Surabaya (19): Radio Yasmara Istiqomah Tegakkan Aswaja

Editor: Maulana
Wartawan: Yudi Arianto
Rabu, 28 Juni 2017 04:23 WIB

Ahmad Alhadi sedang beraksi di ruang siaran (kanan) Radio Yasmara, sedangkan Sutrisno sedang bersiap mengumandangkan adzan di ruang adzan Masjid Rahmat.

SEIRING berjalannya waktu, para tokoh Masjid Rahmat berinisiatif mendirikan sebuah radio komunitas. Tujuannya adalah, radio komunitas itu akan sangat membantu Masjid Rahmat dalam berdakwah. Dengan antena seadanya yang terbuat dari bambu yang ujungnya diberi penangkal petir sekitar tahun 1970-an, berdirilah radio komunitas tersebut, cikal bakal Yasmara.

“Sesuai permintaan masyarakat maka dibuatlah radio komunitas menjadi Yasmara, berasal dari penggalan nama dari yayasan masjid rahmat (yasmara). Alhamdulillah dengan dibentuknya radio Yasmara ini dakwah Masjid Rahmat semakin diperhatikan masyarakat,” ucap H Mansyur, Ketua Yayasan Masjid Rahmat Surabaya.

Perkembangan selanjutnya, banyak masyarakat yang mengusulkan untuk dijadikan radio umum saja. Dengan adanya Yasmara, Masjid Rahmat semakin banyak dikenal oleh masyarakat Kota Surabaya serta Jawa Timur umumnya.

“Dulu banyak sekali income yang masuk untuk biaya operasional Yasmara. Begitu televisi pada bermunculan, seketika itu juga tidak ada pemasukan sama sekali karena mereka beralih ke TV semua,” imbuh Ahmad Alhadi, penyiar Yasmara.

Karena radio ini merupakan kebutuhan perjuangan untuk berdakwah, maka apapun akan dilakukan sekuat tenaga untuk mempertahankan tegak berdirinya Yasmara. Melihat banyaknya radio yang seangkatan dengan Yasmara pada berguguran digerus jaman, Yasmara masih tampil eksis seperti sekarang ini. Melalui frekuensi 1152 AM, Yasmara menjadi yang tertinggi di gelombangnya.

Meski sudah banyak yang pindah ke frekuensi FM karena kualitasnya lebih baik dari AM, tapi Yasmara tetap setia di gelombang AM-nya. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan Yasmara tetap istiqomah di frekuensi AM tersebut.

“Sebetulnya ingin juga Yasmara beralih ke channel FM, tapi mengingat biaya operasionalnya yang cukup mahal, akhirnya diurungkan niat itu. Terlebih, dengan kondisi channel FM yang sudah banyak radio yang menempatinya, maka resiko tumpang tindih dengan radio lain semakin besar pula, karena saking padatnya,” ungkap Ahmad Alhadi kepada BANGSAONLINE.com.

Hampir semua acara yang digelar Masjid Rahmat disiarkan oleh Yasmara, seperti kuliah Shubuh yang istiqomah digelar setiap hari itu, terutama saat mengumandangkan adzan. Jika mendengar ada yang mengatakan imsak kurang sepuluh menit yang menemani waktu sahur, itu adalah suara dari Muadzin Masjid Rahmat, yang diikuti oleh semua masjid.

Menjadi penentu waktu salat wajib semua masjid di Surabaya dan Jatim, juga memiliki risiko tersendiri. Pernah suatu ketika terjadi listrik mati sehingga masjid-masjid kebingungan semua lalu menelepon Masjid Rahmat. Untuk antisipasi listrik mati, Masjid Rahmat sudah mempersiapkan sebuah genset berkekuatan sebesar 5000 watt.

Ketepatan waktu salat yang dimiliki Masjid Rahmat ini ternyata bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena penentuan waktu juga didapatkan dari BMG Juanda lalu dikolaborasikan dengan Telkom. “Setiap hari selalu update dengan saluran 103 milik Telkom untuk menanyakan tentang jadwal waktu. Masjid Rahmat mempunyai jadwal lalu diupdate melalui penerangan 103 itu,” tutur Sutrisno, petugas penjaga waktu salat sekaligus Muadzin Masjid Rahmat ini.

Keistiqomahan Yasmara dalam menunjang syiar Masjid Rahmat ini membuahkan hasilnya. Belum lama ini, para Pengurus Masjid Rahmat dipanggil untuk menerima penghargaan dari PWNU Jawa Timur melalui Konferensi NU di Nglebo, tepatnya di Ponpes Bumi Shalawat milik KH Ali Mashury (Gus Ali).

“PWNU Jatim memberikan award kepada Yasmara itu dengan pertimbangan, meski bukan banom (badan otonom) milik NU, Yasmara termasuk penegak Aswaja yang istiqomah se-Jawa Timur sehingga layak mendapat award tersebut,” tutur Mansyur.

Selain di bidang keagamaan, Masjid Rahmat Kembang Kuning juga berhasil merintis bidang pendidikan. Hal ini dbuktikan dengan berdirinya sekolah SD Rahmat yang awal berdirinya dari gedek, besek bamboo, dinding dari anyaman bamboo pada tahun 1980-an. Semakin hari semakin banyak muridnya dan semakin kelihatan hasilnya.

“Sementara ini sekolah yang ada di Yayasan Masjid Rahmat yakni SD dan SMP Rahmat dengan total murid sebanyak 650 siswa,” tandas Mansyur yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah SMP Rahmat ini. (ian/lan/bersambung) 

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video