Tafsir Al Nahl 125: Dakwah Lewat Poligami
Sabtu, 15 Juli 2017 14:44 WIB
Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .
Ud’u ilaa sabiili rabbika bialhikmati waalmaw’izhati alhasanati wajaadilhum biallatii hiya ahsanu inna rabbaka huwa a’lamu biman dhalla ‘an sabiilihi wahuwa a’lamu bialmuhtadiina (125).
BACA JUGA:
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Panduan dari Nabi Daud dan Nabi Sulaiman untuk Memutus Kasus Perdata
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Cara Hakim Ambil Keputusan Bijak, Berkaca Saja pada Nabi Daud dan Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Memetik Hikmah dari Kepemimpinan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman
Tafsir Al-Anbiya' 78-79: Keputusan Bijak untuk Sengketa Peternak Kambing Vs Petani
Contoh dakwah bi al-hal yang nyata dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah menikahi wanita-wanita kelas atas kota Makkah. Para istri nabi itu semuanya janda dan mewakili suku masing-masing. Kecuali A'isyah R.A., putri Abu Bakr al-Shiddiq. Orang paling top dan totalitas dalam membela dakwah.
Pernikahan dengan banyak wanita yang lintas suku ini sungguh punya hikmah, setidaknya ada tiga: Pertama, mempercepat sebaran dakwah islamiah ke pelbagai penjuru dan terbukti. Dalam jarak dekat, islam telah memasuki setiap kabilah besar jazirah Arab.
Kedua, lebih punya kekuatan, setidaknya bersifat lokal. Hal itu karena yang dinikahi Nabi adalah para putri bangsawan, tokoh dan orang terhormat. Dengan menggaet putrinya, maka bapaknya mati kutu. Setidaknya daya permusuhan atau kebencian terhadap Nabi terminimalisir. Mosok akan bermusuhan dengan menantu sendiri? Itu aib bagi masyarakat Makkah.
Ya, karena Nabi sebagai suami yang mutlak menguasai istri, sekaligus dicintai istri. Tidak sama ketika Nabi ada pada pihak wanita, maka posisinya lebih lemah dan tidak banyak yang bisa diperbuat. Seperti terjadi saat Nabi saat era jahiliah dulu telah besanan dengan Abu Lahab yang notabenenya masih paman sendiri.
Simak berita selengkapnya ...