Optimis MK Kabulkan, Komnas HAM: Perkawinan Beda Agama Langgar HAM | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Optimis MK Kabulkan, Komnas HAM: Perkawinan Beda Agama Langgar HAM

Rabu, 17 September 2014 20:05 WIB

Anbar Jayadi (berjilbab) mahasiswa FH Universitas Indonesia, salah satu penggugat, bersama temannya yang mengajukan gugatan uji materi Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan. Foto: detik.com

Dia mengatakan, negara Indonesia memang bukan negara agama, tetapi Indonesia adalah negara orang yang beragama. Hal itu sebagai konsekuensi logis dari ideologi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia. Maka, kata dia, (MK) harus menolak permohonan uji materi. Sebab, perkawinan beda agama bertentangan dengan konstitusi.

Menurutnya, masalah perkawinan masuk dalam domain agama. Posisi negara hanya sebatas fungsi administrasi atau pencatatan peristiwa perkawinan. Sementara sah atau tidaknya suatu perkawinan ditentukan oleh hukum agama, bukan hukum negara.

Jika pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan itu dibatalkan oleh MK, kata dia, maka hukum negara justru menabrak hukum agama. Hal itu berarti negara tidak hadir dalam menjamin warganya untuk menjalankan keyakinan yang mereka anut. “Dan itu justru yang bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan negara meletakkan agama menjadi sesuatu yang penting. Karena itu, negara hanya akan mengesahkan perkawinan sesuai dengan ketentuan masing-masing agama.

"Karena masing-masing agama memaknai perkawinan itu peristiwa yang sakral. Bukan hanya persoalan pencatatan atau pengakuan negara. Ini peristiwa sakral yang memiliki religiusitasnya," kata Lukman ketika dihubungi, Rabu, 17 September 2014.

Pemerintah, ujar dia, mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang tegas menyatakan pernikahan sah kalau dilakukan menurut ketentuan agamanya. "Negara tentu sangat menjunjung tinggi agama," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan itu.

Mengenai adanya permohonan uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan ke , Lukman mempersilakan hal itu ditanyakan ke pemuka agama masing-masing. "Mereka sebaiknya minta pendapat ke pemuka agama dulu," ujarnya.

Dalam konteks Indonesia, tutur Lukman, keberadaan agama mendapat posisi yang terhormat. Soalnya, Indonesia bukan negara sekuler yang memisahkan secara tegas urusan agama dengan negara. Karena itu, dia mengajak semua pihak kembali memaknai hakikat pernikahan. "Mari sama-sama melakukan refleksi, hakikat pernikahan itu apa. Bagaimana keberadaan agama dalam konteks pernikahan yang kita maknai itu," katanya.

Sumber: Rmol.com/republika/tempo.co.id

 

sumber : Rmol.com/republika/tempo.co.id

Berita Terkait

Bangsaonline Video