Tafsir Al-Isra 15: Bunuh Dia, Dosanya Aku yang Nanggung (?) | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Tafsir Al-Isra 15: Bunuh Dia, Dosanya Aku yang Nanggung (?)

Editor: Redaksi
Wartawan: --
Senin, 31 Desember 2018 13:31 WIB

Ilustrasi

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag. . .

Mani ihtadaa fa-innamaa yahtadii linafsihi waman dhalla fa-innamaa yadhillu ‘alayhaa walaa taziru waaziratun wizra ukhraa wamaa kunnaa mu’adzdzibiina hattaa nab’atsa rasuulaan (15).

"walaa taziru waaziratun wizra ukhraa". Petikan hikmah kedua dari ayat kaji ini adalah, bahwa manusia itu hanya diminta pertanggungjawaban atas perbuatan sendiri, tidak dituntut mempertanggung jawabkan perbuatan yang dilakukan orang lain. Dengan bahasa lain, masing-masing bertanggung hanya atas apa yang dia lakukan, meski ada kaitan dengan perbuatan orang lain atau secara koloni. Fathir:18 juga ada tesis persis ini. 

Adi adalah bos besar yang menyewa pembunuh bayaran (Jahal) untuk membunuh si Fulan. Aming sebagai perantara, menghubungkan dan membantu. Jahal berhasil membunuh Fulan. Mereka sama-sama berdosa, tapi yang terbesar dan yang dihukum qisas hayalah yang membunuh, si Jahal, jika Jahal waras dan dewasa, alias mukallaf. Kecuali kalau si Jahal gila atau di bawah pengaruh minuman keras yang dicekokkan, maka qisas mengena pada yang menyuruh. Orang gila tidak menguasai diri, jadi kayak robot saja, terserah yang meremote.

Begitulah makna qaidah fiqhyah populer tentang kejahatan gabungan. "idza ijtama' al-sabab wa al-ghurur wa al-mubasyarah, quddimat al-mubasyarah". Meski demikian, tidak berarti selain eksekutor diabaikan, melainkan tetap dihukum. Beda dengan perdagangan narkoba, justru produser wajib dihabisi lebih dulu. Tapi sayang, BNN lebih sigap menangkapi yang ekses, tidak bos sentralnya. Jangan salahkan rakyat membatin, "Ada apa ya..?". 

Simak berita selengkapnya ...

1 2

 

Berita Terkait

Bangsaonline Video