Sumamburat: Mendiagnosa “Simtom Korupsi” | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

Sumamburat: Mendiagnosa “Simtom Korupsi”

Editor: Abdurrahman Ubaidah
Wartawan: ---
Rabu, 27 Maret 2019 11:00 WIB

Suparto Wijoyo.

Prinsip-prinsip good environmental governance yang berupa keterbukaan, transparansi, akuntabilitas, partisipasi, keadilan, perlindungan masyarakat adat, dan kepastian hukum “diakali”. Amdal sebagai instrumen hukum untuk melindungi lingkungandipersepsi menjadi “beban yang bertele-tele” dan bukannya dianggap mandat “tanggung jawab kepedulian” terhadap lingkungan. Saya yakin melalui kasus ini KPK dinanti dapat membuka “kotak pandora” dunia pertambangan yang diwarnai KKN.

KKN ini membawa efek panjang sejenis “simtomatis” (menyangkut tertumpuknya gejala penyakit) yang menderitakan rakyat dan lingkungan teramat serius dari fenomena begitu merasuknya “kekuasaan tambang” ke urat nadi otoritas negara. Khalayak sudah mafhum bahwa pertambangan di Indonesia telah menorehkan tragedi kemanusiaan dan lingkungan di banyak tempat.

Ingatlah yang pernah melanda Teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara, lahan-lahan bekas tambang di Kaltim, di Papua, bahkan di ujung timur Jawa Timur. Kerusakan dan pencemaran diviralkan para pemodal sebagai sesuatu yang lumrah dalampertambangan atas nama kemajuan. Mestinya aparatur negara merapatkan barisan untuk menjaga daulat ekosistem sekuat tenaga dengan penegakan hukum. Dalam hal ini kita dapat mengikuti cara Jepang yang mengembangkan asas presumption of causation, yakni praduga hubungan kausal, jadi tidak hanya praduga tak bersalah.

Patutlah diduga adanya hubungan kausal antara derita warga daerah kaya tambang dengan kemiskinan serta tercemarnya lingkungan akibat kegiatan pertambangan. Mengungkap tabir hukum presumption of causation adalah sesuatu yang esensial bagi peningkatan martabat hukum di Republik ini.

Sadarilah bahwa Indonesia adalah negara megakaya bahan tambang dengan kondisi yang diungkap secara satir oleh Carolyn Marr (1993): ”Indonesia is fabulously rich and Indonesia is desperately poor”. Deposit batubaranya mencapai 36.6 milyar ton dan emas 2.650 juta ton.

Korporasi pertambangan bertengger dari Sigli-Aceh sampai Tembagapura, Papua. Investor Asia, Eropa dan Amerika sudah menikmati dengan lahapbahan tambang yang terbentang di nusantara ini. Ironisnya adalah ternyata kekayaan tambang itu tidak otomatis memakmurkanrakyat. Keadaan rakyat sekitar wilayah pertambangan ibarat peribahasa: ”anak ayam mati di lumbung padi”.

Lantas apa makna Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: ”bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”?Dari langkah KPK saat ini saya menjadi tahu: kalaulah sekarang ada yang menggerus lingkungan, ada yang menambang tanpa reklamasi, ada yang mengambil kekayaan masyarakat adat, ada yang membuat derita dan sengsara, ada warga negara dirundung kemelaratandi daerah kaya tambang, pasti ada tanda-tanda penyakit kronis KKN yang terdiagnosis, meminjam bahasa kedokteranitulah “simtom” korupsi.

*Dr. H. Suparto Wijoyo, Coordinator of Law and Development Master Program, Post Graduate School Universitas Airlangga, Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Ketua Pusat Kajian Mitra Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Airlangga

 

 Tag:   Opini sumamburat

Berita Terkait

Bangsaonline Video