KH Arwani: Saya Sepaham dan Menerima Fatwa MUI Terkait Rokok Haram | BANGSAONLINE.com - Berita Terkini - Cepat, Lugas dan Akurat

KH Arwani: Saya Sepaham dan Menerima Fatwa MUI Terkait Rokok Haram

Editor: rosihan c anwar
Senin, 24 November 2014 19:13 WIB

Pengirim,

Arwani Faishal

______________________

Tembusan :

Kepada Yth. Dewan Pers

Lampiran (berita dimaksud) :

PBNU Tolak Fatwa yang Haramkan Rokok

Selasa, 14 Oktober 2014 12:17 WIB

JAKARTA(BangsaOnline) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan tidak sependapat dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia () yang mengharamkan rokok.

Sebelumnya, telah mengeluarkan fatwa haram soal merokok di tempat umum sejak 2009. Tidak hanya di ruang publik, dalam fatwa itu juga disebutkan bahwa merokok haram bila dilakukan anak-anak dan wanita.

Ketua Komisi Fatwa Pusat, Asrorun Niam Sholeh menjelaskan institusi pendidikan seperti sekolah dan madrasah, serta sejenisnya masuk ke dalam kategori ruang publik. Itu artinya, barang siapa yang masih tetap saja merokok maka hukumnya haram.

"Rokok itu mubah, sampai kiamat ulama NU tidak akan mengharamkan rokok. Fatwa rokok haram yang dikeluarkan oleh dan didukung kelompok anti tembakau ini penuh tendensius, mereka ingin mematikan keberlangsungan hidup petani tembakau kita," tegas staf Dewan Halal PBNU, Kiai Arwani Faisal melalui pernyataannya, Selasa (14/10).

PBNU menegaskan bahwa pihaknya tidak mendukung kampanye untuk menekan angka perokok di Indonesia yang dimotori oleh Kementerian Kesehatan dan kelompok anti tembakau, termasuk melalui gerakan rokok. Menurut Arwani, semua kiai NU pun telah sepakat untuk memperbolehkan pengikutnya mengisap rokok. Dia juga mengklaim bahwa kiai NU sebenarnya mendukung upaya meminimalisir rokok. Itu dibuktikan dengan penetapan hukum 'makruh' untuk pengikut PBNU.

"Kiai tidak berarti tidak menerima data kesehatan. Rokok makruh karena menerima data kesehatan. Kalau tidak menerima, kiai akan menetapkan hukum rokok wajib. Itu justru karena ngerti itu bahaya," sambung Arwani.

Penerapan rokok bukan merupakan suatu hal yang bahaya, menurutnya telah diperhitungkan masak-masak ketika Muktamar NU ke 32 di Makassar tahun 2010 lalu.

"Harus dilihat kadarnya. Kalau mafsadatnya (kerugian) besar hukumnya haram. Rokok kan sekali hisap tidak langsung pingsan," ujarnya.

Menurut PBNU, rokok tidak punya bahaya yang berlebihan terhadap kesehatan manusia sehingga tidak perlu dilarang berlebihan.

Sementara Peneliti senior pada lembaga Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI) Prof Kabul Santoso mengatakan seharusnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak mudah terpengaruh oleh sindiran kalangan tertentu yang memaksa agar segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

"Jangan hanya karena disindir Indonesia tidak mengaksesi FCTC, lalu pemerintah memaksakan kehendaknya untuk membunuh petani dan industri tembakau yang selama ini menjadi sumber penghasilan masyarakat dan negara," tegas Prof Kabul Santoso dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (14/10).

MPKKI berharap di akhir masa pemerintahannya, Presiden SBY memberikan warisan berharga dengan tidak mengaksesi FCTC. Sikap Presiden SBY bila menolak meneken FCTC itu merupakan wujud perlindungan terhadap keberlangsungan industri nasional tembakau dari hulu ke hilir. Ratifikasi tidak hanya berdampak pada petani tembakau, namun juga bakal merontokkan industri rokok kretek nasional. Padahal, industri ini menyerap jutaan tenaga kerja. Belum lagi tenaga kerja di bisnis yang mendukung pertanian tembakau dan industri rokok kreteknya.

Lebih lanjut Kabul mengingatkan, Presiden SBY pernah berjanji tidak akan mengaksesi FCTC di hadapan petani tembakau saat menghadap Istana pada April 2014 lalu. Studi lapangan MPKKI ke beberapa negara penghasil tembakau, antara lain Jerman, Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Tiongkok menunjukkan keberpihakan pemerintah negara-negara tersebut terhadap industri tembakau nasional.

Empat negara tersebut memiliki UU sendiri yang mengatur pertembakauan. Khusus kasus di Tiongkok, dengan jumlah perokok mencapai 390-an juta lebih. Meskipun Tiongkok akhirnya mengaksesi FCTC, tetapi keberpihakan pemerintah melindungi industri rokok dalam negerinya sangat baik. Bahkan, AS sampai hari ini tidak mengaksesi FCTC. AS dan Swiss hanya tanda tangan FCTC, tetapi tidak meratifikasi.

"Apakah pemerintah siap dengan dampak ekonomi sosialnya? Apakah pemerintah mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk sumber daya manusia yang banyak?," tanyanya.

“Selain itu, rokok kretek di Indonesia sudah menjadi trademark. Di dunia ini, kretek hanya ada di Indonesia. Seharusnya, kretek justu dilestarikan seperti halnya cerutu Kuba," tambah mantan rektor Universitas Negeri (Unej) Jember ini.

Data MPKKI menyebutkan, di Indonesia terdapat 20 daerah sentra penghasil tembakau di mana masyarakat masih banyak yang membutuhkan sebagai sumber penghidupan mereka. Fakta ini harus dibarengi adanya serapan industri untuk bahan baku industri rokok.

"Agak aneh Indonesia sebagai produsen kretek dengan produk sangat khas dibunuh sendiri oleh pemerintah melalui berbagai regulasi, di antaranya PP 109/2012, Permenkes 28/2013, peraturan tentang cukai rokok," ujarnya.

 

 Tag:   MUI pbnu fatwa haram

Berita Terkait

Bangsaonline Video