Gamblang, Surat Justice Collaborator Musa Zainuddin Sebut Sekjen, Bendum dan Ketum PKB
Editor: Tim
Senin, 25 November 2019 22:12 WIB
4.Bahwa beberapa waktu setelah saya menghadap Ketua Fraksi PKB Bapak Helmy Faishal Zaini, saya dipanggil oleh Bapak Jazilul Fawaid, Sekretaris Fraksi yang juga Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI. Bapak Jazilul Fawaid menyampaikan kepada saya, Banggar sedang membahas Dana Tambahan Optimalilasi dan saya diminta untuk “mengamankan” jatah Fraksi PKB di Komisi V DPR RI.
5.Bahwa sejak saya mendapatkan tugas sebagai Kapoksi, saya berkomunikasi dengan pihak Kementerian PUPR, yaitu Bapak Ayi Hasanudin Kepala Biro Perencanaan dan Penganggaran PUPR, sekaligus menyampaikan fotocopy Surat Penunjukkan saya sebagai Kapoksi dan mengkoordinasikan usulan usulan dari Fraksi PKB terkait dengan kegiatan pada Kementerian PUPR;
6.Bahwa setelah mengesahkan
RAPBN 2016, saudara Jailani pernah mendatangani saya di
Lampung menyampaikan bahwa Saudara Abdul Khoir berminat mengerjakan kegiatan
pekerjaan pembangunan jalan Taniwel-Saleman senilai Rp 56 miliar dan Rekontruksi
Piru-Waisala Propinsi Maluku senilai Rp 52 miliar. Ketika itu saya menyampaikan
bahwa saya belum bisa menjanjikan karena saya belum tahu persis paket paket itu
yang telah disetujui oleh Pihak kementerian PUPR. Saya khawatir tumpang tindih
dengan paket-paket lain yang bukan jatah PKB. Takut Terjadi saling klaim dengan
partai partai lain untuk itu saya menawarkan pertemuan kembali di
Jakarta;(Abdul Khoir, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama divonis 4 tahun
karena terbukti memberikan suap)
7.Bahwa setelah saya di
Jakarta, saya berkoordinasi kembali dengan pihak Kementerian
PUPR Bapak Ayi Hasanudin bahwa benar Paket Proyek yang diminta Abdul Khoir
melalui Jailani memang Paket Proyek Jatah PKB yang sudah masuk RKAKL dan DIPA
Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016. Akan tetapi ketika saya minta RKAKL dan
DIPA dijelaskan bahwa RKAKL dan DIPA masih proses pemilahan Per Provinsi yang
nanti akan disampaikan ke Komisi V DPR RI, dengan informasi dari Kementerian
PUPR tersebut, ketika saudara JAILANI menawarkan kembali kepada saya
di kediaman saya Komplek Perumahan Anggota DPR RI Blok A4-53 Kalibata Jakarta
Selatan, saya setujui dan Sdr. JAILANI menyanggupi untuk memberikan Pembayaran
Rp 7 miliar.
8.Bahwa sesaat setelah Jailani pulang, saya memanggil Mutaqin sekaligus memberikan nomor telepon Jailani, kepada Mutaqin sekaligus saya menyuruh Mutaqin untuk kontakan dengan Sdr. Jailani dengan tujuan menerima uang Rp 7 miliar yang telah dijanjkan.
9.Bahwa setelah Mutaqin
menerima uang Rp. 7 Tujuh Miliar dari Jailani, kemudian uang itu di dalam 2
buah Tas Ransel itu, diletakan di kamar tidur saya, keesokan harinya pagi-pagi
saya telepon Jazilul
Fawaid untuk menerima uang atas kompensasi yang diberikan oleh Jailani sekitar
jam 10.00-11.00 WIB pada saat itu juga Jazilul Fawaid sudah tiba di
kedimanan saya Komplek Rumah Jabatan Anggota DPR RI di Kalibata, pada saat itu
saya menyerahkan uang kompensasi yang diberikan oleh Jailani kepada Jazilul
sebesar Rp 6 Miliar untuk kemudian akan diserahkan kepada Ketua Umum DPP PKB
Bapak Muhaimin Iskandar.(Jazilul menolak berkomentar soal ini. "No
comment, ke KPK saja," kata dia Oktober lalu. Sementara Muhaimin, meminta
Tempo bertanya ke Jazilul. "Ke Jazilul saja," kata dia seperti
dikutip dari Majalah Tempo.)
10.Bahwa setelah uang sebesar Rp 6 miliar diterima oleh Jazilul, kemudian saya melaporkan pernyerahan uang tersebut kepada Ketua Fraksi Helmy Faishal Zaini dan saya mengatakan pada saat itu tolong sampaikan kepada Muhaimin Iskandar bahwa uang sebesar Rp 6 miliar sudah saya kirim melalui Jazilul
11.Bahwa perlu saya sampaikan
selama saya menjalani proses hukum di KPK saya diperintahkan oleh DPP PKB,
yaitu Abdul Kadir Karding (Sekjen DPP PKB saat itu) dan Bahrudin Nasori
(Bendahara DPP PKB) Keduanya adalah Anggota Komisi III DPR RI, untuk tidak mengakui
atau untuk berbohong mengenai fakta dan peristiwa sebenarnya, dan mereka
menjalankan perintah itu dari Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar untuk
”mengarahkan” saya menghadapi dan menjalani proses di KPK.
(Karding belum membalas pesan konfirmasi yang dilayangkan soal tudingan ini.)
12.Bahwa sejak saya menerima undangan untuk diperiksa sebagai saksi pada awal bulan Februari 2016 sampai menjalani proses persidangan di PN. Jakarta Pusat. Pada saat saya dipanggil untuk menjadi saksi, saya dikenalkan dengan dua orang pengacara, yaitu saudara Farhan dan Haryo Wibowo. Farhan mendampingi secara informal sedangkan Haryo Wibowo mendampingi saya secara formalitas, termasuk mendampingi saya pada saat diperiksa KPK maupun menjalani sidang sidang di pengadilan. Bahwa kedua orang pengacara tersebut di bawah pengarahan dari DPP PKB yang dilakukan oleh Sekjen PKB waktu itu Abdul Kadir Karding dan Bahrudin Nasori.